Fun Fiction: My First and Last [Part 2]

Keesokan paginya, semua karyawan bisa melihat bahwa sikap Taehyun seratus delapan puluh derajat berbeda dari kemarin.
“Annyeong!” Taehyun menyapa sambil menebar senyum seraya berjalan masuk ke ruangannya.
Karyawan yang melihat ada yang melempar senyum dan menyapa kembali, ada pula yang tertegun sesaat lalu menyapa, juga ada yang diam dan tidak peduli—Yoongi, dan ada yang diam tanpa ekspresi—Seulji.
“Yedeura, hari ini ulang tahun Nam sajangnim.” ucap salah satu karyawan yang sudah lama menjadi bagian perusahaan ini. Sontak semua menoleh ke arahnya.
“Gotjimal?” reaksi salah satu karyawan wanita yang berada di bagian artistik.
“Jinjja?”
“Eo, bukankah rutinitas kita selalu memberi kue saat ada yang berulang tahun?” ucap yang memberikan informasi kalau hari ini Taehyun berulang tahun.
“Bukankah ini terlalu mendadak? Kita berikan saja kejutan ulang tahun untuknya tahun depan.” kata salah satu karyawan lainnya yang enggan ribet karena kerjaannya terlalu banyak.
Seulji memundurkan kursinya ke belakang hingga menyenggol kursi Yoongi.
“Eottae? Kenapa kau tidak berpendapat?” tanya Seulji.
“Moraegetha.” Yoongi tidak melepas mouse dari telapak tangan kanan nya.
“Kalau menurutmu bagaimana?”
Yoongi menekan mouse dengan jari telunjuknya dengan keras, wajahnya sengit seolah ia malas untuk diganggu dengan pertanyaan tidak penting.
“Araseo, lakukan pekerjaanmu dengan baik.” Seulji kembali ke posisinya.
.
Taehyun melirik arloji ketika ia kembali dari waktu istirahatnya. Jarum panjangnya bahkan sudah hampir menyentuh angka 3, tapi tidak satupun karyawan di ruangan. Ia menyapu pandangan, benar-benar tidak ada siapapun.
“Mwoya ikeo... saram-eui eobseo. Eodie?” gumam Taehyun. Taehyun beranjak keluar dan mencoba mencari karyawannya. Ia menyusuri lorong kantor dan menyebrang ke gedung sebelah. “Hya, mereka tidak mungkin berada di bagian percetakan, kan? Geurigeo eodiseo...” Taehyun kembali diam dan mencoba berpikir di mana rekan-rekan kerjanya. Ia kembali ke kantor kerjanya. “Ck, apa mereka sedang mempermainkanku dan mencoba mencari masalah? Geureom, apa yang biasanya sajangnim lakukan saat karyawannya melanggar aturan?” pertanyaan-pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulut Taehyun, tanpa tau siapa yang akan menjawabnya. Kedua kakinya melangkah ke pantry. Ia ingin membuat segelas kopi susu.
“SURPRAISE!” teriak semua karyawan.
“Nam sajangnim saengilchukhahamnida!” ucap karyawan senior seraya membungkuk.
“Sajangnim, saengilchukhahaeyo!” yang lain mencoba akrab dengan memberikan ucapan secara banmal.
“Woa, daebak. Bahkan aku lupa kalau hari ini hari ulang tahunku. Neomu gomawo.” Taehyun melangkah masuk dan menyambut topi ulang tahun yang disiapkan karyawan lainnya. Senyumnya terus terpancar. Ia tidak menyangka akan diperlakukan seperti ini di hari ulang tahunnya, padahal ia baru tiga hari berada di kantor. “Kende, kapan kalian menyiapkan ini?” tanya Taehyun sebelum meniup lilin ulang tahunnya.
“Saat jam istirahat. Kami semua berbagi tugas.” sahut salah satu karyawan yang sering bekerja bertatap wajah langsung dengan aktor/aktris dan bertanya pada mereka.
