Cerpen: Dilemma
Ponsel Sandara menyala, seseorang mengiriminya sebuah pesan
dalam media komunikasi.
Seorang teman—Airin—melirik layar ponsel Sandara.
“Lo masih chattingan sama Ansan?” tanya Airin.
Sandara menghentikan aktivitasnya dari mengetik sesuatu di
laptopnya.
“Ansan? Siapa tuh?” Sandara malah bertanya balik.
“Nih.” Airin menggeser ponsel ke pemiliknya. Sandara menggeser slide-screen nya.
“Oh, Sanha. Iya, masih. Emang kenapa?” tanya Sandara sambil melirik teman sejak SMA nya itu.
“Gue pikir lo udah selesai sama dia.” kata Airin.
“Nih.” Airin menggeser ponsel ke pemiliknya. Sandara menggeser slide-screen nya.
“Oh, Sanha. Iya, masih. Emang kenapa?” tanya Sandara sambil melirik teman sejak SMA nya itu.
“Gue pikir lo udah selesai sama dia.” kata Airin.
Sandara terkikik, “Selesai? Mulai aja engga, Rin. Apa yang
mau diselesaiin?”
Airin memperhatikan teman baiknya yang melanjutkan
mengetiknya.
“Ngga capek?” tanya Airin.
“Ya capek. Tapi gue bisa apa? Lepas dari Jun karena Sanha aja udah bersyukur. Tau kan lo berapa liter air mata yang pernah gue habisin di masa-masa gue sama Jun?”
“Ya tapi ngga harus ke Sanha juga. Dia juga ujung-ujungnya bikin lo nangis.”
“Iya, gue tau. Tapi dia kan ngga akan tau, Rin.”
“Ah, yaudah deh. Gue ngga mau percaya lagi kalo lo bilang mau nyelesaiin perasaan lo ke Sanha.” kata Airin yang memilih fokus pada ponselnya.
“Ya capek. Tapi gue bisa apa? Lepas dari Jun karena Sanha aja udah bersyukur. Tau kan lo berapa liter air mata yang pernah gue habisin di masa-masa gue sama Jun?”
“Ya tapi ngga harus ke Sanha juga. Dia juga ujung-ujungnya bikin lo nangis.”
“Iya, gue tau. Tapi dia kan ngga akan tau, Rin.”
“Ah, yaudah deh. Gue ngga mau percaya lagi kalo lo bilang mau nyelesaiin perasaan lo ke Sanha.” kata Airin yang memilih fokus pada ponselnya.
Tiba-tiba jari Sandara berhenti di ambang tuts abjad.
“Rin, gue salah apa ya sama dia? Kadang dia baik, tapi
tiba-tiba deket sama cewek lain. Gue sama dia tuh sebenernya gimana ya?” gumam
Sandara.
“Mending lo sama Jun lagi. Yang gue tau, Jun kayanya gagal move on dari lo.” ucap Airin santai.
“Mending lo sama Jun lagi. Yang gue tau, Jun kayanya gagal move on dari lo.” ucap Airin santai.
Sandara diam sejenak. Memikirkan yang siapapun tak akan tahu.
Airin melirik tanpa bersuara.
“Dia selalu gitu, sih. Ngga pernah jujur sama perasaannya.
Padahal, kalau aja dia bisa jujur ke gue tentang perasaannya, sekalipun masih
ragu, mungkin gue bisa aja balik lagi ke dia. Dari dulu gue udah pernah bilang
kan ya sama dia. Semua tergantung sikap dan perlakuannya.” Sandara mengupas
masa lalu nya.
“Dia lagi PDKT sama someone, San.” kata Airin.
“Oh, iya? Bagus dong.”
“Cuman ya gitu. Ujung-ujungnya PHP. Chatting lama dibales.”
“Kalau itu sih sama kaya waktu sama gue. Udah bawaannya kali ya lama bales chatting.”
“Masalahnya, tuh cewek udah baper sama Jun. Tapi akhir-akhir ini Jun sering bahas lo, San.”
“Bahas gimana?”
“Nanyain lo. Yah, gue kan ngga boleh bilang ke lo ya. Lupa.” Airin baru ingat kalau sebenarnya ia tidak boleh bilang ke Sandara.
“Bahas gimana, Rin?” Sandara mengulang pertanyaannya.
“Itu udah gue kasih tau tadi. Dia lagi PDKT, tapi gitu, PHP. Dan dia masih sering nanyain lo.”
