Cerpen: Kamu dan Korea
Di suatu siang menjelang sore...
And, can you smile
Niga weonhajana niga barajanha
Nae mam maneuroneun neol jabeul suga eobtneungabwa
And, can you smile
Nega garajanha nan gwenchanhdajanha
Majimak neoege nan igeot bakken mot junabwa
[Infinite - Can You Smile]
Rani bangun dari duduknya dengan wajah sumringah.
And, can you smile
Niga weonhajana niga barajanha
Nae mam maneuroneun neol jabeul suga eobtneungabwa
And, can you smile
Nega garajanha nan gwenchanhdajanha
Majimak neoege nan igeot bakken mot junabwa
[Infinite - Can You Smile]
“Nyanyi apaan sih?” tegur El.
Rani melepas headset dari telinganya. “Eh, udah selesai?"
“Udah, baru aja.”
“Yaudah yuk, pulang.”
Rani melepas headset dari telinganya. “Eh, udah selesai?"
“Udah, baru aja.”
“Yaudah yuk, pulang.”
Rani bangun dari duduknya dengan wajah sumringah.
“Ran..” El menarik tangan Rani dan membuatnya kembali duduk
di sebelah El.
“Ya?” mata Rani membulat.
“Aku laper.”
“Hm, kamu mau makan apa emang?”
“Apa aja, asal ditemenin sama kamu.”
“Aku?” Rani menunjuk dirinya sendiri dengan ibu jarinya. El mengangguk. “Ng…” gumam Rani.
“Kenapa?” tanya El.
“Lama ngga?” tanya Rani dengan nada bicara yang tidak enak.
“Ya kaya biasanya kita makan aja. Emangnya kenapa sih? Kamu ada janji?” El menatap Rani penuh curiga.
“Ngga.. ngga.. bukan gitu. Ngga ada janji sama siapa-siapa kok.”
“Terus?” El menaikan sebelah alisnya.
“Ngga kenapa-napa. Yaudah yuk kita cari makan. Nanti malah keburu sore.” Rani menarik tangan El dan berjalan menuju parkiran.
“Ya?” mata Rani membulat.
“Aku laper.”
“Hm, kamu mau makan apa emang?”
“Apa aja, asal ditemenin sama kamu.”
“Aku?” Rani menunjuk dirinya sendiri dengan ibu jarinya. El mengangguk. “Ng…” gumam Rani.
“Kenapa?” tanya El.
“Lama ngga?” tanya Rani dengan nada bicara yang tidak enak.
“Ya kaya biasanya kita makan aja. Emangnya kenapa sih? Kamu ada janji?” El menatap Rani penuh curiga.
“Ngga.. ngga.. bukan gitu. Ngga ada janji sama siapa-siapa kok.”
“Terus?” El menaikan sebelah alisnya.
“Ngga kenapa-napa. Yaudah yuk kita cari makan. Nanti malah keburu sore.” Rani menarik tangan El dan berjalan menuju parkiran.
El dan Rani segera bergegas keluar dari gedung sekolah.
“Kamu mau makan apa El?” tanya Rani di sepanjang perjalanan.
“Aku kepengin pecel lele pinggir jalan. Di mana ya?” ucapnya sambil melihat ke sekeliling.
“Kita ke ujung pertigaan deh. Biasanya ada yang jual di sana.”
“Gitu? Oke.”
“Aku kepengin pecel lele pinggir jalan. Di mana ya?” ucapnya sambil melihat ke sekeliling.
“Kita ke ujung pertigaan deh. Biasanya ada yang jual di sana.”
“Gitu? Oke.”
Sesampainya di tempat makan dan setelah memesan makanan,
Rani mengeluarkan iPod pemberian Kakaknya dan menyetel lagu yang sudah dibuat
daftar putarnya.
Dalam waktu sepersekian detik, Rani hanyut dalam lagu-lagu
yang ia dengar.
El menatap Rani dengan tatapan aneh. Lalu, El melepas
sebelah headset dari telinga Rani dan
memasangkan ke telinganya.