“Aah, bagaimana aku tidak menyadarinya...”
“Nam sajangnim, sebaiknya tiup dulu lilinnya sebelum apinya membakar kue mu.”
“Araseo.” Taehyun bersiap meniup lilinnya setelah make a wish. Setelah api itu mati, Taehyun mendapat tepukan tangan dari karyawan-karyawannya. “Yedeura, aku akan traktir kalian setelah pulang kerja nanti. Jangan ada yang tidak datang satu dari kalian, arachi?”
“Woaaaaa!” sorak karyawan yang kesenangan dapat makan gratis sepulang kerja.
Saat semua bersenang-senang di hari ulang tahun sajangnim, tiba-tiba Seulji menyebar sendiri ke sudut sana. Ia penasaran dengan pesan masuk yang dikirim Sunggyu kemarin.
17:12.
From: Kim Sunggyu
Aku ingin bicara sebentar. Sesuatu yang penting. Balas kalau kau punya waktu.
Seulji membalas pesan dari kekasihnya. Tak lama kemudian, Sunggyu menelepon lagi sejak panggilannya terabaikan oleh Seulji kemarin sore. Secepat kilat Seulji pergi keluar pantry.
“Mwoka? Hal penting apa yang ingin kau bicarakan padaku?” Seulji langsung to the point.
“Keumanhaja. (Mari kita berhenti).” ucap Sunggyu di sana.
Glek.
“Apa kau sedang mabuk?” tanya Seulji.
“Na neo aniya. (Aku bukan kau).” ketus Sunggyu.
“Busun saenggakhae? W...wae?” Seulji mulai terbata-bata.
“Eobseo. Aku ingin kita berhenti di sini saja.”
“Wae?!” Seulji sedikit berteriak. “Kenapa tidak menjelaskan alasanmu?”
“Haruskah aku butuh alasan? Saat aku jatuh cinta padamu aku tidak butuh alasan apapun, kenapa saat aku ingin menyudahinya, aku harus punya alasan juga, eo?”
“Kim Sunggyu, haruskah bicara begitu padaku? Hya—“
“Na mian. Aku tidak ingin kita saling menyakiti lebih jauh lagi. Geurigeo, kurasa kita bisa berhenti saling menghubungi mulai dari sekarang.”
“Cangkaman. Sunggyu-ah, apa aku bertindak keterlaluan sampai kau harus begini padaku? Hya neo jinjja wae irae? Hya, mwoaneun-geoya...!”
Pertanyaan Seulji tidak terjawab karena sebelum ia selesai bicara, panggilan itu sudah terputus.
.
Taehyun menyewa satu room large karaoke untuk ia dan karyawan-karyawannya. Ia juga mentraktir makan berat dan makanan ringan yang disediakan di sini. Kebanyakan dari mereka bersenang-senang, tapi tidak Seulji. Ia hanya duduk di sofa. Meski di sini bising, baginya tetap sunyi. Semua terasa hening dan hampa. Kosong. Perasaannya sedang tidak baik-baik saja. Seandainya Yoongi ada di sini, mungkin ia akan bertanya. Sayangnya Yoongi datang hanya untuk bicara pada Taehyun bahwa ia harus segera pulang dan ada urusan yang tidak bisa ia hindari. Dengan berat hati Taehyun mengizinkan. Sajangnim sedang menjadi raja satu malam. Ia bersenang-senang di tengah sana, bernyanyi dan menari. Seakan lupa bahwa Taehyun adalah bos di sini, dan karyawan lainnya memperlakukan seolah Taehyun seumuran dengan mereka, atau bahkan adik kecil karena ia juga masih muda, seumuran dengan Seulji yang menjadi maknae di kantor.
Seulji menolak mabuk, tapi kedua matanya seakan ditarik begitu saja dengan botol soju yang ada di atas meja. Ia bahkan berjanji bahwa ia tidak akan mempermalukan dirinya lagi di depan Taehyun, mengingat kejadian kemarin lusa. Ia tidak akan minum meski sangat ingin.
