Fun Fiction: My First and Last [Part 1]
Keributan di hari Senin membuat Seulji tersadar dari
kerjaannya. Ia mengalihkan pandangan saat semua karyawan berbisik tentang
seseorang yang akan segera datang ke kantor mereka.
"Hya
Min Yoongi, siapa yang akan datang?" tanya Seulji kepada satu-satunya orang
yang sibuk dengan permainan di layar ponselnya.
"Cucu
CEO-nim? Kalau tidak salah." jawab Yoongi tanpa mengalihkan pandangannya
dari layar ponsel.
"Aah geuraeyo." Seulji
hanya mengangguk.
Kemudian beberapa orang masuk dan
salah satunya melempar senyum ke semua karyawan yang ada. Beberapa karyawan
wanita berbisik sambil mengulum senyum. Pria itu. Seulji mengamati dengan
seksama. Rambut blonde yang rapi,
wajahnya terlihat bercahaya, terlebih saat siang bolong seperti ini.
'Ooo, dunia benar-benar membenciku.'
batin Seulji yang menopang dagu, tak lepas pandangan dari pria itu.
"Annyeonghaseyo.
Joneun Nam Taehyun imnida. Mulai hari ini aku akan bekerja dengan kalian."
ucapnya.
"Nam
sajangnim akan menjadi kepala redaksi di sini. Jadi tolong perlakukan dengan baik
dan sopan." ucap salah satu manajernya.
"Aah, biasa saja. Kurasa
beberapa di antara kalian seumuran denganku." tatapannya langsung mendarat ke Seulji.
Sayangnya, Seulji tidak menyadari karena pandangannya beralih ke ponselnya yang
bergetar, melihat panggilan yang masuk.
Setelah perbincangan kecil,
Taehyun masuk ke ruangannya. Ia adalah cucu pemilik The Most (Magazine) dan harabeoji menyuruhnya
mengawasi perusahaan majalah di Busan sebagai pembelajaran. Sebelumnya Taehyun
menghabiskan masa mudanya dengan sangat bebas, terlebih selama masa kuliah.
Melihat cucu tersayangnya seperti itu, harabeoji menjanjikan bahwa saham
perusahaan majalah akan sepenuhnya menjadi milik Taehyun jika ia mulai serius
menekuninya.
Saat jam istirahat, Seulji
menerima panggilan ke tiga dari kekasihnya. Ia sedang malas bicara dengan
Sunggyu sebenarnya, karena akan berujung sama.
"Katchi
meokgo." Yoongi mengajak Seulji.
"Duluan
saja, aku akan menyusul." kata Seulji sebelum menerima panggilan Sunggyu.
"Araseo." sahut
Yoongi dingin, namun tersirat perhatian yang besar dari matanya. Yoongi
berjalan keluar ruangan meninggalkan Seulji.
Yoongi dan Seulji menjalin
perteman baik sejak beberapa pekan lalu. Bahkan banyak yang mengira mereka
berkencan karena kedekatannya.
"Yeoboseyo."
ucap Seulji tanpa ekspresi.
"Eodigaseo?
Kenapa baru menerima panggilanku?" tanya Sunggyu di seberang sana.
"Kau
menelepon saat jam kerja, jadi aku menerima panggilan saat jam istirahat."
ucap Seulji.
"Geuraeyo?
Kenapa aku tidak yakin."
"Molla,
tanya saja pada dirimu."
"Hya,
setidaknya balas pesanku kalau tidak bisa menerima telepon!"
"Wae?
Aku bekerja dengan komputer, bukan dengan ponsel. Aku tidak memainkan ponselku
saat bekerja."
"Gotjimara. Aku tau kau
aktif di instagram dan SNS mu!"
Seulji lupa kalau akun instagram
dan twitternya juga ter-login di
ponsel kekasihnya. Hari ini Seulji memang sempat membalas direct message seseorang di instagram dan sempat me-retweet sebuah link di twitter (SNS) nya.
"Hya
Sunggyu-ah, bisakah kau logout semua
sosial mediaku dari ponselmu? Haish!" kesal Seulji.
"Hya,
apa sekarang aku tidak penting untukmu? Kau jadi lebih sering
mengabaikanku."
"Mworaguyo...!
Hya Sunggyu-ah, aku lebih lama merasakan kesibukanmu dan aku memakluminya,
kenapa sekarang kau tidak bisa memahamiku?"
"Apa
yang harus kupahami? Kau tidak sesibuk yang kau pikirkan!"
"Eotteokhae
neol ara? Berhenti berpikir sesukamu! Aku benar-benar bekerja di sini, kenapa
kau sama sekali tidak mengerti, eo? Hya, bukankah seharusnya kau juga sibuk
karena persiapan comeback-mu?"
