Miss[ing] You

Saya ingin bicara serius hari ini. Tentang rasa sakit yang entah kapan pulihnya. Sesak yang masih lama tenangnya. Hal ini terlalu sakit kalau terus dibahas, namun selalu teringat dan membuat perasaan saya tersayat. Yang terkaya di bumi tidak akan mampu membeli momen-momen di masa lalu. Kejadian masa lampau tidak akan bisa hadir lagi.

Lantas bagaimana dengan rasa rindu yang teramat dalam?

Perasaan tidak terbalas selalu menyakitkan. Menyimpan tangisan dalam-dalam. Rasa rindu saya tidak akan pernah terbalas. Padahal, setidaknya saya ingin lihat wajahnya. Tidak akan ada tuntutan ingin bicara dengannya atau bahkan memeluknya.

Tuhan, sayang sangat merindukannya.

Saya masih tidak paham dengan pendapat orang yang katanya "setiap perpisahan akan menghadirkan pertemuan yang baru, pun dengan pertemuan yang akan menghadirkan perpisahan." Apa hidup memang seperti itu? Bagaimana teori seperti itu bisa muncul? Atau mungkin ini hanya sebatas cara pandang setiap manusia? Mungkin. Karena kenyataannya, perpisahan yang saya alami, saya sadar betul bahwa hal itu tidak akan menghadirkan pertemuan yang baru.

Tapi, tidak juga.

Pertemuan yang baru dengan dia akan datang saat tiba waktunya. Hanya ada sebaris kalimat untuk bisa terwujud; selalu memohon agar dipertemukan kembali.
Di tahun ke-20 saya hidup, lebih dari seratus hari ke belakang perasaan saya selalu merasa ganjil.

Saya ditinggalkan.

Tidak. Bukan hanya saya. Banyak yang merasa ditinggalkan demi kehidupannya selanjutnya dan bukan di tempat sekarang kita bernapas. Ini yang saya maksud kalau perasaan saya tidak akan pernah terbalas.
Lebih dari separuh hidup saya bersamanya. Melewati dari waktu ke waktu, setiap momen dan segala macam situasi. Saya banyak melewati bersamanya.

Saya benar-benar merindukannya.
Kamu. Lihat kami dari sana, kah? Pulanglah sebentar, di sini banyak masalah yang kami hadapi.
Saya tidak banyak meminta agar kamu membantu menyelesaikan, setidaknya peluk saya dan usap punggung saya.
Sekarang saya sedang melihat sekaligus menghadapi masalah yang ada.
Kamu. Bisakah duduk di antara kami dan dengar keresahan kami karena masalah di sini? Tidak perlu banyak bicara, hapus saja air mata saya yang sedang basah di pipi.

Apa saya belum ikhlas? Kenyataannya, hari ke hari saya selalu menunggumu pulang.
Pulang ke rumah, di sini. Bukan di sana.
Maaf. Apa saya membuatmu tidak tenang? Sekali lagi maaf. Saya hanya tidak tau bagaimana cara mengatasi perasaan ini.
Saya ingin menyuruhmu tidur dengan tenang, tapi saya sendiri masih sering menunggumu meski hanya dalam mimpi.

Saya ingin bertemu dan saling menyapa. Mengusap lembut kedua pipimu dengan telapak tangan ini.
Dan kamu. Gunakan telapak tanganmu untuk menghapus air mata saya.

Terhitung hari ke-107 dan saya selalu merindukanmu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makna Rasa Dibalik Lirik Lagu

Cerpen: At The Past

About SCIGENCE [Part 1]