“Na michigetda.” gumam Seulji. “Bagaimana bisa ia menyelesaikan semuanya di hari ini. Kenapa dia memutuskanku di tanggal ini. Kenapa harus tanggal sepuluh. Sunggyu-ah, harusnya kau membiarkan hari ini berlalu...” Seulji bicara pada dirinya sendiri dengan suara lirihnya.
Menit-menit berikutnya, Seulji masih memperhatikan teman-temannya bernyanyi, tapi kemudian seseorang datang padanya.
“Waeyo? Kenapa diam saja?” tanya Taehyun.
“Geu... aku mau pulang. Kepalaku sedikit pusing.”
“Geurae, aku akan mengantarmu.”
“Aniyo aniyo, tidak perlu. Ini acaramu, kau di sini saja.”
“Gwenchana. Aku akan mengantarmu.”
“Hya. Aku bisa pulang sendiri. Aku tidak mau kau antar.” Seulji bicara dengan tegas, terlihat dari tatapannya yang benar-benar serius.
“Neo. Wae?” Taehyun sedikit terbelalak dengan jawaban Seulji. Akhirnya ia membiarkan Seulji beranjak dari sana. Seulji sedang ingin sendiri.
.
Malam harinya, Taehyun menerima sebuah pesan dari nomor yang sudah lebih dulu ia simpan.
23:58.
From: Seulji
Na majimak saram? Saengil chukhae, Nam sajangnim. Mianhae, karena aku tidak bersikap baik di acaramu tadi. Haengbokhaeseyo! – Seul.
“Aku sudah menyimpan nomormu, tidak perlu memberi tanda.” ucapnya dengan senyum yang sudah lebih dulu tersungging. Setelah itu sebuah nama menghiasi layar ponsel Taehyun, membuat senyumnya hilang seketika.
Keesokan harinya, Seulji masih tidak bisa tersenyum dan terus mengumpatkan wajahnya. Ia hanya menunduk dan seperti orang yang tidak minat dengan apapun. Bahkan hampir setengah jam sekali Seulji beranjak keluar ruang kerja nya. Melihat hal itu, Yoongi menyusul Seulji dan mengekor temannya itu.
“Hya, gwenchana?” Yoongi menarik tangan Seulji saat gadis itu menarik handel pintu toilet.
“Ne? Eo, gwenchana.”
“Gotjimara. Wajahmu tidak bisa berbohong. Wae? Busun iriya? (Apa yang terjadi?).” selidik Yoongi.
Seulji tersenyum getir ke arah Yoongi.
“Na gwenchana. Neo geokchong hajima.” Seulji langsung masuk ke toilet. Ia tidak melakukan apapun, hanya duduk di atas closet dan memangku dagu. Rahangnya terasa berat untuk bicara. Ia belum mengatakan ini pada siapapun, mungkin nanti, saat perasaannya sudah sedikit membaik.
Tanpa Seulji sadari, ia tertidur saat sandarannya di dinding terasa seperti bantal di kamarnya. Tapi terbangun saat ponselnya bergetar di tangannya. Nam Sajangnim.
“Yeoboseyo?”
“Eodiseo? Kenapa tidak ada di mejamu?”
“Aku sedang di toilet. Mian, perutku sedikit bermasalah.”
“Hya, apa kau sedang—“
“Aniya!” Seulji membantah dengan kerasa tentang apa yang akan menjadi pertanyaan Taehyun.
“Geurae, ppaleun dwilo!” Taehyun langsung memutus sambungan. Seulji memandang layar ponselnya.
“Apa ia baru saja bersikap layaknya bos? Jinjja.” Seulji bangun dan keluar dari toilet. Sebelumnya ia membasuh wajahnya dengan air.
.
Hari kerja di ujung pekan!
