Cerpen: Kamu dan Korea

Di suatu siang menjelang sore...

And, can you smile
Niga weonhajana niga barajanha
Nae mam maneuroneun neol jabeul suga eobtneungabwa
And, can you smile
Nega garajanha nan gwenchanhdajanha
Majimak neoege nan igeot bakken mot junabwa

[Infinite - Can You Smile]
“Nyanyi apaan sih?” tegur El.
Rani melepas headset dari telinganya. “Eh, udah selesai?"
“Udah, baru aja.”
“Yaudah yuk, pulang.”

            Rani bangun dari duduknya dengan wajah sumringah.
“Ran..” El menarik tangan Rani dan membuatnya kembali duduk di sebelah El.
“Ya?” mata Rani membulat.
“Aku laper.”
“Hm, kamu mau makan apa emang?”
“Apa aja, asal ditemenin sama kamu.”
“Aku?” Rani menunjuk dirinya sendiri dengan ibu jarinya. El mengangguk. “Ng…” gumam Rani.
“Kenapa?” tanya El.
“Lama ngga?” tanya Rani dengan nada bicara yang tidak enak.
“Ya kaya biasanya kita makan aja. Emangnya kenapa sih? Kamu ada janji?” El menatap Rani penuh curiga.
“Ngga.. ngga.. bukan gitu. Ngga ada janji sama siapa-siapa kok.”
“Terus?” El menaikan sebelah alisnya.
“Ngga kenapa-napa. Yaudah yuk kita cari makan. Nanti malah keburu sore.” Rani menarik tangan El dan berjalan menuju parkiran.
El dan Rani segera bergegas keluar dari gedung sekolah.
“Kamu mau makan apa El?” tanya Rani di sepanjang perjalanan.
“Aku kepengin pecel lele pinggir jalan. Di mana ya?” ucapnya sambil melihat ke sekeliling.
“Kita ke ujung pertigaan deh. Biasanya ada yang jual di sana.”
“Gitu? Oke.”
Sesampainya di tempat makan dan setelah memesan makanan, Rani mengeluarkan iPod pemberian Kakaknya dan menyetel lagu yang sudah dibuat daftar putarnya.
Dalam waktu sepersekian detik, Rani hanyut dalam lagu-lagu yang ia dengar.
El menatap Rani dengan tatapan aneh. Lalu, El melepas sebelah headset dari telinga Rani dan memasangkan ke telinganya.
Siganeul tagoso neiredo
Jinhage bonjyowa meiredo
Geurium gadeukhi naege tto
Seumyowa non aryonhi non sujupge non
Nal tagowa heundeuro nal janjanhi non yojonhi non
Giogeuro iojyo nan tto nan neul nan
Geuriume sara nan imi nan imi nan
Chuoge jamgyoisso

[Infinite - In The Summer]
“Sejak kapan suka lagu beginian?” tanya El seraya melepas headset dari telinganya.
“Aku lupa. Eh iya! Yang nyanyi lagu ini namanya sama kaya kamu lho!” antusias Rani.
“Alvaro Gavriel?”
“Bukan… Namanya L, sama kaya nama panggilan kamu.”
“Yang manggil aku El cuman kamu. Temen-temen yang lain manggil aku Alva.” ucap El dingin sambil menerima makanan yang baru saja diantarkan pelayan.
Rani memajukan bibirnya begitu melihat ekspresi dingin El.
“Aku baru sadar. Kamu ngga pesen makan?” tanya El setelah menyuap sekali.
“Engga. Aku udah beli cemilan buat nanti, jadi aku ngga makan.”
“Cemilan buat apa?”
“Buat nonton drama Korea.”
“Kamu… Ih.” El menggelengkan kepalanya. Sedangkan Rani hanya tersenyum.
El benar-benar rishi melihat kekasihnya bersikap seperti ini. Berkomat-kamit sambil menatap layar iPod, memasang volume maksimal dan terus-menerus terikat pada apa yang ia dengar dan lihat.
“Ran…”
           “Cause you’re my destiny.” gumam Rani.
           “Rani.”

