Sampai di Sini
Penunggu sejati, masihkah berdiri di tempatmu?
Waktu telah berlalu terlalu jauh, masihkah ada rasamu?
Musim telah berganti, masihkah keras kepala untuk menunggu?
Harus berapa lama lagi?
Penunggu sejati, apa kabar dengan hatimu?
Bagaimana dengan seseorang yang kamu cinta?
Masihkah berusaha memaksanya untuk melihatmu?
Masihkah mengejar langkah yang selalu menjauh darimu?
Ketika kalimat butuh titik, maka perasaanmu juga butuh akhir.
Entah akhir yang indah, atau akhir yang kejam.
Penantianmu tidak akan terbayar dengan kebahagiaan.
Waktumu sudah terlanjur terbuang sia-sia.
Menunggu sendirian. Mencintai sendirian. Berharap sendirian.
Itu semua bukan hal yang paling menyakitkan.
Tapi hal itu ada dalam bagian dari rasa paling menyiksa.
Karena cinta, bahkan air mata hangatmu selalu kau nikmati.
Matamu dulu hanya kau gunakan untuk menatapnya.
Telingamu dulu hanya kau gunakan agar mencapai lisannya.
Pikiranmu dulu hanya kau gunakan untuk memusatkannya.
Sampai akhirnya kamu sadar, itu semua tidak membuatnya menginginkanmu.
Alam membiarkanmu menikmati rasa yang kau punya.
Dia hilang dari pandangan.
Membuatmu aman dengan perasaan yang perlahan mampu berdiri.
Membuat perasaanmu sedikit sembuh dari sakit yang mendalam.
Seharusnya kamu sadar, bahkan dia tidak menyadari keberadaanmu.
Seharusnya kamu tau, bahwa dia bukan akhir yang indah.
Seandainya hati dan otakmu sejalan.
Seandainya perasaanmu tidak dimanjakan dengan perjuangan semu.
Tidak. Perjuanganmu memang sia-sia, namun tidak semu.
Sakitmu karena menunggu, bisa juga disebut perjuangan.
Perjuangan untuk bertahan dengan rasa sakit yang selalu kaujaga.
Perjuangan untuk selalu terlihat baik-baik saja dengan luka di hati.
Tentang dia yang semakin menjauh.
Membuat rasa ini juga menjauh perlahan-lahan.
Semoga cinta baik padanya, tidak membiarkan dia harus merasakan rasamu.
Berakhirlah sampai di sini, karena dia bukan lagi tujuanmu.
Waktu telah berlalu terlalu jauh, masihkah ada rasamu?
Musim telah berganti, masihkah keras kepala untuk menunggu?
Harus berapa lama lagi?
Penunggu sejati, apa kabar dengan hatimu?
Bagaimana dengan seseorang yang kamu cinta?
Masihkah berusaha memaksanya untuk melihatmu?
Masihkah mengejar langkah yang selalu menjauh darimu?
Ketika kalimat butuh titik, maka perasaanmu juga butuh akhir.
Entah akhir yang indah, atau akhir yang kejam.
Penantianmu tidak akan terbayar dengan kebahagiaan.
Waktumu sudah terlanjur terbuang sia-sia.
Menunggu sendirian. Mencintai sendirian. Berharap sendirian.
Itu semua bukan hal yang paling menyakitkan.
Tapi hal itu ada dalam bagian dari rasa paling menyiksa.
Karena cinta, bahkan air mata hangatmu selalu kau nikmati.
Matamu dulu hanya kau gunakan untuk menatapnya.
Telingamu dulu hanya kau gunakan agar mencapai lisannya.
Pikiranmu dulu hanya kau gunakan untuk memusatkannya.
Sampai akhirnya kamu sadar, itu semua tidak membuatnya menginginkanmu.
Alam membiarkanmu menikmati rasa yang kau punya.
Dia hilang dari pandangan.
Membuatmu aman dengan perasaan yang perlahan mampu berdiri.
Membuat perasaanmu sedikit sembuh dari sakit yang mendalam.
Seharusnya kamu sadar, bahkan dia tidak menyadari keberadaanmu.
Seharusnya kamu tau, bahwa dia bukan akhir yang indah.
Seandainya hati dan otakmu sejalan.
Seandainya perasaanmu tidak dimanjakan dengan perjuangan semu.
Tidak. Perjuanganmu memang sia-sia, namun tidak semu.
Sakitmu karena menunggu, bisa juga disebut perjuangan.
Perjuangan untuk bertahan dengan rasa sakit yang selalu kaujaga.
Perjuangan untuk selalu terlihat baik-baik saja dengan luka di hati.
Tentang dia yang semakin menjauh.
Membuat rasa ini juga menjauh perlahan-lahan.
Semoga cinta baik padanya, tidak membiarkan dia harus merasakan rasamu.
Berakhirlah sampai di sini, karena dia bukan lagi tujuanmu.
Komentar
Posting Komentar