Taehyun hampir melalui pekerjaanya selama seminggu. Sejauh ini tidak ada komplain dari harabeojinya. Meski Taehyun menjadi sajangnim di kantor, tapi ada beberapa anak buah harabeoji yang juga memperhatikan kerja Taehyun. Taehyun juga beberapa kali mendapat pengajaran dari yang lebih berpengalaman, hanya saja terlalu banyak santai, tapi walaupun begitu ia tidak menyalahgunakan jabatannya. Ia juga banyak bertanya apa yang biasanya sajangnim lakukan bersangkutan dengan pekerjaannya.
16:45.
From: Nam Sajangnim
Mau minum bersama?
Setelah menerima pesan, Seulji langsung menoleh ke ruangan Taehyun. Taehyun bertingkah seolah ia sibuk dengan pekerjaannya di layar komputer, padahal ia tidak melakukan apapun. Seulji kembali pada posisinya, tapi pesan Taehyun belum juga dibalas.
“Hya. Apa dia mengabaikan pesan dariku?” Taehyun melempar tatap ke sana, melihat Seulji yang sedang merapikan beberapa berkas dan menaruhnya di loker dekat tangga. “Jinjja. Apa ia sedang pura-pura sibuk?!” Taehyun terus memperhatikan Seulji yang mondar-mandir mengurus berkas, padahal sudah hampir jam pulang.
Saat hampir waktunya pulang, Taehyun menahan Seulji dengan caranya—memanggil Seulji ke ruangannya di menit-menit menjelang jam 5 sore.
“Balas pesanku lewat lisan.” kata Taehyun.
“Mian—“
“Wae? Tidak masalah kalau kau mabuk berat, besok hari libur.”
“Hya mworaguyo...”
“Aku ingin minum bersamamu.”
“Na sirheo.”
“Hya, apa aku baru saja ditolak? Hya, Seulji-ah, apa kau membalas dendammu?”
“Nam sajangnim busun mariya? Aku menolak ajakanmu bukan karena tidak ingin. Aku sudah memesan tiket kereta ke Seoul. Biasanya aku pulang ke rumah saat akhir pekan.”
“Pulang ke Seoul besok, aku akan membelikanmu tiket pesawat. Eottae?” Taehyun mencoba menyogok. Seulji menggeleng. “Hya.” Taehyun menatap sengit.
“Jeosunghamnida.” Seulji membungkuk sopan, kemudian keluar. Tersisa Taehyun yang merasakan kesal karena sikap Seulji yang terlalu mengabaikannya.
Taehyun menghalangi jalan pulang Seulji. Ia terus memohon hingga Seulji mengiyakan keinginannya. 15 menit kemudian, Seulji sudah duduk manis di samping Taehyun.
“Gomawo.” Taehyun tersenyum. Seulji tidak menyahut dan hanya menopang kepalanya dengan tangan yang ia sandarkan ke jendela mobil.
.
Mereka berdua pergi ke suatu tempat. Keadaan yang tidak bisa hening dan tenang. Suara musik yang memeka telinga bahkan terasa sendu di telinga Seulji. Suasana malam itu sama sekali tidak menarik perhatian Seulji, tidak biasanya.
Tapi Seulji tetap meneguk yang tersedia di atas meja.
“Oooo, Yang Seulji, apa ini terlihat mudah bagimu? Jinjja.” Taehyun tidak menyangka bahwa Seulji setahan itu dengan minuman ini, bahkan ini kali ketiga.
Seulji mengeluarkan secarik kertas kecil dan pena. Menuliskan sesuatu di sana, lalu memberikannya ke Taehyun.
“Puttakhaeyo. Bawa aku pulang ke dormku saat aku hilang kesadaran. Na mori apho. (Kepalaku sakit).”
Taehyun hanya melihat apa yang Seulji tulis di kertas itu, lalu menatap Seulji.
“Seulji-ah, neo gwenchana? Apa sesuatu terjadi padamu? Kau terlihat berbeda dan lebih sering diam sejak kita merayakan hari ulang tahunku. Kende, apa ini perasaanku saja?” Taehyun terus bicara meski Seulji sudah mulai kehilangan kesadaran.