           “Beoseonal su eobseo cause you are my destiny.
El melepas kedua headset yang terpasang di telingan Rani. Rani menatap kaget.
“Eh iya, kenapa?” tanya Rani.
“Aku manggil kamu daritadi.”
“Maaf, ngga denger. Kenapa?”
“Kalo lagi sama aku, ngga dengerin lagu-lagu aneh itu, bisa?”
Rani diam, kemudian mengangguk pelan.
           “Yaudah yuk pulang.”
Di tengah perjalanan, El mengemudikan motornya ke tepi jalan. Seperti ada yang aneh.
“Kok berhenti. Kenapa El?” tanya Rani.
“Kayanya ban motorku bocor.” jawab El sambil melirik ban depannya.
“Serius?!”
“Kamu turun dulu deh.”
Rani turun dari motor El.
            “Ah! Iya, ban motorku bocor. Kita cari tempat tambal ban dulu ya?”
Rani menghembuskan napas beratnya.
Mereka berjalan sampai sekitar tiga ratus meter. El sudah mulai berkeringat karena kelelahan berjalan sambil mendorong motor besarnya.
“Besok aku ngga bawa motor deh. Bawa mobil Kakak aja kali ya? Mumpung dia lagi di Jakarta.” kata El sambil tersenyum canda pada Rani.
Tapi Rani malah memasang tampang bete. Berkali-kali melirik arlojinya dan sesekali menggerak-gerakan kakinya.
“Ran…”
“Ya?”
“Kamu haus?”
“Engga.”
Meskipun perasaannya sangat kesal dicampur bete, Rani tetap memasang senyum pada kekasihnya.
“Maaf ya, pulang ke rumah jadi telat gara-gara aku.”
Rani hanya tersenyum.
Sekitar tiga puluh menit, mereka baru bisa pulang. Rani sampai di rumah pukul lima lewat tiga puluh menit.
“Hati-hati ya pulangnya.” ucap Rani. Lalu El hilang dari pandangan.
Rani bergegas mandi dan menyelesaikan aktivitasnya. Sehabis salat magrib, ia sudah asyik di depan laptopnya dan menonton drama yang seharusnya ia tonton dari tiga jam yang lalu.
“Kalo aja ngga nemenin El makan dan ban motornya ngga bocor! Pasti gue udah sampe episode dua belas. Ah, jadi baru sampe episode Sembilan kan!” gerutunya.
Ponselnya ia charge, dipasang silent mode, dan paket datanya ia off-kan. Menurutnya, tidak boleh ada yang mengganggunya selagi ia fokus pada tontonannya.
“Aaah, Sungyeol! Kenapa lo ganteng melebihi pacar gue sih!” gumamnya sambil menonton drama Korea.
Saat kedua matanya mulai sayup menatap layar laptop, Rani melirik jam di dinding.
“Hah? Jam satu?! Kok ngga berasa?! Ah tapi baru episode enam belas. Tapi udah ngantuk. Payah ah.”
Rani menutup laptopnya dan meraih ponselnya, menghidupkan paket data yang daritadi ia off-kan.
“Mampus gue.” Rani menatap kagum personal message dari El. “Empat puluh Sembilan pesan. Dia ngetik apa aja deh? Duh, buka ngga ya? Apa ngga usah aja ya? Terus besok bilang nge-charge dan gue ketiduran. Iya kali ya?”
Setelah melihat pesan dari grup kelas, Rani menaruh kembali ponselnya dan memejamkan matanya.
Keesokan paginya, pukul tujuh kurang sepuluh, El sudah duduk manis di halaman rumah Rani. Setelah pamit pada Ibu Rani, mereka bergegas berangkat ke sekolah.
‘Untung El bawa mobil, bisa merem sebentar.’ gumam Rani dalam hati.
“Kayanya kamu ngantuk banget.”
“Eh iya El, maaf chat kamu baru aku buka, semalem ketiduran, hapenya aku charge. Mianhe.
“Mianhe?” El menatap bingung.
“Maaf, maksudnya.”
“Ketiduran? Mata kamu berkantung.”
“Kayanya emang begini deh dari beberapa hari yang lalu.”
“Yakin ketiduran?”
“Iya. Kenapa sih emangnya?”
“Aku baru tidur jam tiga pagi. Nunggu balesan dari kamu. Last seen kamu jam satu pagi, bukannya kamu sempet buka whatsapp? Tapi kenapa ngga bales chat dari aku?”
Rani terkejut. Ia baru ingat, semalam sebelum tidur, ia sempat buka chat dari grup kelasnya. Bodoh. Rani tak memikirkan hal ini sebelumnya.
“Apa alasan kamu bohong sama aku?”
“Iya, maaf udah bohong. Semalem aku nonton drama Korea sampe lupa waktu. Hapenya aku charge terus paket datanya aku matiin.”
“Nonton drama sampe jam satu pagi tanpa pesan apa-apa?” El menatap Rani garang dari belakang kemudinya.
“Emangnya kenapa sih kalo aku nonton drama Korea sampe tengah pagi?”