Siganeul tagoso
neiredo
Jinhage bonjyowa meiredo
Geurium gadeukhi naege tto
Seumyowa non aryonhi non sujupge non
Nal tagowa heundeuro nal janjanhi non yojonhi non
Giogeuro iojyo nan tto nan neul nan
Geuriume sara nan imi nan imi nan
Chuoge jamgyoisso
[Infinite - In The Summer]
Jinhage bonjyowa meiredo
Geurium gadeukhi naege tto
Seumyowa non aryonhi non sujupge non
Nal tagowa heundeuro nal janjanhi non yojonhi non
Giogeuro iojyo nan tto nan neul nan
Geuriume sara nan imi nan imi nan
Chuoge jamgyoisso
[Infinite - In The Summer]
“Sejak kapan suka lagu beginian?” tanya El seraya melepas headset dari telinganya.
“Aku lupa. Eh iya! Yang nyanyi lagu ini namanya sama kaya kamu lho!” antusias Rani.
“Alvaro Gavriel?”
“Bukan… Namanya L, sama kaya nama panggilan kamu.”
“Yang manggil aku El cuman kamu. Temen-temen yang lain manggil aku Alva.” ucap El dingin sambil menerima makanan yang baru saja diantarkan pelayan.
“Aku lupa. Eh iya! Yang nyanyi lagu ini namanya sama kaya kamu lho!” antusias Rani.
“Alvaro Gavriel?”
“Bukan… Namanya L, sama kaya nama panggilan kamu.”
“Yang manggil aku El cuman kamu. Temen-temen yang lain manggil aku Alva.” ucap El dingin sambil menerima makanan yang baru saja diantarkan pelayan.
Rani memajukan bibirnya begitu melihat ekspresi dingin El.
“Aku baru sadar. Kamu ngga pesen makan?” tanya El setelah
menyuap sekali.
“Engga. Aku udah beli cemilan buat nanti, jadi aku ngga makan.”
“Cemilan buat apa?”
“Buat nonton drama Korea.”
“Kamu… Ih.” El menggelengkan kepalanya. Sedangkan Rani hanya tersenyum.
“Engga. Aku udah beli cemilan buat nanti, jadi aku ngga makan.”
“Cemilan buat apa?”
“Buat nonton drama Korea.”
“Kamu… Ih.” El menggelengkan kepalanya. Sedangkan Rani hanya tersenyum.
El benar-benar rishi melihat kekasihnya bersikap seperti
ini. Berkomat-kamit sambil menatap layar iPod, memasang volume maksimal dan
terus-menerus terikat pada apa yang ia dengar dan lihat.
“Ran…”
“Cause you’re my destiny.” gumam Rani.
“Rani.”
“Beoseonal su eobseo cause you are my destiny.”
“Cause you’re my destiny.” gumam Rani.
“Rani.”
“Beoseonal su eobseo cause you are my destiny.”
El melepas kedua headset
yang terpasang di telingan Rani. Rani menatap kaget.
“Eh iya, kenapa?” tanya Rani.
“Aku manggil kamu daritadi.”
“Maaf, ngga denger. Kenapa?”
“Kalo lagi sama aku, ngga dengerin lagu-lagu aneh itu, bisa?”
“Aku manggil kamu daritadi.”
“Maaf, ngga denger. Kenapa?”
“Kalo lagi sama aku, ngga dengerin lagu-lagu aneh itu, bisa?”
Rani diam, kemudian mengangguk pelan.
“Yaudah yuk pulang.”
“Yaudah yuk pulang.”
Di tengah perjalanan, El mengemudikan motornya ke tepi
jalan. Seperti ada yang aneh.
“Kok berhenti. Kenapa El?” tanya Rani.
“Kayanya ban motorku bocor.” jawab El sambil melirik ban depannya.
“Serius?!”
“Kamu turun dulu deh.”
“Kayanya ban motorku bocor.” jawab El sambil melirik ban depannya.
“Serius?!”
“Kamu turun dulu deh.”
Rani turun dari motor El.
“Ah! Iya, ban motorku bocor. Kita cari tempat tambal ban dulu ya?”