“Eo,” sahut Seulji. Taehyun menunggu kelanjutannya dengan tangan yang masih menggenggam gelas berisi minuman. “Hanya perasaanmu saja.”
“Gotjimal. Sedang terjadi sesuatu padamu. Seulji-ah, banyak yang ingin kau katakan, tapi kau terus menahannya. Kurasa kau seseorang yang tidak sanggup memendam semuanya sendiri. Malhae. Kita berteman dan kau tidak perlu khawatir. Jangan anggap aku seseorang yang baru kau kenal selama seminggu, aku benar-benar bisa menjadi temanmu. Teman yang peduli padamu. Geuraesseo malhaebwa.” Taehyun bicara dengan tenang.
Seulji yang ada dalam tunduknya, tidak bisa lagi menahan air mata nya. Mungkinkah Taehyun yang akan jadi orang pertama, yang tau sesakit apa perasaan Seulji?
“Kkeut.” Seulji mengangkat kepalanya, matanya berair, tapi bibirnya mengembang—getir.
“Mwo? Apa yang berakhir?” tanya Taehyun.
Seulji menuang minuman itu ke gelasnya, “Na-rang, Sunggyu-eui. Uri kkeut.” jawab Seulji setelah meneguk minumannya.
“Sunggyu? Namja chingu?” Taehyun terbelalak.
“Sudah tidak. Aku sudah bilang kalau kami sudah putus.” kesadarannya tersisa sedikit.
Taehyun mengingat kejadian malam itu, mungkinkah mereka putus karena perkataan Taehyun?
“Kende wae?” Taehyun terus menyelidik.
“Molla. Hoksi...” Seulji tersenyum ke arah Taehyun. “Dia menyukai orang lain.” Seulji tertawa, tapi ia menangis. “Eotteokhae?”
Taehyun bahkan menelan ludah. Ia pindah ke samping Seulji. Perlahan tangannya merangkul Seulji dan menepuk pelan bahu Seulji. Detik berikutnya, Seulji menuang minumannya lagi, tapi Taehyun menahannya.
“Andwae. Cukup.”
Seulji hanya menghela napas dan bersandar di bangku.
“Taehyun-ah, jangan katakan pada siapapun. Arachi?” Seulji meminta untuk merahasiakannya.
“Ne.”
Taehyun hanya tidak tau harus bereaksi bagaimana. Ia sudah cukup terbelalak mengetahui Seulji punya kekasih.
“Jinjja. Rasanya jauh lebih sakit daripada kau tolak.”
Taehyun tidak bicara apa-apa lagi. Ia mengantar Seulji ke dormnya. Ia tidak berpikir bahwa situasi seperti ini terjadi padanya. Tentang Seulji yang baru ia ketahui.
.
Taehyun tidak langsung pulang setelah Seulji berbaring di atas ranjang dan ia selimuti seluruh tubuhnya. Ia tertarik melihat dinding di sisi sana. Beberapa foto yang menggantung di sepanjang benang yang Seulji buat sendiri, benang itu diikat di kedua ujungnya di paku yang ada di dinding. Meja yang berada tepat di depan tempat tidur dihiasi pernak-pernik yang Taehyun tebak adalah pemberian dari kekasih Seulji.
“Apa ia seorang idol? Wajahnya tidak asing.” gumam Taehyun saat melihat salah satu foto. Taehyun menulusuri dorm Seulji lebih jauh. Ada beberapa benda couple di dapur mungil Seulji. Taehyun mencibir tentang hal itu, “Kekanakan sekali.” Kemudian ia beralih ke kamar mandi. Sejauh apa hubungan Seulji dan kekasihnya? Batin Taehyun saat melihat dua buah sikat gigi di sana. “Daebak.”
Keesokan paginya saat Seulji bangun dari tidurnya. Sebenarnya Seulji terbangun karena deringan ponselnya yang berisik. Suara alarm dari ponsel Seulji benar-benar membangunkannya. Tepat di samping ponsel, ada sebuah kertas di sana. Tertulis, hubungi aku saat kau sudah bangun karena alarm itu. – Tae.