“Dia lagi PDKT sama someone, San.” kata Airin.
“Oh, iya? Bagus dong.”
“Cuman ya gitu. Ujung-ujungnya PHP. Chatting lama dibales.”
“Kalau itu sih sama kaya waktu sama gue. Udah bawaannya kali ya lama bales chatting.”
“Masalahnya, tuh cewek udah baper sama Jun. Tapi akhir-akhir ini Jun sering bahas lo, San.”
“Bahas gimana?”
“Nanyain lo. Yah, gue kan ngga boleh bilang ke lo ya. Lupa.” Airin baru ingat kalau sebenarnya ia tidak boleh bilang ke Sandara.
“Bahas gimana, Rin?” Sandara mengulang pertanyaannya.
“Itu udah gue kasih tau tadi. Dia lagi PDKT, tapi gitu, PHP. Dan dia masih sering nanyain lo.”
Sandara hanya bergumam.
~
Tetaplah engkau di sini, jangan
datang lalu kau pergi. Jangan anggap hatiku jadi tempat persinggahanmu untuk cinta
sesaat.
“Galau bener dengerin lagunya.” Sanha datang dan duduk di
samping Sandara.
“Engga. Ngga galau. Emang ke-play nya lagu ini kok.” ucap Sandara.
“Masa? Gimana reuni SMA kemarin? Ketemu mantannya dong?” tanya Sanha.
“Ketemu. Kan satu kelas, San.”
“Flashback dong?”
“Kenapa kok nanyanya gitu?”
“Ya ngga papa, mastiin aja, sih.”
“Engga. Ngga galau. Emang ke-play nya lagu ini kok.” ucap Sandara.
“Masa? Gimana reuni SMA kemarin? Ketemu mantannya dong?” tanya Sanha.
“Ketemu. Kan satu kelas, San.”
“Flashback dong?”
“Kenapa kok nanyanya gitu?”
“Ya ngga papa, mastiin aja, sih.”
Mastiin? For what?
“Eh, duluan ya.” setelah itu Sanha bangun dari duduknya dan
pergi meninggalkan Sandara yang sedang menunggu Airin selesai kelas—karena
mereka beda kelas meskipun satu jurusan.
Di sela waktu Sandara menunggu Airin selesai kelas, seseorang
mengiriminya pesan lewat aplikasi komunikasi di ponselnya.
“Jun?” gumam Sandara.
From: Anjuna
My ex? Hahahaha!
My ex? Hahahaha!
“Ex? Ex-o ex-o?” gumam Sandara sambil terkikik.
Belum sempat membalas pesan dari mantan kekasihnya, Airin
datang sambil berteriak seperti orang kebakaran jenggot.
“Sandara, Sandara, Sandara!”
“Apa?? Kenapa??” Sandara langsung mengumpatkan ponselnya.
“Perasaan lo baik-baik aja kan?”
“Emang kenapa?”
“Sanha. Ansanha, Sandara.”
“Kenapa sama Sanha?” Sandara masih tenang.
“Apa?? Kenapa??” Sandara langsung mengumpatkan ponselnya.
“Perasaan lo baik-baik aja kan?”
“Emang kenapa?”
“Sanha. Ansanha, Sandara.”
“Kenapa sama Sanha?” Sandara masih tenang.
Airin diam sepersekian detik.
“Jadi lo ngga tau?”
Sandara menggelengkan kepalanya.
Airin menghela napas. “Gue juga ngga nyangka bakal gini
jadinya.”
“Kenapa Rin? Kenapa sama Sanha?” Sandara menggoyangkan lengan Airin.
“Sanha sama Irish. Pulang bareng.” Airin tega tak tega menjawabnya, menatap temannya lirih.
“Kenapa Rin? Kenapa sama Sanha?” Sandara menggoyangkan lengan Airin.
“Sanha sama Irish. Pulang bareng.” Airin tega tak tega menjawabnya, menatap temannya lirih.
Hening.
“Oh. Mereka lagi deket.” Sandara mengangguk miris.
Sebelumnya Airin memang sempat cerita kalau salah satu teman
di kelasnya sedang dekat dengan seseorang yang Sandara suka sejak awal masuk
kuliah. Di awal, Irish bilang kalau ia tak akan jatuh cinta dengan Sanha, tapi
Sandara selalu menepis pernyataan Irish (meski tak secara langsung).
Ngga ada perempuan yang baik-baik saja perasaannya kalau
kekosongannya selalu diisi dengan seseorang.