“Ah! Iya, ban motorku bocor. Kita cari tempat tambal ban dulu ya?”
Rani menghembuskan napas beratnya.
Mereka berjalan sampai sekitar tiga ratus meter. El sudah
mulai berkeringat karena kelelahan berjalan sambil mendorong motor besarnya.
“Besok aku ngga bawa motor deh. Bawa mobil Kakak aja kali
ya? Mumpung dia lagi di Jakarta.” kata El sambil tersenyum canda pada Rani.
Tapi Rani malah memasang tampang bete. Berkali-kali melirik
arlojinya dan sesekali menggerak-gerakan kakinya.
“Ran…”
“Ya?”
“Kamu haus?”
“Engga.”
“Ya?”
“Kamu haus?”
“Engga.”
Meskipun perasaannya sangat kesal dicampur bete, Rani tetap
memasang senyum pada kekasihnya.
“Maaf ya, pulang ke rumah jadi telat gara-gara aku.”
Rani hanya tersenyum.
Sekitar tiga puluh menit, mereka baru bisa pulang. Rani
sampai di rumah pukul lima lewat tiga puluh menit.
“Hati-hati ya pulangnya.” ucap Rani. Lalu El hilang dari
pandangan.
Rani bergegas mandi dan menyelesaikan aktivitasnya. Sehabis
salat magrib, ia sudah asyik di depan laptopnya dan menonton drama yang
seharusnya ia tonton dari tiga jam yang lalu.
“Kalo aja ngga nemenin El makan dan ban motornya ngga bocor!
Pasti gue udah sampe episode dua belas. Ah, jadi baru sampe episode Sembilan
kan!” gerutunya.
Ponselnya ia charge, dipasang
silent mode, dan paket datanya ia
off-kan. Menurutnya, tidak boleh ada yang mengganggunya selagi ia fokus pada
tontonannya.
“Aaah, Sungyeol! Kenapa lo ganteng melebihi pacar gue sih!”
gumamnya sambil menonton drama Korea.
Saat kedua matanya mulai sayup menatap layar laptop, Rani
melirik jam di dinding.
“Hah? Jam satu?! Kok ngga berasa?! Ah tapi baru episode enam
belas. Tapi udah ngantuk. Payah ah.”
Rani menutup laptopnya dan meraih ponselnya, menghidupkan
paket data yang daritadi ia off-kan.
“Mampus gue.” Rani menatap kagum personal message dari El. “Empat puluh Sembilan pesan. Dia ngetik
apa aja deh? Duh, buka ngga ya? Apa ngga usah aja ya? Terus besok bilang nge-charge dan gue ketiduran. Iya kali ya?”
Setelah melihat pesan dari grup kelas, Rani menaruh kembali
ponselnya dan memejamkan matanya.
Keesokan paginya, pukul tujuh kurang sepuluh, El sudah duduk
manis di halaman rumah Rani. Setelah pamit pada Ibu Rani, mereka bergegas
berangkat ke sekolah.
‘Untung El bawa mobil, bisa merem sebentar.’ gumam Rani
dalam hati.
“Kayanya kamu ngantuk banget.”
“Eh iya El, maaf chat kamu baru aku buka, semalem ketiduran, hapenya aku charge. Mianhe.”
“Mianhe?” El menatap bingung.
“Maaf, maksudnya.”
“Ketiduran? Mata kamu berkantung.”
“Kayanya emang begini deh dari beberapa hari yang lalu.”
“Yakin ketiduran?”
“Iya. Kenapa sih emangnya?”
“Aku baru tidur jam tiga pagi. Nunggu balesan dari kamu. Last seen kamu jam satu pagi, bukannya kamu sempet buka whatsapp? Tapi kenapa ngga bales chat dari aku?”
“Eh iya El, maaf chat kamu baru aku buka, semalem ketiduran, hapenya aku charge. Mianhe.”
“Mianhe?” El menatap bingung.
“Maaf, maksudnya.”
“Ketiduran? Mata kamu berkantung.”
“Kayanya emang begini deh dari beberapa hari yang lalu.”