Seulji langsung menelepon Taehyun. Ia melirik jam dinding nya, pukul 7 pagi. “Mwoya. Masih terlalu pagi untuk bangun di hari Sabtu.” gumam Seulji.
“Yeoboseyo? Seulji-ah, ireona! Cepat mandi.” kata Taehyun yang bersuara lebih dulu saat menerima panggilan Seulji.
“Wae?” Seulji bahkan masih memejamkan matanya.
“Ppalli ireona. Aku sudah menunggu di bawah (di depan dorm Seulji).”
“Mwoaneun-geoya? Taehyun-ah, bahkan ini hari Sabtu.” Seulji menutupi selimutnya ke seluruh tubuhnya. Ia berbaring lagi.
“Tiket pesawatmu jam sepuluh pagi.”
“Ne? Aku tidak memesan tiket pesawat.”
“Aku menepati janjiku semalam. Kau tidak mau pulang ke Seoul, eo? Geurae, kalau tidak mau, aku akan—“
“Andwae! Aku mau! Cangkamanyo!” Seulji langsung bergegas secepat kilat untuk mandi dan bersiap-siap.
Hampir satu jam dan Seulji keluar dari dormnya. Baik sekali sajangnim menjemputnya, bersedia mengantar ke bandara, bahkan membelikan tiket pesawat untuk Seulji, pikir Seulji. Taehyun sedang bersandar di mobilnya. Saat batang hidung Seulji tertangkap kedua matanya, ia mulai menggerutu.
“Jinjja. Kau benar-benar membuatku menunggu lama.” ucap Taehyun saat Seulji berdiri dihadapannya.
“Annyeonghaseyo.” Seulji menyapa dengan senyumnya.
“Waeyo?” Taehyun merasa aneh karena Seulji bisa berubah secepat ini, mengingat semalam air mata Seulji membasahi kemeja Taehyun.
“Neomu neomu gomawoyo, sajangnim.” Seulji memasang wajah termanisnya untuk Taehyun, tapi malah mendapat tatapan sengit dari pria yang hari ini berpenampilan santai dan casual layaknya usianya.
“Kkaja.” Taehyun membuka pintunya.
“Kende,” Taehyun menahan untuk tidak masuk begitu mendengar suara Seulji. “Kau terlihat lebih baik dengan penampilan seperti ini. Aku bisa menganggapmu teman kalau kau seperti ini, dan lupa kalau kau bos ku di kantor. Hahaha!” Seulji langsung melipir ke sisi lainnya untuk masuk ke mobil Taehyun.
“Kurasa aku selalu baik dengan penampilan bagaimanapun.” Taehyun langsung menyusul Seulji masuk ke mobil.
.
“Kabari aku kalau kau sudah sampai di rumah.”
“Wae?”
“Aku ingin memastikan karyawanku selamat sampai tujuan.”
“Araseo. Na ganda.” Seulji berbalik untuk masu ke dalam, karena pesawatnya akan take off setengah jam lagi.
“Seulji-ah,” panggil Taehyun, Seulji menoleh. “Aku titip salam untuk keluargamu.” ucap Taehyun.
Mata Seulji terbelalak, “Araseoyo. Sampai bertemu hari Senin!” Seulji melambaikan tangan, dibalas Taehyun dengan lambaian yang sama.
“Josimhae!” teriak Taehyun sebelum tubuh Seulji benar-benar hilang dari pandangannya.
.
Tidak lebih dari satu jam untuk sampai ke Seoul kalau melalui jalur udara. Seulji pulang ke rumah dengan taksi. Selama perjalanan, ia mencoba menghubungi Taehyun melalui pesan, memberi kabar bahwa ia sudah mendarat di Seoul dan terimakasih untuk tiket berangkatnya.