“Aah,
kau mengharapkan kita tanpa komunikasi? Hya Seulji-ah—“
"Dwaesseo!
Kau selalu berpikir negatif padaku. Tidak usah menelepon kalau hanya berujung
marah-marah dan menuduhku!"
"Kau
yang marah-marah. Na aniya."
"Mollaseo!
Aku mau makan siang!" Seulji langsung memutus sambungannya dan menaruh
ponselnya dengan keras ke atas meja. "Kau
yang marah-marah. Na aniya! (Meniru Sunggyu).
Busun suruya! Sejak tersambung jelas-jelas ia marah!" Seulji mencibir
kekasihnya sambil menyinyir.
"Waktu
istirahatmu akan habis kalau kau hanya menggerutu di sini." ucap seseorang
dari belakang. Seulji terkejut dan sontak menoleh,
"Annyeonghaseyo."
Seulji membungkuk.
"An-meokgo?"
"Ye?" Seulji sedikit
terbelalak mendengar cara bicara sajangnim.
Taehyun terkikik.
"Jangan
bicara formal padaku. Aku tidak suka seseorang bicara formal padaku."
katanya.
"Keuge...
Aku tidak bisa melakukannya, kau atasanku." kata Seulji.
"Di luar jam kerja aku bukan
lagi atasanmu. Arachi? Kkaja." Ia memimpin langkah.
Seulji berjalan sedikit di
belakang Taehyun.
"Kende,
karyawan yang duduk di belakangmu, bukankah ia mengajakmu makan bersama?"
tanya Taehyun.
"Ye."
Taehyun menoleh, memandang
sengit. Seulji bungkam.
"Aku
akan memberimu surat peringatan kalau kau masih bicara formal padaku."
ucap Taehyun.
"Ne?
A, aniya, andwae. Araseo, aku akan bicara banmal padamu." Seulji langsung
panik dan bicara banmal pada Taehyun.
Taehyun hanya menyengir kuda.
.
Saat selesai jam istirahat dan
semua karyawan kembali ke tempatnya masing-masing, Seulji langsung memeriksa
ponselnya ketika duduk di kursi kerjanya. Ada satu pesan masuk dan seketika air
wajah Seulji berubah, ia melemparkan ponselnya dan langsung beralih ke layar
komputernya. Ada sepasang mata yang menangkap kejadian itu.
Pandangannya masih jatuh di wajah
Seulji. Rautnya tidak berubah sejak membaca pesan saat baru masuk dari jam
istirahat. Seulji terlihat kesal dan badmood,
namun ia tetap mengerjakan kerjaannya.
Pandangan Taehyun langsung buyar
saat Seulji tiba-tiba mengetuk pintu ruangannya. Bagaimana tidak, kalau yang
Taehyun perhatikan tiba-tiba bangun dari tempatnya dan mengetuk pintu
ruangannya.
"Masuklah."
kata Taehyun yang langsung gelagap.
"Kalimat
headline bagian terakhir yang sudah kuperbaiki.
Apa masih ada yang harus kuubah?" Seulji berdiri di samping meja Taehyun
dan memberikan beberapa lembar kertas beserta map ke hadapan Taehyun.
"Eo..."
Taehyun melihatnya, membacanya. "Bagaimana menurutmu? Apa ada yang harus
diubah?" Taehyun melempar pertanyaan sambil melempar pandangan ke arah
Seulji.
"Eobneundeyo."
"Geurae,
tidak perlu diubah." kata Taehyun.
"Araseoyo."
Seulji kembali mengambil map itu dan membungkuk, setelah itu beranjak keluar
dari ruangan Taehyun.
"Yang
Seulji,"
Seulji
berbalik, "Ye? Aa, ne?" Seulji langsung meralat cara bicaranya.
"Neo
gwenchana?"
"Na
gwenchanaseyo." Seulji berusaha memberikan wajah terbaiknya.
"Araseo." Taehyun hanya
mengangguk-anggukkan kepalanya, "Kau boleh keluar." kata Taehyun.
Lalu Seulji keluar dengan sopan.
Jam 5 masih kurang 5 menit lagi,
tapi meja Seulji sudah rapi dan bahkan ia siap untuk pulang. Hanya saja ia
sibuk mengutak-atik ponselnya. Wajahnya masih sama, terlihat kesal.
12:59.
From:
Kim Sunggyu
Aku jauh lebih sibuk darimu,
terlebih menjelang comeback, dan aku selalu menyisihkan waktu untukmu, tapi kau
tidak menganggap ini penting. Mulai sekarang aku akan mencoba mengerti,
geurigeo, kita jalani saja kesibukan kita. Aku tidak akan memaksamu untuk
menerima panggilanku dengan cepat atau bahkan membalas pesanku. Jaga
kesehatanmu saat aku tidak sempat menghubungimu dan kau juga tidak ada waktu
untukku.