“Yakin ketiduran?”
“Iya. Kenapa sih emangnya?”
“Aku baru tidur jam tiga pagi. Nunggu balesan dari kamu. Last seen kamu jam satu pagi, bukannya kamu sempet buka whatsapp? Tapi kenapa ngga bales chat dari aku?”
Rani terkejut. Ia baru ingat, semalam sebelum tidur, ia
sempat buka chat dari grup kelasnya.
Bodoh. Rani tak memikirkan hal ini sebelumnya.
“Apa alasan kamu bohong sama aku?”
“Iya, maaf udah bohong. Semalem aku nonton drama Korea sampe lupa waktu. Hapenya aku charge terus paket datanya aku matiin.”
“Nonton drama sampe jam satu pagi tanpa pesan apa-apa?” El menatap Rani garang dari belakang kemudinya.
“Emangnya kenapa sih kalo aku nonton drama Korea sampe tengah pagi?”
“Masih bisa nanya kenapa?!”
“Iya, maaf udah bohong. Semalem aku nonton drama Korea sampe lupa waktu. Hapenya aku charge terus paket datanya aku matiin.”
“Nonton drama sampe jam satu pagi tanpa pesan apa-apa?” El menatap Rani garang dari belakang kemudinya.
“Emangnya kenapa sih kalo aku nonton drama Korea sampe tengah pagi?”
“Masih bisa nanya kenapa?!”
Nada bicara El sudah mulai meninggi, tapi kemudian ia
kendalikan emosinya. El menghembuskan napas berat dan memilih fokus pada
jalanan.
Rani memilih diam karena ia tau El sedang berapi-api. Sesampainya
di sekolah, Rani turun tanpa menunggu El.
“Aku duluan.” hanya itu yang Rani ucapkan.
Sesampainya di kelas.
“Raniiiiiiiiiiii.” teriak Windy, teman semeja Rani.
“Apa? Berisik deh pagi-pagi.”
“EXO Ran! EXO main drama!”
“EXO? Itu apa?”
“Eh tapi baru kabar sih, tayangnya kapan belum tau.”
“Gue tanya EXO itu apa.”
“Boyband, membernya ada dua belas, tapi yang dua hengkang, jadi sisa sepuluh.”
“Ya lo pikir aja dua belas hengkang dua masa sisa tujuh?”
“Ih! Eh tapi serius ya, kalo dramanya udah tayang, lo harus nonton. Member EXO tuh ganteng semua!”
“Antusias banget sih lo. Biasa aja kali.”
“Ahh, paling juga di rumah searching siapa itu EXO.”
“Soktau!”
“Apa? Berisik deh pagi-pagi.”
“EXO Ran! EXO main drama!”
“EXO? Itu apa?”
“Eh tapi baru kabar sih, tayangnya kapan belum tau.”
“Gue tanya EXO itu apa.”
“Boyband, membernya ada dua belas, tapi yang dua hengkang, jadi sisa sepuluh.”
“Ya lo pikir aja dua belas hengkang dua masa sisa tujuh?”
“Ih! Eh tapi serius ya, kalo dramanya udah tayang, lo harus nonton. Member EXO tuh ganteng semua!”
“Antusias banget sih lo. Biasa aja kali.”
“Ahh, paling juga di rumah searching siapa itu EXO.”
“Soktau!”
Saat jam istirahat, Rani memilih berada di kelas.
Mendengarkan lagu sambil menonton video
clip Infinite.
“Kok gue masih susah nyari mana Sungyeol ya? Ah!” gumam
Rani.
“Ran, dicariin Kak Alva tuh di depan.” ucap seorang teman
sekelas yang baru saja dari luar.
Rani melepas headset
dan menaruhnya di loker mejanya, lalu keluar kelas dan menghampiri El yang
sedang bersandar pada balkon sambil melihat aktivitas di lapangan.
“Kamu nyari aku?”
“Menurut kamu aku cari siapa?”
“Menurut kamu aku cari siapa?”
Rani diam.
“Ngga makan?”
“Aku ngga laper. Kamu sendiri?”