Perasaannya belum baik-baik saja. Tidak ada alasan untuk sedih saat ia sampai ke Seoul, tempat yang sama di mana kekasihnya berada. Tujuannya hanya untuk pulang ke rumah, bertemu eomma, abeoji, dan Sehun. Kepulangannya ke rumah disambut seperti biasa. Tidak ada yang berbeda karena entah setiap pekan atau dua pekan sekali Seulji pulang ke rumah. Orangtua nya sudah sering mengatakan, tidak apa-apa kalau tidak pulang. Mereka berpikir anak bungsu mereka akan kelelahan kalau setiap pekan harus pulang ke rumah. Beberapa waktu ke belakang, tujuan Seulji pulang adalah untuk bertemu seseorang, tapi sekarang, hanya keluarganya yang menjadi tujuannya.
Meski pada akhirnya ada yang ingin ia sampaikan pada seseorang yang tidak ingin berkomunikasi lagi dengannya.
6 sore di NIT Cafe, Mapo-gu.
Sunggyu datang setelah Seulji mengirim pesan. Ia datang tanpa membalas pesan Seulji. Sunggyu, dengan topi dan masker hitam nya langsung duduk di hadapan Seulji. Tidak bicara atau bahkan menyapa. Ia hanya duduk bersandar dan menopang salah satu kaki di kaki lainnya. Kedua tangannya dilipat di atas perut.
“Bagaimana kabarmu?” tanya Seulji.
“Apa yang membawamu ke sini?” Sunggyu tidak menjawab pertanyaan Seulji.
Seulji memberi senyum getir sambil membuang pandangan.
“Aku ingin meluruskannya. Ini benar-benar menggangguku. Na geunyang kungkeumhaeyo. Aku masih butuh alasan dan penjelasan kenapa kau melakukan ini padaku.” ucap Seulji.
“Mwonde? Kubilang aku melakukannya karena aku ingin.”
“Seolma! (Tidak mungkin!). Aku tau kau tidak sejahat itu dan kau selalu punya alasan di setiap keputusanmu. Geurae, di mana salahku sampai kau memutuskan untuk mengakhiri semuanya? Apa yang kulakukan sampai kau bertindak seperti ini, eo? Sunggyu-ah, dua pekan yang lalu kita masih baik-baik saja merayakan hari ulang tahunmu dan pergi piknik bersama. Aku hanya merasa aneh dan seperti mimpi buruk melihat kejadian sekarang. Apa perasaanmu berubah secepat ini?  Apa semua terlihat mudah bagimu?” Seulji tidak menangis, hanya saja suaranya bergetar.
Sunggyu masih diam, tidak menatap wajah Seulji.
“Dapjang-eui. (Jawab).” ucap Seulji.
“Neo jinjja mollaseo? Aku meneleponmu malam itu, tapi orang lain yang menerimanya. Mwoaneun-geoya?”
Topi yang menutupi hampir seluruh keningnya. Masker yang dilepas dan memperlihatkan gerak bibirnya. Kedua matanya bahkan lebih tajam dari pisau. Tatapannya tidak lari sedetikpun dari mata Seulji.
“Ne?” Seulji berusaha mengingat. Ia berharap ingatannya datang dengan cepat. “Cangkaman. Apa itu hari Senin?” tanya Seulji.
“Eo.”
“Kurasa aku mabuk setelah sore nya kita bertengkar. Sajangnim. Ia membantuku, kende, karena ia tidak tau di mana dormku, ia membawaku ke tempatnya. Jinjja. Kurasa seperti itu kejadiannya.” Seulji memberi keyakinan.
“Sajangnim? Ahjussi? Hya Seulji-ah neo michisseo?!” kali ini bola mata Sunggyu hampir jatuh.
“Nae chingu. Ia seumuran denganku.”
Sunggyu tertawa, “Gotjimara.”
“Jinjja. Ia cucu pemilik perusahaan tempatku bekerja. Teman SMP ku.”
Sunggyu menatap Seulji tanpa berkedip.
