Complicated [Lima belas - One Time]



Karena ujian praktik selalu selang-seling, hari ini kelasku kebagian kloter kedua. Menunggu hasil di depan Lab Biologi bersama teman-teman yang lain. Jumat sore cukup gerah. Bercerita pada beberapa temanku tentang kekasihnya.
Aku tidak akan merubah posisi dudukku. Dari sini aku bisa melihat Farel tersenyum dan tertawa, walaupun tak sedikitpun Farel menoleh ke arahku. Cukup miris melihatnya tertawa bersama teman-temanku yang lain, dan aku hanya mampu melihat sebagai penonton, tanpa harus ikut larut dalam suasana itu.
Tiba-tiba Marsha memanggilku, Marsha ada di dekat Farel.
“Lun, sini sebentar. Aku mau ngomong.” teriak Marsha.
“Ngomong apa? Ke sini aja kamu.”
“Kamu mau baikkan ngga sama Farel? Samperin Marsha cepat.” bisik Sofi.
“Ekhem, cieee.” bisik Rina.
Aku berdiri, dan aku menghampiri Marsha.
“Kamu duduk.” kata Marsha. Aku duduk di sebelah Farel, tapi Farel membelakangiku.
“Kamu jangan ubah posisi, Farel. Lunanya kan ada di situ.” kata Marsha.
“Engga, aku mau lihat yang lagi main basket.”
“Ahh, ngeles aja. Rel serius ah.” kesal Marsha.
“Iya iya.” kata Farel.
Aku masih diam membisu, menunggu komando dari Marsha. Ada Gamal di dekatku.
“Lun.” bisik Gamal iseng.
“Apaan?” tanyaku. Gamal malah mengisyaratkan matanya ke arah Farel. Aku hanya tersenyum.
“Farel, dengerin Luna mau minta maaf.” ucap Marsha.
Ah, konyol. Aku kan menunggu waktu untuk berdua, dan akan meminta maaf, hanya berdua. Tapi kenapa Marsha malah melakukan ini. Tapi aku yakin, yang Marsha lakukan adalah sebatas ingin mengembalikan aku dan Farel seperti dulu.
“Kok malah diem? Lun, Rel, kalian tuh teman-temanku, aku sedih lihat kalian diem-dieman begini.” ucap Marsha lirih.
Tarik napas….. lepas. Oke, aku beranikan untuk bicara.
“Aku minta maaf sama semua kesalahan aku, tapi aku bingung salahku apa. Tapi aku ngerasa bersalah, dan aku harus minta maaf. Aku minta maaf.” ucapku pelan, dan lagi-lagi ada pancaran flash dari kamera ponsel.
“Aku udah maafin dari dulu kok.” ucap Farel santai, tanpa menatapku.
“Tatap mukanya Luna dong! Dia udah natap kamu, masa kamu belakangin dia.” kata Marsha.
Farel menghadap ke arahku. Tapi tidak matanya. Aku diam selagi tidak diminta untuk bicara. Lumayan banyak kalimat yang tumpah sore itu, walaupun aku tidak mendeskripsikan kesalahanku di mana, tapi perasaan ini terpuruk dalam kebimbangan dan terus dihantui dengan rasa bersalah.
Hari itu aku berjabat tangan dengan Farel, ini ulah Marsha, tapi aku cukup senang. Tandanya, Farel sudah memaafkanku. Dan ada satu kalimat dariku untuk Farel sebelum ia pulang. Cukup pelan, dan tidak cukup jelas, hanya aku yang tau karena aku yang mengucap. Tapi aku harap, Farel mampu mendengar apa yang kuucap.
“Terakhir, happy failed ya.” bisikku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makna Rasa Dibalik Lirik Lagu

Cerpen: At The Past

About SCIGENCE [Part 1]