13:00.
From:
Kim Sunggyu
Aah, satu lagi. Aku tidak akan
bertanya lagi. Bersenang-senanglah.
Seulji membaca berulang kali
pesan singkat yang dikirim kekasihnya tadi siang.
"Apa maksudnya tidak akan
bertanya lagi? Ia ingin putus?" gumam Seulji sambil mengirim pesan yang
sudah ia ketik untuk Sunggyu.
16:57.
To:
Kim Sunggyu
Do. Jinjja. Dwaesseo, moraegetha.
Lalu Seulji bangun dari duduknya
dan beranjak keluar dari kantor. Ia mengabaikan panggilan Yoongi.
As
always. Seulji selalu ke
tempat yang sama tiap kali perasaan dan pikirannya sedang buruk. Dentuman musik
di club dan minuman yang disediakan.
Bahkan ia tidak peduli dengan kondisi tubuhnya yang beberapa minggu lalu masuk
rumah sakit karena terlalu banyak minum.
Seulji berkali-kali mengecek
ponselnya. Sunggyu tidak membalas pesannya.
"Apa aku sedang berkencan
dengan siswa SMA? Heol!" gerutu Seulji yang sudah kehilangan seperempat
kesadarannya. Ia menuang minumannya lagi, meneguknya.
Sekitar pukul 10 malam. Kesadaran
Seulji masih tersisa dan ia harus kembali ke dorm. Saat Seulji berjalan keluar
dan sampai di bibir pintu, Seulji tidak sengaja menabrak bahu seseorang yang
baru datang.
"Sajangnim?"
tanya Seulji dengan kesadaran yang tersisa.
"O,
Seulji-ah? Hya, waeyo? Kau mabuk berat." Taehyun terlihat terkejut.
"Aniyo.
Aku tidak mabuk, hanya sedikit mengantuk." sahut Seulji sambil tertawa
kecil.
"Jigeum neo eodikayo?"
tanya Taehyun.
Seulji memutar bola matanya,
terkikik.
"Jib.
Neo jib. Hahaha." Seulji bicara ngawur karena kesadarannya benar-benar
hilang.
"Sajangnim, bawa aku ke
rumahmu!" ucap Seulji.
Taehyun terbelalak sambil memapah
tubuh Seulji.
"Hya Nam Taehyun! Ijeotdayo?
Neo saenggak aniya? Hya! Apa kau masih membenciku? Aaah jinjja. Kau melupakanku
(meringis). Neo nappeun namja. Kau pernah mempermalukanku di depan teman-teman
dan sekarang kau menjadi atasanku? Bukankah dunia tidak adil? Aaah jinjja! Aku
benci harus bertemu denganmu lagi!" oceh Seulji.
'Dia mengingatnya.' batin
Taehyun.
"Hya... Kau tau betapa
sulitnya berpura-pura melupakan eo? Harusnya kau tidak muncul ke hadapanku
lagi!" rintih Seulji yang sedang mabuk.
Untuk menghentikannya, Taehyun
membawa Seulji ke mobilnya.
"Aku
tidak tau di mana tempat tinggalmu." ucap Taehyun yang sedang memandangi
Seulji.
Taehyun tersenyum, "Kau
mengingatnya. Jadi kau hanya berpura-pura. Jinjja, kupikir kau
melupakannya." gumam Taehyun.
Masa sekolah menengah pertama.
Saat Seulji memutuskan untuk jatuh cinta dengan seseorang dan mengatakannya.
Tapi saat itu pria yang ia suka malah mempermalukannya di lapangan dengan
menolak Seulji mentah-mentah dan membuang cokelat&boneka yang Seulji
berikan ke tempat sampah.
"Mianhaeyo. Saat itu aku
masih terlalu muda untuk mengerti cinta. Kende... sejak saat itu aku selalu
memikirkanmu dan berharap kita dipertemukan lagi setelah kau pindah ke Seoul.
Na jinjja mianhae." Taehyun bicara sambil menatap Seulji.
Taehyun adalah cinta pertama
Seulji yang akan dilupakannya dan tidak berharap untuk bisa mengingatnya atau
bahkan bertemu lagi.
.
Ponsel Seulji berdering. Tertera
nama Kim Sunggyu di layarnya.
"Yeoboseyo?"
"Nugu
seyo? Seulji eodie?" tanya Sunggyu yang langsung sadar panggilannya
diterima seorang pria.