“Masih bisa nanya kenapa?!”
Nada bicara El sudah mulai meninggi, tapi kemudian ia kendalikan emosinya. El menghembuskan napas berat dan memilih fokus pada jalanan.
Rani memilih diam karena ia tau El sedang berapi-api. Sesampainya di sekolah, Rani turun tanpa menunggu El.
“Aku duluan.” hanya itu yang Rani ucapkan.
Sesampainya di kelas.
“Raniiiiiiiiiiii.” teriak Windy, teman semeja Rani.
“Apa? Berisik deh pagi-pagi.”
“EXO Ran! EXO main drama!”
“EXO? Itu apa?”
“Eh tapi baru kabar sih, tayangnya kapan belum tau.”
“Gue tanya EXO itu apa.”
“Boyband, membernya ada dua belas, tapi yang dua hengkang, jadi sisa sepuluh.”
“Ya lo pikir aja dua belas hengkang dua masa sisa tujuh?”
“Ih! Eh tapi serius ya, kalo dramanya udah tayang, lo harus nonton. Member EXO tuh ganteng semua!”
“Antusias banget sih lo. Biasa aja kali.”
“Ahh, paling juga di rumah searching siapa itu EXO.”
“Soktau!”
Saat jam istirahat, Rani memilih berada di kelas. Mendengarkan lagu sambil menonton video clip Infinite.
“Kok gue masih susah nyari mana Sungyeol ya? Ah!” gumam Rani.
“Ran, dicariin Kak Alva tuh di depan.” ucap seorang teman sekelas yang baru saja dari luar.
Rani melepas headset dan menaruhnya di loker mejanya, lalu keluar kelas dan menghampiri El yang sedang bersandar pada balkon sambil melihat aktivitas di lapangan.
“Kamu nyari aku?”
“Menurut kamu aku cari siapa?”
Rani diam.
“Ngga makan?”
“Aku ngga laper. Kamu sendiri?”
“Tadinya mau ngajak makan bareng, tapi kamunya ngga laper.”
“Aku mau tidur aja di kelas.”
“Ran, pinjem hape kamu.”
Rani merogoh saku jas cokelat mudanya, lalu memberikan ponselnya pada El.
“Kamu ngga mau minjem hape aku?” tanya El.
“Aku percaya sama kamu kok.”
“Jadi kamu mikir aku minjem hape kamu karena aku ngga percaya sama kamu?”
Rani mengangkat bahunya dan kemudian masuk ke dalam kelas. El kembali ke kelasnya, melihat-lihat isi ponsel kekasihnya.
“Rani, sejak kapan jadi kaya gini?”
El terkejut melihat daftar lagu dan koleksi foto di ponsel kekasihnya. Sebagian besar hanya ada lagu Korea dan galerinya dipenuhi video clip boyband asal Korea—Infinite.
“Sungyeol?” El mencibir.
            ~
“Nih hape kamu.” El memberikannya sebelum Rani turun dari mobil El.
“Ngga ada yang aneh-aneh kan?”
“Banyak. Dan yang aneh-aneh udah aku hapus.”
Rani menatap bingung. Lalu melihat apa yang terjadi pada ponselnya.
“HAH?!” Rani melirik El dengan tatapan penuh tanya. Ia kaget setengah mati kartu memorinya sudah kosong tanpa sisa. Matanya berair.
“Aku format kartu memori kamu. Geli tau liat isi yang ada di hape kamu, jadi aku format kartu memorinya.” ucap El dengan tenang tanpa peduli perasaan Rani.
El melihat Rani mulai meneteskan airmatanya.
“Kamu nangis?” tanya El sambil mencibir. “Aku ngga suka kamu suka Korea-koreaan. Apalagi Sungyeol.”
Rani masih diam. Ia hampir meledak.
“Kamu ngga suka? Tapi aku suka. Kayanya kamu juga ngga punya hak buat ngelakuin ini deh.”
“Selama kamu di sekitar aku, ngga usah bawa-bawa apapun tentang hal yang kamu suka sekarang. Aku ngga suka.”
“Gitu? Yaudah, jangan berada di sekitar aku mulai sekarang.”
Setelah itu, Rani turun dari mobil El.
“Rani!”
Rani mengabaikan semua panggilan dan pesan dari El. Apa rasa ini berlebihan? Mungkin tidak. Rani tidak akan sesakit hati ini kalau saja El tidak bicara seperti tadi.
Rasa sakitnya terobati semenjak menonton idolanya di youtube.
Beberapa hari tanpa Rani, sepertinya El mulai kesepian. El menunggu Rani di depan kelasnya. Begitu Rani keluar, El langsung menarik tangan Rani dan menggandengnya sampai parkiran.
“Apaan sih!” Rani melepas genggaman itu.
“Oke, aku udah keterlaluan sama kamu. Maaf. Tetap ada di sekiatrku.”
“Dengan semua hal yang aku suka?”
“Iya.”
“Korea? Drama? Infinite?”
“Iya.”
Rani tersenyum.
            ~
Gireul barkhyeojwo