“Tadinya mau ngajak makan bareng, tapi kamunya ngga laper.”
“Aku mau tidur aja di kelas.”
“Ran, pinjem hape kamu.”
“Aku ngga laper. Kamu sendiri?”
“Tadinya mau ngajak makan bareng, tapi kamunya ngga laper.”
“Aku mau tidur aja di kelas.”
“Ran, pinjem hape kamu.”
Rani merogoh saku jas cokelat mudanya, lalu memberikan
ponselnya pada El.
“Kamu ngga mau minjem hape aku?” tanya El.
“Aku percaya sama kamu kok.”
“Jadi kamu mikir aku minjem hape kamu karena aku ngga percaya sama kamu?”
“Aku percaya sama kamu kok.”
“Jadi kamu mikir aku minjem hape kamu karena aku ngga percaya sama kamu?”
Rani mengangkat bahunya dan kemudian masuk ke dalam kelas. El kembali ke kelasnya, melihat-lihat isi ponsel kekasihnya.
“Rani, sejak kapan jadi kaya gini?”
El terkejut melihat daftar lagu dan koleksi foto di ponsel
kekasihnya. Sebagian besar hanya ada lagu Korea dan galerinya dipenuhi video clip boyband asal Korea—Infinite.
“Sungyeol?” El mencibir.
~
~
“Nih hape kamu.” El memberikannya sebelum Rani turun dari
mobil El.
“Ngga ada yang aneh-aneh kan?”
“Banyak. Dan yang aneh-aneh udah aku hapus.”
“Ngga ada yang aneh-aneh kan?”
“Banyak. Dan yang aneh-aneh udah aku hapus.”
Rani menatap bingung. Lalu melihat apa yang terjadi pada
ponselnya.
“HAH?!” Rani melirik El dengan tatapan penuh tanya. Ia kaget
setengah mati kartu memorinya sudah kosong tanpa sisa. Matanya berair.
“Aku format kartu memori kamu. Geli tau liat isi yang ada di hape kamu, jadi aku format kartu memorinya.” ucap El dengan tenang tanpa peduli perasaan Rani.
“Aku format kartu memori kamu. Geli tau liat isi yang ada di hape kamu, jadi aku format kartu memorinya.” ucap El dengan tenang tanpa peduli perasaan Rani.
El melihat Rani mulai meneteskan airmatanya.
“Kamu nangis?” tanya El sambil mencibir. “Aku ngga suka kamu
suka Korea-koreaan. Apalagi Sungyeol.”
Rani masih diam. Ia hampir meledak.
“Kamu ngga suka? Tapi aku suka. Kayanya kamu juga ngga punya
hak buat ngelakuin ini deh.”
“Selama kamu di sekitar aku, ngga usah bawa-bawa apapun tentang hal yang kamu suka sekarang. Aku ngga suka.”
“Gitu? Yaudah, jangan berada di sekitar aku mulai sekarang.”
“Selama kamu di sekitar aku, ngga usah bawa-bawa apapun tentang hal yang kamu suka sekarang. Aku ngga suka.”
“Gitu? Yaudah, jangan berada di sekitar aku mulai sekarang.”
Setelah itu, Rani turun dari mobil El.
“Rani!”
Rani mengabaikan semua panggilan dan pesan dari El. Apa rasa
ini berlebihan? Mungkin tidak. Rani tidak akan sesakit hati ini kalau saja El
tidak bicara seperti tadi.
Rasa sakitnya terobati semenjak menonton idolanya di
youtube.
Beberapa hari tanpa Rani, sepertinya El mulai kesepian. El
menunggu Rani di depan kelasnya. Begitu Rani keluar, El langsung menarik tangan
Rani dan menggandengnya sampai parkiran.
“Apaan sih!” Rani melepas genggaman itu.
“Oke, aku udah keterlaluan sama kamu. Maaf. Tetap ada di sekiatrku.”
“Dengan semua hal yang aku suka?”
“Iya.”
“Korea? Drama? Infinite?”
“Iya.”
“Oke, aku udah keterlaluan sama kamu. Maaf. Tetap ada di sekiatrku.”