"Ia
sedang tidur sekarang. Seulji mabuk berat." Taehyun bicara seolah mereka
sudah saling kenal.
"Neo
nugu seyo... Kenapa kau bersamanya?" selidik Sunggyu.
"Aku
membawanya ke rumahku karena aku tidak tau rumahnya. Aah kende mianhae,
bukankah ini sudah malam untuk saling bicara di telepon? Na pigonhae."
Taehyun langsung memutus sambungan dan mematikan ponsel Seulji, menaruhnya di
atas meja sebelah tempat tidur.
"Jaljara." ucap Taehyun
seraya mematikan lampu kamar dan keluar dari sana.
[Sunggyu's place]
"Michisseo? Heol. Ia
berteman dengan banyak pria. Woah daebak! Na michigetda. Seulji-ah, haruskah
kita sudahi hubungan ini? Kau selalu membuatku semakin gila dan tidak sanggup
padamu setiap harinya." gumam Sunggyu di sela waktu tidurnya. Ia terbangun
karena tiba-tiba teringat Seulji dan perasaannya mengatakan untuk menelepon
kekasihnya. Perasaan khawatir itu benar-benar terjadi dan Sunggyu sudah mulai
menyerah dengan Seulji.
.
Pukul 7 pagi, Seulji terbangun
karena tiba-tiba ia merasa sangat dingin. Saat ia membuka matanya dan mengintip
ke sela tirai, sepertinya di luar hujan. Seulji meneliti kamar ini, dari sudut
ke sudut.
"Na
eodie?" gumamnya pelan. Seulji turun dari atas ranjang dan membuka pintu
kamar. Seulji melihat seseorang tidur berbantal tangannya di atas sofa.
"Sajangnim?
Ani, Nam Taehyun?" Seulji menyadari ketika ia selangkah lebih dekat.
"Kende... bagaimana aku bisa ada di sini?" bisik Seulji pada udara.
Seulji masih mengamati sosok yang mengenakan t-shirt hitam polos dan jins yang warnanya senada. Taehyun menaruh
jaketnya di sisi sofa lainnya.
"Taehyun-ah, kau terlihat berbeda saat di
kantor dan di luar kantor." senyum Seulji mengembang tanpa ia inginkan.
Tiba-tiba Seulji teringat, "Aah matta! Aku harus pulang untuk berangkat ke
kantor." Seulji bergegas mengambil tas dan beranjak pergi dari sana.
Sebenarnya Seulji bermodal nekat
untuk pergi dari sini, mengingat ia tidak tau banyak tentang Busan.
Seulji hanya
mencemaskan perasaannya selama perjalanan ke kantor. Ia terus memikirkan apa
yang harus ia katakan saat bertemu Taehyun di kantor. Mereka tidak sedekat itu
untuk saling bertegur sapa. Seulji hanya berharap Taehyun tidak akan bicara
apa-apa saat bertemu dengannya.
Seulji
menyusuri koridor untuk sampai ke ruangan kerjanya. Saat keluar dari lift, seseorang yang sudah menunggu dan
bersandar di dinding, menahan langkah Seulji dengan segelas kopi hangat.
“Mwo?” tanya Seulji sambil menerima kopi hangat yang
diberikan Yoongi.
“Kau tidak
boleh mengantuk hari ini karena nanti siang ada meeting. Hya, sebaiknya kau berhenti minum sebelum minuman-minuman
itu yang menghentikanmu.” ucap Yoongi, datar dan sengit, seperti sikap khasnya
untuk Seulji.
Yoongi
meninggalkan Seulji yang masih diam menganga, tidak mengerti apa yang Yoongi
katakan barusan. Ia hanya menyusul dengan tanda tanya yang tidak akan ia
dapatkan jawabannya segera.
Seulji
melirik arloji di pergelangan tangan kirinya. Sudah pukul 9 lewat setengah jam,
tapi Taehyun belum juga datang. Tepat sedetik saat Seulji memikirkan Taehyun,
pemilik rambut blonde itu datang
dengan kemeja maroon dengan bagian
lengan digulung, menunjukkan gambar tulisan di pergelangan tangan kirinya
(tatto). Taehyun berlalu begitu saja, tidak menyapa karyawannya seperti kemarin,
padahal beberapa karyawan sudah mencoba tersenyum dan memberi salam, tapi
Taehyun sama sekali tidak menoleh. Seulji langsung menoleh ke ruangan Taehyun
yang berada tepat di sisi barat mejanya.
Hingga jam
makan siang, Taehyun sama sekali tidak
menegur karyawan lainnya. Seulji merasa tenang karena akhirnya ia tidak perlu
khawatir tentang sikapnya ke Taehyun. Sepertinya Taehyun memang seseorang yang
mudah melupakan sesuatu.
