Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2015

Sudah Berlalu

Aku pernah jatuh cinta. Juga pernah jatuh karena cinta. Jatuh cinta memang indah. Tapi keindahan itu bisa berubah jadi menyedihkan. Dia memenuhi harapanku. Dia alasan mengapa aku jatuh cinta. Dia juga alasanku untuk menunggu. Dan dia alasanku untuk menyerah. Lagu cinta yang dulu kudengar karena dia.. Kalimat manis yang kutulis tentang dia.. Doa puitis yang menemani malamku untuk dia.. Keyakinan untuk terus berjalan ke arahnya.. Dulu. Semua itu rasaku dulu. Rasa yang dulu pernah ada. Rasa yang tega membuatku berdiri terlalu lama. Malamku tidak dipenuhi bayangmu lagi. Detik yang kupunya sudah bukan untuk memikirkanmu lagi. Langkah demi langkahku bukan lagi untuk berjalan menujumu. Dan hembusan napas ini, tidak lagi untuk menantimu. Kamu. Tolong jangan berpikir hanya kamu yang punya hati. Tolong jangan berdiri untuk merasa selalu ditunggu. Dan tolong jangan pernah muncul di hadapku lagi. Kamu memang pernah sangat kupuja. Pernah sangat kuharapkan. Namun kamu...

Sampai di Sini

Penunggu sejati, masihkah berdiri di tempatmu? Waktu telah berlalu terlalu jauh, masihkah ada rasamu? Musim telah berganti, masihkah keras kepala untuk menunggu? Harus berapa lama lagi? Penunggu sejati, apa kabar dengan hatimu? Bagaimana dengan seseorang yang kamu cinta? Masihkah berusaha memaksanya untuk melihatmu? Masihkah mengejar langkah yang selalu menjauh darimu? Ketika kalimat butuh titik, maka perasaanmu juga butuh akhir. Entah akhir yang indah, atau akhir yang kejam. Penantianmu tidak akan terbayar dengan kebahagiaan. Waktumu sudah terlanjur terbuang sia-sia. Menunggu sendirian. Mencintai sendirian. Berharap sendirian. Itu semua bukan hal yang paling menyakitkan. Tapi hal itu ada dalam bagian dari rasa paling menyiksa. Karena cinta, bahkan air mata hangatmu selalu kau nikmati. Matamu dulu hanya kau gunakan untuk menatapnya. Telingamu dulu hanya kau gunakan agar mencapai lisannya. Pikiranmu dulu hanya kau gunakan untuk memusatkannya. Sampai akhirnya kamu ...

Cerbung: Encoder Love [Chapter 1]

Senin pagi di ruang kelas XI Sosial 2. Shinta hanya mencari kesibukan dengan ponselnya. Bingung harus melakukan apa. Tidak seorangpun yang ia kenal di kelas ini. Sibuk membuka satu akun ke akun lainnya, me- refresh dan terakhir menekan tombol home. Kedua mata indahnya melirik bibir pintu, melihat siapa yang selanjutnya datang. Berharap ada seseorang yang ia kenal. Dulu, semasanya kelas sepuluh SMA, Shinta bukan orang yang mudah bergaul. Ia hanya tau wajah siapa yang ada di sini, namun tidak mengenalnya. Napas beratnya terdengar saat seseorang yang baru datang dan hendak berjalan ke arah Shinta. “Lo di kelas ini juga?” tanya cowok yang setiap mengenakan seragam, kemejanya selalu dikeluarkan. “Juga? Ah, udah gue duga lo masuk kelas ini.” keluh Shinta. “Hadiah terburuk banget harus sekelas sama lo.” ucap Nathan. “Yaudah gih sana pindah kelas!” bentak Shinta. Shinta berdiri dan keluar dari kelas. Meninggalkan Nathan yang sebenarnya menyembunyikan senyumnya. Dari semenja...

Cerbung: Encoder Love [Sinopsis]

Annyeong. Gimana ya mulainya. Ini cuman berawal dari iseng aja, malah ide kaya gini terlintas pas lagi praktek di kampus. Sebenernya ngga ada niat buat bikin cerita yang nantinya akan diposting. Mungkin karena udah biasa kalau setiap praktek EDD ya pake kalimat-kalimat gitu. Ditambah temen praktek gue—Fahmi—juga rada-rada kan. Setiap ngomong pake ‘bahasa perasaan’ yang ngga terjamah penerjemah, pasti dilanjutin sama temen gue ini. Atau sebaliknya. Nah, ide ini munculnya dari dia. Katanya, kenapa ngga, kisah rumit lima lampu LED ini dibikin cerita. Awalnya sih emang gue yang ngasih tokoh ke lampu-lampu LED ini. Tapi lama-lama malah dibikin cerita, segala ada episodenya. Kurang lebih gini nih sinopsisnya… Berawal dari sekolah menengah atas, kelas dua SMA. Lima orang yang baru saja bertemu karena penjurusan di kelas sebelas, merasa nyaman satu sama lain setiap kali mereka ngumpul atau sekadar bercanda dan ngobrol-ngobrol. Pagi itu, Shinta terkejut bahwa dirinya ma...