“Dengan semua hal yang aku suka?”
“Iya.”
“Korea? Drama? Infinite?”
“Iya.”
Rani tersenyum.
~
~
Gireul
barkhyeojwo
Ije
wonteun maldeun seontaegeun kkeutnasseo
Naui
jeonbureul da geolgesseo
Jikyeo
nael geoya
Eotteon
eoryeoun yeojeongi doenda haedo
Nan
neo bakken an boinda
[Infinite - Last Romeo]
[Infinite - Last Romeo]
“Itu lagu apa yang kamu nyanyiin?” tanya El.
“Last Romeo-nya Infinite.”
“Kamu suka Infinite?”
“Semenjak nonton drama Korea High School Love On, kayanya iya deh aku suka Infinite.”
“Sungyeol tuh siapa? Mukanya banyak banget di hape kamu. Wallpaper, background hape kamu, lock screen, sampe wallpaper whatsapp kamu mukanya dia. Sebenernya pacar kamu tuh dia apa aku sih?”
“Kamu cemburu sama Sungyeol?” tanya Rani diselingi tawa.
“Cemburu? Ngga ada hal yang lebih logis daripada cemburu sama orang yang ngga aku kenal? Ngaco kamu.”
“Tapi maaf ya El, kamu aku dua-in.”
“Maksud kamu?!”
“Kalo ngga ada kamu, aku pacarnya Sungyeol.”
“Dia sama aku juga gantengan aku ke mana-mana.”
“Jauh. Kubur harapan itu dalem-dalem. Oke?”
“Last Romeo-nya Infinite.”
“Kamu suka Infinite?”
“Semenjak nonton drama Korea High School Love On, kayanya iya deh aku suka Infinite.”
“Sungyeol tuh siapa? Mukanya banyak banget di hape kamu. Wallpaper, background hape kamu, lock screen, sampe wallpaper whatsapp kamu mukanya dia. Sebenernya pacar kamu tuh dia apa aku sih?”
“Kamu cemburu sama Sungyeol?” tanya Rani diselingi tawa.
“Cemburu? Ngga ada hal yang lebih logis daripada cemburu sama orang yang ngga aku kenal? Ngaco kamu.”
“Tapi maaf ya El, kamu aku dua-in.”
“Maksud kamu?!”
“Kalo ngga ada kamu, aku pacarnya Sungyeol.”
“Dia sama aku juga gantengan aku ke mana-mana.”
“Jauh. Kubur harapan itu dalem-dalem. Oke?”
El melirik Rani dengan tatapan sinis. Sedangkan Rani
tersenyum jahil.
Siang ini, di tempat makan. Rani mengeluarkan laptop dari
ranselnya. Beberapa menit kemudian, Rani sibuk dengan apa yang ada di depan
matanya.
“Kamu lagi ngapain?”
“Manfaatin wifi yang disediakan.”
“Ngapain sih?”
“Download drakor.”
“Drakor?”
“Drama Korea! Norak deh.”
“Ya kan aku ngga tau.”
“Siapa yang main?”
“EXO! Peran utamanya Chanyeol, D.O, Sehun, sama Baekhyun. Kalo pemeran utama ceweknya, Moon Gayoung.” jelas Rani.
“Moon Gayoung?” El berpikir sejenak. “Bulan gayung? Atau gayung bulan?”
“Apaan sih kamu! Hahahahahaha.”
“Serius deh, aku ngga paham apa yang kamu omongin.”
“Biar paham, mau denger lagu-lagunya?”
“Ngga. Makasih.”
“Manfaatin wifi yang disediakan.”
“Ngapain sih?”
“Download drakor.”
“Drakor?”
“Drama Korea! Norak deh.”
“Ya kan aku ngga tau.”
“Siapa yang main?”
“EXO! Peran utamanya Chanyeol, D.O, Sehun, sama Baekhyun. Kalo pemeran utama ceweknya, Moon Gayoung.” jelas Rani.
“Moon Gayoung?” El berpikir sejenak. “Bulan gayung? Atau gayung bulan?”