Tepat pukul
1 siang. Semua karyawan (sekitar 9 karyawan) berkumpul di ruang meeting, bersepuluh dengan Taehyun. Meeting berlangsung serius, tapi
pandangan Taehyun terus kabur dan fokusnya sedikit berkurang. Ia sesekali
bertukar tatap dengan Seulji. Mereka terlihat canggung.
“Kkeut.” ucap salah satu karyawan yang baru saja
menyelesaikan presentasinya. Ia langsung melempar tatap ke arah Taehyun.
“Ne? Aah,
geurae.” Taehyun memberikan tepuk tangan, canggung, hingga yang lain menyusul
dan bingung kenapa harus tepuk tangan.
Yoongi
menangkap tatapan itu. Tatapan antara Taehyun dan Seulji.
Satu jam
berlalu dan meeting selesai. Beberapa
karyawan berhambur keluar dan kembali ke meja masing-masing. Tersisa Seulji
yang paling terakhir beranjak.
“Hya,”
Taehyun membuat Seulji berhenti melangkah. “Kenapa kau pulang tanpa bicara
apapun? Aku mencarimu dan panik saat kau tidak ada, kau tau?!” Taehyun sedikit
meninggikan suaranya.
Seulji
menoleh ke belakang, sedikit gugup.
“Jeosunghaeyo,
tapi bisakah kita tidak membahasnya di kantor?” Seulji berusaha sopan dan
setelah itu beranjak keluar, kembali ke meja kerjanya. Mereka masih diselimuti
rasa canggung.
Beberapa
menit sebelum jam 5 (jam pulang kerja), Taehyun menghampiri meja Seulji.
“Tolong ke
ruanganku sebentar.” lalu Taehyun beranjak ke ruangannya.
Seulji
sedikit bingung, karena sekarang sudah hampir jam 5. Bahkan ia sedang merapikan
mejanya, Yoongi bahkan langsung menoleh saat mendengar Taehyun menyuruh Seulji
ke ruangannya, pun karyawan yang lain, merasa aneh dengan sikap kepala redaksi
baru mereka.
“Ia hanya mempermainkan kekuasaannya. Ia sama sekali tidak
mengerti cara bekerja. Jinjja, bahkan sudah hampir jam pulang.” gerutu salah
satu karyawan yang duduk di depan Seulji.
“Hya, siapa tau mereka tidak membahas soal pekerjaan.”
kata yang lainnya, sambil sibuk meniup art
di kuku-kuku nya.
“Busun suruya? Apa maksudmu sajang-nim punya hubungan
khusus dengan Seulji? Ehey, bahkan baru dua hari sajang-nim di Busan.”
“Bukankah
kubilang siapa tau? Semua kemungkinan bisa saja terjadi.”
Yoongi
bangun dari duduknya.
“Kemanhae,
kenapa kalian malah sibuk membicarakan yang tidak penting. Palli kka, jam lima
sudah lewat dua menit. Kalian tidak mau pulang?” Yoongi memang selalu
menyebalkan setiap kalia ia bicara, namun sebenarnya ia orang yang penuh
perhatian pada siapapun.
Mendengar
ocehan Yoongi, dua gadis ini langsung beranjak dan hanya tinggal Seulji yang
masih berada di dalam ruangan Taehyun. Yoongi hanya melirik sebelum benar-benar
pergi meninggalkan ruang kerja.
Beberapa menit yang lalu saat Taehyun memanggil Seulji ke
ruangannya.
“Ada apa memanggilku? Bukankah sebentar lagi waktu
pulang?” tanya Seulji setelah beberapa detik Taehyun berada di ruangannya.
“Apa kau ada jadwal setelah ini?”
“Ne?” Seulji sedikit terbelalak.
“Geurae, kuanggap kau punya waktu luang setelah ini. Ada
yang ingin kubicarakan padamu.”
“Apa itu soal pekerjaan?” tanya Seulji.
“Untuk apa membicarakan pekerjaan saat kau sudah berada
di luar jam kerja? Neo pigonhae aniya?” tanya Taehyun dari duduknya, sedangkan
Seulji berdiri di depan meja Taehyun.
“Kende—“
“Kende
eobseo!”
Melihat
wajah serius Taehyun, mengingatkan Seulji pada masa cinta ditolaknya dulu.
Tiba-tiba ia memasang ekspresi kesal dan lupa kalau Taehyun adalah bos nya.
“Wae?” tanya Taehyun yang sadar dengan perubahan tatapan
Seulji.
“Aniyo.”
Taehyun
melirik ke belakang Seulji.