Sekeras apapun bilang tidak, seiring berjalannya waktu pasti
akan ada perubahan dengan sendirinya.
“Lo baik-baik aja kan?” tegur Airin, karena sejak tadi,
Sandara hanya diam.
“Ngga papa kok. Kan udah pernah gue bilang juga. Justru gue aneh kalau Irish ngga akan punya perasaan apapun ke Sanha. Yaudah yuk, balik.” Sandara bangun dari duduknya.
“Ngga papa kok. Kan udah pernah gue bilang juga. Justru gue aneh kalau Irish ngga akan punya perasaan apapun ke Sanha. Yaudah yuk, balik.” Sandara bangun dari duduknya.
.
“Kenapa sih kisah lo selalu berjudul move on. Lepas dari Jun, lari ke Sanha, tapi Sanha juga bikin lo
harus move on ke yang lain.”
“Ya namanya perasaan. Ngga ada yang tau, Rin.”
“Jangan sok kuat.”
“Ya namanya perasaan. Ngga ada yang tau, Rin.”
“Jangan sok kuat.”
Sandara malah tertawa.
~
Ada satu waktu di mana siang menjelang sore membuat mereka
mengobrol sedikit lama dari biasanya.
Sanha duduk di samping Sandara, melepas salah satu headset
dari telinga Sandara.
Kadang masa depan ada di belakang,
memanggil namamu, kejarlah.
“San? Lo seriusan lagi galau sama mantan lo ya?” tanya Sanha
sambil melempar tatap ke Sandara.
“Cuman dengerin lagu.”
“Jangan bohong. Lo lagi deket lagi sama mantan lo kan? Siapa namanya, Jin, Jun, Jin dan Jun terserahlah.”
“Anjuna.”
“Iya, terserah. Ya kan, lo lagi proses balikan ya?”
“Cuman dengerin lagu.”
“Jangan bohong. Lo lagi deket lagi sama mantan lo kan? Siapa namanya, Jin, Jun, Jin dan Jun terserahlah.”
“Anjuna.”
“Iya, terserah. Ya kan, lo lagi proses balikan ya?”
Sandara menggelengkan kepalanya.
“Emang kalo Sandara balikan sama mantannya, kenapa San?”
tanya Airin yang duduk di hadapan mereka berdua.
Sanha diam, memikirkan jawabannya.
“Bukannya harusnya lo udah selesai sama dia?”
“Udah lama San selesainya.” Sandara terkikik.
“Dan udah ada yang gantiin posisinya dia di hati lo, kan?”
“Udah lama San selesainya.” Sandara terkikik.
“Dan udah ada yang gantiin posisinya dia di hati lo, kan?”
Sekarang Sandara yang diam, melempar pandangan pada Airin
yang hanya mengangkat bahu.
“Mungkin iya,” ucap Sandara. “Mungkin juga engga.”
Sanha mengernyitkan keningnya.
“Lo kenapa nanya gitu, San?” tanya Airin.
“Ngga papa. Yaudah, gue duluan ya.” Sanha bangun dari duduknya.
“Ngga papa. Yaudah, gue duluan ya.” Sanha bangun dari duduknya.
Saat Sanha hendak meninggalkan Sandara dan Airin,
“Irish udah pulang daritadi, San. Dia pulang ke Bandung.”
tiba-tiba Airin bicara begitu, langsung disambut tatapan bingung oleh Sandara.
Sanha menoleh, mengalihkan pandangannya dari layar ponselnya.
“Eh.” gumam Sanha sambil melirik Sandara. “Gue kan ngga nanya
tentang Irish, Rin.” Sanha terkikik kaku.
“Oh, kirain mau nyamperin, gitu, kaya biasanya. Gue cuman ngasih tau aja sih. Tapi kayanya lo udah tau ya? Tau langsung dari Irish nya.”
“Oh, kirain mau nyamperin, gitu, kaya biasanya. Gue cuman ngasih tau aja sih. Tapi kayanya lo udah tau ya? Tau langsung dari Irish nya.”
Ucapan Airin membuat Sanha dan Sandara bingung.
“Gue duluan ya.” Sanha benar-benar melangkah seribu setelah
pamit pada Airin dan Sandara.
“Maksud lo apa deh Rin? Gue ngga paham.” Sandara menatap
temannya bingung.
“Kesel, San. Masa lo ngga kesel sih? Pertanyaan Sanha kaya seakan dia tau lo suka sama dia, tapi dia lagi deket sama orang lain. Lo ngga kesel? Maunya tuh orang apa sih.”