Ije wonteun maldeun seontaegeun kkeutnasseo
Naui jeonbureul da geolgesseo
Jikyeo nael geoya
Eotteon eoryeoun yeojeongi doenda haedo
Nan neo bakken an boinda
[Infinite - Last Romeo]
“Itu lagu apa yang kamu nyanyiin?” tanya El.
“Last Romeo-nya Infinite.”
“Kamu suka Infinite?”
“Semenjak nonton drama Korea High School Love On, kayanya iya deh aku suka Infinite.”
“Sungyeol tuh siapa? Mukanya banyak banget di hape kamu. Wallpaper, background hape kamu, lock screen, sampe wallpaper whatsapp kamu mukanya dia. Sebenernya pacar kamu tuh dia apa aku sih?”
“Kamu cemburu sama Sungyeol?” tanya Rani diselingi tawa.
“Cemburu? Ngga ada hal yang lebih logis daripada cemburu sama orang yang ngga aku kenal? Ngaco kamu.”
“Tapi maaf ya El, kamu aku dua-in.”
“Maksud kamu?!”
“Kalo ngga ada kamu, aku pacarnya Sungyeol.”
“Dia sama aku juga gantengan aku ke mana-mana.”
“Jauh. Kubur harapan itu dalem-dalem. Oke?”
El melirik Rani dengan tatapan sinis. Sedangkan Rani tersenyum jahil.
Siang ini, di tempat makan. Rani mengeluarkan laptop dari ranselnya. Beberapa menit kemudian, Rani sibuk dengan apa yang ada di depan matanya.
“Kamu lagi ngapain?”
“Manfaatin wifi yang disediakan.”
“Ngapain sih?”
“Download drakor.”
“Drakor?”
“Drama Korea! Norak deh.”
“Ya kan aku ngga tau.”
“Siapa yang main?”
“EXO! Peran utamanya Chanyeol, D.O, Sehun, sama Baekhyun. Kalo pemeran utama ceweknya, Moon Gayoung.” jelas Rani.
“Moon Gayoung?” El berpikir sejenak. “Bulan gayung? Atau gayung bulan?”
“Apaan sih kamu! Hahahahahaha.”
“Serius deh, aku ngga paham apa yang kamu omongin.”
“Biar paham, mau denger lagu-lagunya?”
“Ngga. Makasih.”
Rani tersenyum.
El memainkan ponselnya sambil sesekali melihat wanita yang sedang senyum-senyum sendiri di hadapannya. Gadis yang resmi menjadi miliknya setahun yang lalu, berubah drastis dengan yang sekarang.
Dulu, waktu pertama kali kenal Rani, ia bukan gadis penggemar segala sesuatu tentang Korea. Justru Rani membenci siapapun yang menyukai Korea. Terlebih drama fiksi dan boyband yang katanya seluruh membernya memiliki wajah yang ‘cantik’.
Namun El merasa dunia sedang terbalik sejak dua bulan terakhir. Entah berasal darimana keingintahuan Rani tentang hal yang dulu tidak ia sukai.
Kekasihnya jadi memuja orang bermata sipit dengan wajah penuh oplas. Suara yang pas-pasan dan memodalkan tampang 'kedua' untuk mendapatkan banyak fans.
Selalu mendengarkan lagu dengan lirik yang artikulasinya susah disebutkan. Menonton cerita cinta fiksi yang monoton sekaligus aneh. Dan berbincang omongan kosong dengan sesama pecinta Korea.
Itulah yang terlintas dalam pikiran El saat memperhatikan kekasihnya.
“Ran…”
“Hm?” tatapan beralih pada El.
“Buat kamu.” El memberikan kotak berwarna hitam.
Kalau dilihat dari kotaknya, ini seperti kotak perhiasan.
            “Apa ini?” tanya Rani sambil menerima pemberian dari El.
Perlahan, Rani membuka kotak itu.
“Hah? El, gimana dapetin ini? El…”
“Aku minta Oom-ku yang ada di Korea ngusahain dapetin kalung itu. Mungkin di sini banyak, tapi aku ngga tau toko mana yang jual kalung kaya yang Sungyeol pake di video clip Be Mine versi Jepang.”
“Tunggu. Kamu liat video clip Infinite? Aku ngga salah denger?”
“Kamu cuman salah paham. Aku ngga kerja keras buat tau tentang kalung itu. Aku tau dari Windy. Tolong jangan mikir kalo aku juga suka ya sama boyband cantik itu. Apalagi idola kamu. Ngga akan.”
“Aaaaaaaaa El, makasih banyak! Aku suka banget.” Rani duduk disamping El dan mencubit kedua pipi El.
“Aku seneng liat kamu kaya gini, walaupun aku sedikit males ngelakuin hal beginian.”
“Ngga peduli kamu mau ngomong apa. Ini bagus!”
“Besok-besok kalo ngefans tuh sama cowok yang beneran, bukan yang pake kalung.”
END

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makna Rasa Dibalik Lirik Lagu

Cerpen: At The Past

About SCIGENCE [Part 1]