“Sudah tidak
ada karyawan, sebaiknya kita juga pergi sekarang.” Taehyun langsung bangun dari
duduknya dan keluar lebih dulu. Tinggal Seulji yang mencibir dalam hati dan
masih memasang ekspresi kesal.
Seulji hanya
tinggal mengambil tas nya, lalu berjalan beberapa meter di belakang Taehyun.
Taehyun berjalan sama sekali tidak menoleh ke belakang. Ia sibuk dengan
ponselnya hingga tubuhnya berada di depan elevator
dan beberapa detik kemudian Seulji berdiri disampingnya.
Hingga
mereka masuk ke dalam elevator, hanya keheningan yang berada di
tengah-tengah mereka berdua. Ponsel Seulji berdering sesaat, notifikasi untuk
pesan masuk. Seulji melihatnya tanpa ia buka. Ada tiga pesan diterima, salah
satunya dari Sunggyu dan lainnya dari Sehun.
“Sunggyu-rang, Sehun nuguya?” ternyata Taehyun melirik
sekilat itu. Seulji langsung menoleh dan mendekap ponselnya.
“Salah satunya oppa.”
“Aah,
Sehun?” tanya Taehyun seraya melirik Seulji.
Seulji hanya
diam dan membuang pandangan, menghindari tatapannya dengan Taehyun hingga pintu
elevator terbuka di lantai dasar, ia
tidak membuka pesan yang masuk. Seulji mengekor karena ia tidak mau berjalan
bersebelahan dengan Taehyun, alasannya karena tidak enak jika orang-orang di
kantor ini melihat karyawan berjalan berdampingan dengan cucu pemilik perusahaan.
Mendengar alasan Seulji, Taehyun hanya terkikik dan ia meminta Seulji untuk
tidak menganggap dirinya seperti itu.
Mereka
berdua masuk ke mobil sedan Taehyun.
“Kenapa aku tidak asing dengan ini. Seperti bukan pertama
kalinya aku duduk di sini.” ucap Seulji.
“Masseyo. Ini kedua kalinya.” kata Taehyun.
“Ne? Jinjja? Iltan eonjeya? (Ah? Serius? Yang pertama
kapan?)”
“Saat kau
mabuk dan menginap di rumahku kemarin.” Taehyun memasang ekspresi menggoda dan
membuat Seulji merasa terganggu. “Aah, matta. Hya, apa kau peminum yang kuat?
Kau benar-benar minum banyak kemarin.” Taehyun mulai menyalakan mesin mobilnya.
Seulji tidak
menyahut dan hanya memandang keluar jendela.
“Kapan-kapan
kita minum bersama. Coll?” Taehyun tersenyum. “Dan kau akan mabuk lagi, hahaha!
Geurigeo, kau akan meminta menginap di rumahku lagi.”
Mendengar
ocehan Taehyun yang terakhir, mendapat tatapan tegas dari Seulji.
“Busun suruya? Hya, kita tidak akan pernah minum bersama.
Kemanhae, jangan bersikap seolah kita teman dekat. Kende, kapan aku meminta
menginap di rumahmu? Tolong jangan bicara omong kosong.” ucap Seulji.
“Woa jinjja. Kau benar-benar berbeda saat di dalam dan di
luar kantor.” Taehyun menyinggung cara bicara Seulji yang terdengar berbeda.
“Kau yang memintanya!” Seulji semakin kesal dengan
Taehyun. “Hya, kende, uri eodika?” Seulji menanyakan ke mana mereka akan pergi.
“Bada.
(Laut). Aku sedang ingin melihat laut.” Taehyun menjawab tanpa menoleh.
Seulji
mengutak-atik ponselnya. Mengetik Bada di
kolom pencarian web.
“Ikeo,” Seulji memberikan layar ponselnya ke arah
Taehyun. Taehyun menoleh dan mengernyitkan alisnya. “Kau sudah melihat laut,
jadi kita tidak perlu pergi.” kata Seulji.
“Hya, kenapa sifat humormu serendah ini?” sengit Taehyun.
“Aku sedang tidak berniat bercanda. Kau bilang ingin
melihat laut. Apa yang kulakukan salah?”
“Sikkeureoun!
(Berisik!)”
Tiba-tiba
ponsel Seulji berdering, menampilkan nama Kim Sunggyu di layarnya. Deringan itu
membuat Taehyun menoleh. Melihat Seulji membiarkan panggilan itu membuat
Taehyun bertanya-tanya. Deringannya berhenti dan Seulji langsung mematikan
ponselnya.
“Wae? Kenapa
kau tidak menerimanya?” tanya Taehyun tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan
raya.
Seulji diam
sejenak. Ia sangat malas membahas kekasihnya.
“Kende... Aah, bisakah aku bicara ini.” Seulji sedikit
gugup.