“Kalau pun gue kesel, gue harus apa? Terus kalau gue marah, emang gue bisa nyalahin dia? Engga kan.”
“Ngga ngerti deh sama Sanha. Kubur deh perasaan lo ke dia dalam-dalam. Nyebelin tuh orang.”
“Kesel, San. Masa lo ngga kesel sih? Pertanyaan Sanha kaya seakan dia tau lo suka sama dia, tapi dia lagi deket sama orang lain. Lo ngga kesel? Maunya tuh orang apa sih.”
“Kalau pun gue kesel, gue harus apa? Terus kalau gue marah, emang gue bisa nyalahin dia? Engga kan.”
“Ngga ngerti deh sama Sanha. Kubur deh perasaan lo ke dia dalam-dalam. Nyebelin tuh orang.”
Jadi Airin yang kesal.
“Gue masih suka kok sama dia. Tapi sukanya sendirian.”
Sandara tertawa.
Airin hanya mendengus.
~
Ku
ingin cinta hadir untuk selamanya
bukan hanya lah untuk sementara
menyapa dan hilang
terbit tenggelam bagai pelangi
yang indahnya hanya sesaat
tuk ku lihat dia mewarnai hari
Tetaplah engkau di sini
jangan datang lalu kau pergi
jangan anggap hatiku
jadi tempat persinggahanmu
untuk cinta sesaat
Mengapa ku tak bisa jadi
cinta yang tak akan pernah terganti
(ku hanya menjadi) cinta yg tak akan terjadi
lalu mengapa kau masih di sini
memperpanjang harapan
Kau bagai kapal yang terus melaju
di luasnya ombak samudera biru
namun sayangnya kau tak pilih aku
jadi pelabuhanmu
Tetaplah engkau di sini
jangan datang lalu kau pergi
jangan anggap hatiku
jadi tempat persinggahanmu
Bila tak ingin di sini
jangan berlalu lalang lagi
biarkanlah hatiku
mencari cinta sejati
wahai cintaku
wahai cinta sesaat
bukan hanya lah untuk sementara
menyapa dan hilang
terbit tenggelam bagai pelangi
yang indahnya hanya sesaat
tuk ku lihat dia mewarnai hari
Tetaplah engkau di sini
jangan datang lalu kau pergi
jangan anggap hatiku
jadi tempat persinggahanmu
untuk cinta sesaat
Mengapa ku tak bisa jadi
cinta yang tak akan pernah terganti
(ku hanya menjadi) cinta yg tak akan terjadi
lalu mengapa kau masih di sini
memperpanjang harapan
Kau bagai kapal yang terus melaju
di luasnya ombak samudera biru
namun sayangnya kau tak pilih aku
jadi pelabuhanmu
Tetaplah engkau di sini
jangan datang lalu kau pergi
jangan anggap hatiku
jadi tempat persinggahanmu
Bila tak ingin di sini
jangan berlalu lalang lagi
biarkanlah hatiku
mencari cinta sejati
wahai cintaku
wahai cinta sesaat
Sandara memikirkan tentang perasaannya sekarang.
Ia pernah benar-benar menyukai Sanha, juga pernah membuang
jauh-jauh perasaannya, meski akhirnya harus kembali lagi.
Ia pernah mencoba untuk sama sekali tidak membahasnya,
bahkan pernah malas untuk mendengar seseorang menyebut namanya.
Semakin ke sini, ia semakin dilemma dengan perasaannya
terhadap satu nama yang ia pilih sejak masuk kuliah. Sanha. Yang membuatnya
benar-benar berakhir dengan mantan kekasihnya—Jun.
Namun Sandara juga tidak bisa banyak berbuat. Ia bukan
seseorang atau sesuatu yang bisa membolak-balik perasaan seseorang.
Ia bukan siapa-siapa. Tidak ada hubungannya. Tidak ada yang
bisa dilakukannya ketika seseorang yang disukainya, sedang menyukai orang lain.
Sandara terlalu percaya diri kalau mengatakan Sanha
berkali-kali datang dan pergi. Ini hanya karena rasa berharap Sandara terlalu
besar pada Sanha.
Ini sudah ke sekian kali ia seperti ini.
Abaikan saja. Semua akan kembali seperti seharusnya—perasaan
Sandara akan segera memudar.
Ini hanya rasa percaya diri Sandara. Rasa percayanya seorang
diri.
END
Komentar
Posting Komentar