“Apaan sih kamu! Hahahahahaha.”
“Serius deh, aku ngga paham apa yang kamu omongin.”
“Biar paham, mau denger lagu-lagunya?”
“Ngga. Makasih.”
Rani tersenyum.
El memainkan ponselnya sambil sesekali melihat wanita yang
sedang senyum-senyum sendiri di hadapannya. Gadis yang resmi menjadi miliknya
setahun yang lalu, berubah drastis dengan yang sekarang.
Dulu, waktu pertama kali kenal Rani, ia bukan gadis
penggemar segala sesuatu tentang Korea. Justru Rani membenci siapapun yang
menyukai Korea. Terlebih drama fiksi dan boyband yang katanya seluruh membernya
memiliki wajah yang ‘cantik’.
Namun El merasa dunia sedang terbalik sejak dua bulan
terakhir. Entah berasal darimana keingintahuan Rani tentang hal yang dulu tidak
ia sukai.
Kekasihnya jadi memuja orang bermata sipit dengan wajah
penuh oplas. Suara yang pas-pasan dan memodalkan tampang 'kedua' untuk
mendapatkan banyak fans.
Selalu mendengarkan lagu dengan lirik yang artikulasinya
susah disebutkan. Menonton cerita cinta fiksi yang monoton sekaligus aneh. Dan
berbincang omongan kosong dengan sesama pecinta Korea.
Itulah yang terlintas dalam pikiran El saat memperhatikan
kekasihnya.
“Ran…”
“Hm?” tatapan beralih pada El.
“Buat kamu.” El memberikan kotak berwarna hitam.
“Hm?” tatapan beralih pada El.
“Buat kamu.” El memberikan kotak berwarna hitam.
Kalau dilihat dari kotaknya, ini seperti kotak perhiasan.
“Apa ini?” tanya Rani sambil menerima pemberian dari El.
“Apa ini?” tanya Rani sambil menerima pemberian dari El.
Perlahan, Rani membuka kotak itu.
“Hah? El, gimana dapetin ini? El…”
“Aku minta Oom-ku yang ada di Korea ngusahain dapetin kalung itu. Mungkin di sini banyak, tapi aku ngga tau toko mana yang jual kalung kaya yang Sungyeol pake di video clip Be Mine versi Jepang.”
“Tunggu. Kamu liat video clip Infinite? Aku ngga salah denger?”
“Kamu cuman salah paham. Aku ngga kerja keras buat tau tentang kalung itu. Aku tau dari Windy. Tolong jangan mikir kalo aku juga suka ya sama boyband cantik itu. Apalagi idola kamu. Ngga akan.”
“Aaaaaaaaa El, makasih banyak! Aku suka banget.” Rani duduk disamping El dan mencubit kedua pipi El.
“Aku seneng liat kamu kaya gini, walaupun aku sedikit males ngelakuin hal beginian.”
“Ngga peduli kamu mau ngomong apa. Ini bagus!”
“Besok-besok kalo ngefans tuh sama cowok yang beneran, bukan yang pake kalung.”
“Aku minta Oom-ku yang ada di Korea ngusahain dapetin kalung itu. Mungkin di sini banyak, tapi aku ngga tau toko mana yang jual kalung kaya yang Sungyeol pake di video clip Be Mine versi Jepang.”
“Tunggu. Kamu liat video clip Infinite? Aku ngga salah denger?”
“Kamu cuman salah paham. Aku ngga kerja keras buat tau tentang kalung itu. Aku tau dari Windy. Tolong jangan mikir kalo aku juga suka ya sama boyband cantik itu. Apalagi idola kamu. Ngga akan.”
“Aaaaaaaaa El, makasih banyak! Aku suka banget.” Rani duduk disamping El dan mencubit kedua pipi El.
“Aku seneng liat kamu kaya gini, walaupun aku sedikit males ngelakuin hal beginian.”
“Ngga peduli kamu mau ngomong apa. Ini bagus!”
“Besok-besok kalo ngefans tuh sama cowok yang beneran, bukan yang pake kalung.”
END
Komentar
Posting Komentar