Postingan

Menampilkan postingan dari 2016

Miss[ing] You

Saya ingin bicara serius hari ini. Tentang rasa sakit yang entah kapan pulihnya. Sesak yang masih lama tenangnya. Hal ini terlalu sakit kalau terus dibahas, namun selalu teringat dan membuat perasaan saya tersayat. Yang terkaya di bumi tidak akan mampu membeli momen-momen di masa lalu. Kejadian masa lampau tidak akan bisa hadir lagi. Lantas bagaimana dengan rasa rindu yang teramat dalam? Perasaan tidak terbalas selalu menyakitkan. Menyimpan tangisan dalam-dalam. Rasa rindu saya tidak akan pernah terbalas. Padahal, setidaknya saya ingin lihat wajahnya. Tidak akan ada tuntutan ingin bicara dengannya atau bahkan memeluknya. Tuhan, sayang sangat merindukannya. Saya masih tidak paham dengan pendapat orang yang katanya "setiap perpisahan akan menghadirkan pertemuan yang baru, pun dengan pertemuan yang akan menghadirkan perpisahan." Apa hidup memang seperti itu? Bagaimana teori seperti itu bisa muncul? Atau mungkin ini hanya sebatas cara pandang setiap manusia? Mungkin. Kare...

Untuk Ibu

Halo, gimana kabar kalian? Lama ngga ngetik di sini. Tau lah alasannya. Penunggu di sini udah kehilangan seseorang sebagai bahan tulisannya, hehe. Dia udah lulus. Btw, selamat ya kak. Semoga kita ketemu di kehidupan selanjutnya, entah sebagai apa, saya terima. He he. Hari ini, 11 Oktober 2016. Banyak yang sudah ia lewati. Masa sulit, tersulit, atau bahkan yang paling sulit. Sepahit empedu mungkin sudah ia cicipi. Entah bagaimana menyebut tentang usianya. Bertambah, atau berkurang? Sudah menginjak angka pertama di kepala empat, tapi anak-anaknya belum melihat sehelai warna putih di atas mahkotanya. Anak-anak mamah bukan orang-orang yang mudah mengucapkan sesuatu karena situasi atau momen. Mereka lebih senang diam dan bertutur kata sendiri. Mereka datar dan dingin. Bukan salah kita, karena buah jatuh ngga jauh dari pohonnya, he he. Berkali-kali jatuh, juga berulang kali bangun. Mah, kita ngga selalu di sisi mamah, ngga melulu genggam tangan mamah atau setidaknya hapus air m...

Complicated [Epilog]

Yogyakarta. Adalah kota terakhir yang menjadi destinasi selama bersekolah di SMA yang menjadi tempat Luna menempuh pendidikan. Luna senang karena bisa satu bus dengan ketiga sahabatnya; Marsha, Rina, dan Sofi. Selain mereka bertiga, Luna juga satu bus dengan Farel. Jakarta-Jogja bukanlah jarak kilometer yang pendek. Sesekali Luna sering merasa pusing dan mual berlama-lama di dalam bus. Untunglah Luna dan ketiga sahabatnya sudah menyiapkan cemilan untuk perjalanan panjang mereka. Luna dan Sofi duduk di bangku ke lima dari belakang, di depan Luna dan Sofi ada Marsha dan Rina, sedangkan di belakang Luna, ada Farel dan Abi. Sejujurnya, di hati kecil Luna ia senang karena Farel akan ada di belakangnya selama perjalanan. Tidak banyak mengobrol, tapi sesekali candaan itu pasti ada. Luna benar-benar berusaha menyembunyikan segala sesuatu yang tak perlu orang lain tau. Karena Luna hanya ingin mengubur semua rasa, walaupun belum sepenuhnya bisa. Melihat wajah lelahnya Farel saat ter...

Done!

Selesai. Sudah lama bukannya? Iya. Begitupun perasaannya, perasaanku. Tapi tidak ada yang tahu tentang hari esok. Tentang siapa yang ternyata masih bersembunyi bersama perasaannya yang tidak ingin diungkapkan. Atau tentang siapa yang dengan percaya diri sudah lepas dari masa lalu nya. Tidak ada yang tahu tentang sehari kemudian. Aku atau kamu yang masih menganggap semua masih berjalan. Tapi, kurasa kita sudah sama-sama baik-baik saja. Baik-baik saja dengan keadaan perasaan yang sekarang. Kamu dan dunia kamu, dengan urusanmu, dengan seseorang yang baru. Aku dan duniaku, dengan urusanku, dengan seseorang yang... entah. Baik-baik di sana dengan kata yang sudah terucap. Aku di sini juga akan baik-baik saja dengan kata yang masih tertahan di tenggorokanku. Mengingat tentang hari ini, aku berharap semua akan baik-baik saja untuk seterusnya, atau akan lebih baik dari ini. Sebenarnya aku lelah berharap, namun aku tidak akan berhenti berharap tentang hidupku sebagai sulung. Tent...

Complicated [Epilog]

Ending! Yogyakarta. Adalah kota terakhir yang menjadi destinasi selama bersekolah di SMA yang menjadi tempat Luna menempuh pendidikan. Luna senang karena bisa satu bus dengan ketiga sahabatnya; Marsha, Rina, dan Sofi. Selain mereka bertiga, Luna juga satu bus dengan Farel. Jakarta-Jogja bukanlah jarak kilometer yang pendek. Sesekali Luna sering merasa pusing dan mual berlama-lama di dalam bus. Untunglah Luna dan ketiga sahabatnya sudah menyiapkan cemilan untuk perjalanan panjang mereka. Luna dan Sofi duduk di bangku ke lima dari belakang, di depan Luna dan Sofi ada Marsha dan Rina, sedangkan di belakang Luna, ada Farel dan Abi. Sejujurnya, di hati kecil Luna ia senang karena Farel akan ada di belakangnya selama perjalanan. Tidak banyak mengobrol, tapi sesekali candaan itu pasti ada. Luna benar-benar berusaha menyembunyikan segala sesuatu yang tak perlu orang lain tau. Karena Luna hanya ingin mengubur semua rasa, walaupun belum sepenuhnya bisa. Melihat wajah lelahnya Farel ...

Cerpen: Dilemma

Ponsel Sandara menyala, seseorang mengiriminya sebuah pesan dalam media komunikasi. Seorang teman—Airin—melirik layar ponsel Sandara. “Lo masih chattingan sama Ansan?” tanya Airin. Sandara menghentikan aktivitasnya dari mengetik sesuatu di laptopnya. “Ansan? Siapa tuh?” Sandara malah bertanya balik. “Nih.” Airin menggeser ponsel ke pemiliknya. Sandara menggeser slide-screen nya. “Oh, Sanha. Iya, masih. Emang kenapa?” tanya Sandara sambil melirik teman sejak SMA nya itu. “Gue pikir lo udah selesai sama dia.” kata Airin. Sandara terkikik, “Selesai? Mulai aja engga, Rin. Apa yang mau diselesaiin?” Airin memperhatikan teman baiknya yang melanjutkan mengetiknya. “Ngga capek?” tanya Airin. “Ya capek. Tapi gue bisa apa? Lepas dari Jun karena Sanha aja udah bersyukur. Tau kan lo berapa liter air mata yang pernah gue habisin di masa-masa gue sama Jun?” “Ya tapi ngga harus ke Sanha juga. Dia juga ujung-ujungnya bikin lo nangis.” “Iya, gue tau. Tapi dia kan ngga akan tau,...