“Mworagu? Malhae.”
“Eotteohkke malhaji... (Bagaimana aku mengatakannya...).
Taehyun-ah,” sang empunya nama menoleh dan merasa baik-baik saja dipanggil
seperti itu. “Apa waktu itu kau menolak semua wanita yang menyukaimu? Tidakkah
kau berpikir kalau kau menyakiti perasaan seseorang, eo?” Seulji membuka masa
lalu nya.
“Aah, aku sudah menebak cepat atau lambat kau akan
membicarakan ini.”
“Apa waktu itu kau tidak menyesal sama sekali atas apa
yang kau lakukan padaku?” tanya Seulji yang sebenarnya mengalihkan pertanyaan
Taehyun tentang mengapa Seulji tidak menerima panggilan Sunggyu.
“Aku tidak menyesal setelah melakukan itu padamu.”
Taehyun melempar senyum.
“Nappeun. Jinjja nappeun!” Seulji menatap sinis.
“Kau yang pertama yang melakukannya. Aku tidak menyesal
hari itu, tapi setelah hari itu dan untuk waktu berikutnya, aku benar-benar
merasa bersalah padamu.” ucap Taehyun, membuat Seulji tertawa. “Bukankah
kemarin pertama kalinya kita bertemu setelah kau pindah ke Seoul semasa kau
SMA?” tanya Taehyun.
“Eo, kemarin
yang pertama sejak yang terakhir kalinya, kende, aku tidak benar-benar pindah
saat itu. Aku masih sering pulang ke Gyeongsang. Di Seoul aku hanya pendatang,
tidak benar-benar pindah. Orangtua ku pindah ke Seoul saat beberapa hari
menjelang hari kelulusan kuliahku, tapi aku malah harus bekerja di Busan.
Bukankah menyedihkan?”
Semua begitu
saja terjadi. Entah mengapa Seulji melebur bagai lilin dimakan api. Ia
bercerita tentang hidupnya seolah tidak ada jarak pada Taehyun, mengingat
kejadian di masa lalu nya.
“Eo, kau benar-benar patut dikasihani, hahaha!” Taehyun
meledek Seulji.
“Aah, bukankah kau yang paling tinggi jabatannya di
kantor? Taehyun-ah, puttakhaeyo.” Seulji terdengar memohon.
“Mwo?”
.
Mereka
sampai di pantai yang terkenal di Busan, Pantai Haeundae. Taehyun melangkah
dengan semangat sejak turun dari mobilnya, tidak dengan Seulji yang sedikit
lebih lambat untuk menyusul langkah Taehyun.
“Kkaja,
chingu-ah.” Taehyun menoleh dan tersenyum untuk Seulji.
Chingu?
Sudahkah mereka berbaikan?
Seulji masih
sama, lunglai untuk berjalan ke pasir itu. Ia tetap dengan wajah yang ditekuk,
sama sekali tidak tertarik dengan hembusan angin sore di pantai dan langit
kekuningan yang memanjakan mata. Seulji hanya memperhatikan pria seusianya yang
dengan sangat senang berjalan di atas pasir.
“Iluwa...”
teriak Taehyun sambil mengayunkan punggung tangannya, mengisyaratkan Seulji
untuk datang padanya.
Seulji masih
berdiri di tempatnya. Kedua kakinya masih enggan menginjak pasir. Ia masih
berada jauh dari Taehyun.
“Aniyo. Aku
akan menunggumu di sini.” Seulji berteriak juga.
Taehyun
mengernyitkan keningnya. Ia berlari ke arah Seulji dan menarik Seulji untuk
ikut dengannya.
“Haish.”
Seulji hanya pasrah dan tetap malas untuk mengikuti Taehyun.
Beberapa
waktu berikutnya, mereka berjalan berdampingan dan sama-sama menenteng sepasang
sepatu mereka. Entah mengapa wajah Seulji tidak bisa baik-baik saja sejak
sampai ke sini. Selain tidak suka pantai, ada lagi alasan Seulji enggan berada
di pantai.
“Neo wae? Kenapa seperti tidak suka berada di sini?
Lihatlah, ippeuda? Matahari hampir tenggelam. Tolong wajahmu jangan ikut
tenggelam.” kata Taehyun.
“Haebyeon anjoha. (Aku tidak suka pantai).”
“Mwo? Jinjjaro?”
“Aku tidak
suka menginjak pasir di pantai. Aku tidak suka bau pantai. Yeogi na anjoha.
(Aku tidak suka di sini).” kedua mata Seulji menyampaikan sesuatu secara
tersirat, ada maksud lain dari ucapannya.
Taehyun
menerawang jauh ke dalam mata Seulji.
“Kende, ini pertama kalinya kau ke Haeundae, kan?” tanya
Taehyun.
“Ani. Aku pernah ke sini sebelumnya.”
“Geureom, apa ada kenangan buruk di sini? Kenangan yang
mengingatkanmu pada seseorang? Animyeon...”
“Dwaesseo. Aku akan menunggumu di sana. Kau di sini saja
sampai puas melihat laut nya.” Seulji berjalan meninggalkan Taehyun.
“Hya, apa kau tidak ingat tujuan aku mengajakmu pergi?
Ada yang ingin kubicarakan.” Taehyun memanggil Seulji dengan cara seperti itu.
Seulji menoleh, memandang sengit, “Mwo? Jadi sejak tadi
kau tidak bicara yang ingin kau bicarakan?”
“Eo.
Iluabwa.” Taehyun memanggil Seulji dengan tangan kanan yang ia ayunkan di
udara.
Seulji hanya
menghela napas, kesal. Tapi Seulji tetap berjalan ke arah Taehyun.
Seulji dan
Taehyun duduk bersebelahan beralaskan pasir dan menatap luasnya laut di depan
mata mereka. Matahari benar-benar akan tenggelam sebentar lagi. Angin di pantai
tidak henti-hentinya meniup, membuat helaian rambut Seulji dan Taehyun bergerak
semaunya. Suara ombak yang memaksa masuk ke telinga mereka, dan bau pantai yang
tidak Seulji sukai.
“Wajahmu mengatakan kalau kau menyimpan sebuah cerita
yang sedang ingin kau bicarakan dengan orang lain. Apa kau tetap akan
menahannya? Ceritakan saja meski kau menyesal karena hanya aku yang ada di
sini.” kata Taehyun seusai memandangi Seulji beberapa detik.
“Hya Taehyun-ah, berhentilah bersikap yang paling tau.”
Seulji kesal karena Taehyun bisa menembus apa yang ia pikirkan.
“Aku akan bicara setelah kau bercerita. Aku tau kau
sangat ingin bercerita.”
“Ani! Ppalliyo,
katakan yang ingin kau bicarakan. Atau aku akan pulang.” Seulji mengancam.
Taehyun
memandangi Seulji sepersekian detik. Kedua matanya tidak berlari sama sekali.
Mengamati garis wajah Seulji dengan rambut yang tertiup angin.
“Na, geunyang, na mianhae. Mianhada.” ucap Taehyun,
Seulji menoleh, menunggu kelanjutan apa yang akan Taehyun katakan. “Untuk waktu
itu. Aku belum mengerti cinta, jadi aku benar-benar terkejut saat seseorang
menyatakan perasaannya padaku. Aku tidak tau apa yang akan terjadi saat aku
membawa cokelat dan boneka ke rumah. Aku takut eomma bertanya yang aneh-aneh
kenapa aku membawa boneka. Aku bersikap tanpa berpikir waktu itu. Na jinjja
mianhae.” Taehyun memberi senyum getir di ujung pembicaraannya.
“Aku sudah melupakannya. Aku juga sudah baik-baik saja
saat mengingatnya, ani, aku tidak pernah mengingatnya lagi sejak hari itu.
Cinta pertamaku berlalu begitu saja sampai aku bertemu orang baru di masa SMA.
Kau hanya masa lalu.” tegas Seulji dengan ekspresi seolah ia menang menangani
cinta ditolaknya.
“Meski kau sudah melupakannya, tolong terima permintaan
maafku.”
“Araseo. Aku tidak akan dapat gaji kalau tidak
memaafkanmu, hahaha!” tawa Seulji disusul Taehyun.
“Aah, ada satu hal lagi. Kau belum menjawab pertanyaanku
di kantor. Kenapa kau pulang tanpa bicara apa-apa padaku?”
“Tidak tega membangunkanmu, dan aku harus buru-buru
pulang ke dorm supaya tidak telat datang ke kantor.”
“Mwo? Hya, apa kau sama sekali tidak berterimakasih
padaku? Bahkan kau belum bicara apapun padaku tentang kau yang menginap di
rumahku semalam.”
“Geurae, gomawo! Jinjja.” gerutu Seulji. Taehyun
tersenyum menunjukkan deretan giginya. “Aah kende, apa kau benar-benar tidak
bisa membantuku untuk bekerja di kantor Seoul? Kau mengasihaniku, kalau begitu
tolong biarkan aku tinggal di rumah bersama orangtua ku dan bekerja di Seoul.”
“Sudah
kukatakan bukan aku yang berwenang di bagian itu. Aku tidak bisa membantumu
soal ini.”
Next!
Komentar
Posting Komentar