“Na mian. Aku hanya tidak terima kalau kita harus selesai seperti ini. Kau salah paham dan seharusnya kau dengar semua penjelasanku.”
“Neo geuwa hamkke? (Kau tidur bersamanya?).” tanya Sunggyu.
“Aniyo!”
“I bam... (Malam itu...)”
“Ia tidur di sofa. Jinjja. Na gotjitmal aniya.”
“Ttarawa. (Ikut aku).” Sunggyu bangun dari duduknya dan beranjak dari kafe lebih dulu. Seulji mengikuti di belakangnya.
.
Hampir tengah malam Seulji pulang ke rumah. Di sana masih ada Sehun dan abeoji yang sedang menonton tv bersama. Seulji tidak bicara apapun setelah menutup pintu dan beranjak ke kamarnya. Abeoji bahkan tidak berkomentar kalau anaknya pulang selarut ini. Yang ia tau, tiap kali Seulji pulang malam, pasti diantar Sunggyu dan ia tidak masalah.
Tapi Sehun menyusul adiknya ke kamar.
“Eodikayo? Bertemu hyung?” tanya Sehun sambil bersandar di pintu kamar Seulji.
“Hm.”
“Apa terjadi sesuatu?”
“Oppa, kau benar-benar seperti kakak kandungku, jinjja. Eotteohkke neol ara?”
“Mwo? Apa yang terjadi dengan kalian? Kau dan hyung bertengkar?” selidik Sehun.
“Bahkan kami putus.” Seulji menopang dagu.
“NE?” Sehun terbelalak.
“Kende jigeum aniya. Sunggyu salah paham dan aku sudah meluruskannya.”
“Geuraesseo?”
Seulji malah mengembangkan senyumnya.
“Oppa, na pigonhae. Neo geokchong hajima, aku baik-baik saja dengan Sunggyu.”
“Tapi hubunganmu bagaimana?”
“Geokchong hajima. Kka, daga, ppalli kka!” Seulji mengusir kakaknya dan langsung membungkus dirinya dengan selimut.
Sehun keluar dengan perasaan tidak puas. Seulji seolah masih memberikan tanda tanya besar. Ia tidak ingin adiknya tersakiti karena seseorang, dan ia hanya ingin Seulji bersama Sunggyu. Mengingat bahwa mereka berdua sudah bisa akrab seiring berjalannya waktu.
Setelah Sehun keluar dari kamar, Seulji menyingkirkan selimut dari wajahnya. Tersenyum saat mengingat kejadian beberapa jam yang lalu, tapi ada hal lain yang mengganggu pikirannya.
“Ttarawa. (Ikut aku).” Sunggyu bangun dari duduknya dan beranjak dari kafe lebih dulu. Seulji mengikuti di belakangnya.
Sunggyu memimpin langkah ke kantor agensi nya (Woollim Ent). Sunggyu masuk ke sedan putih nya lebih dulu, kemudian disusul Seulji. Sunggyu mengarahkan mobilnya ke taman hangang, taman di sekitar sungai han. Mobilnya berhenti tepat di sebuah tempat yang menurut Seulji tidak asing. Di sana tidak ada siapapun kecuali mereka.
Sunggyu turun dari mobil lebih dulu. Seulji masih menyapu pandangan dari dalam mobil. Ia takut seseorang akan menangkap mereka. Beberapa detik kemudian, Seulji turun dari mobil dan berdiri di depan Sunggyu.
“Aku tidak akan menaruh curiga padamu asalkan kau jujur tentang semuanya. Katakan walaupun menurutmu aku akan marah. Kende, aku tidak akan marah kalau kau mengatakannya lebih dulu dan kau tidak membiarkanku tau dari orang lain. Aah, aku tidak bisa melarangmu untuk bersikap baik padanya (Taehyun), karena ia atasanmu, kende,” Sunggyu melangkah lebih dekat ke depan Seulji. “Aku benar-benar tidak akan memaafkanmu kalau kau dekat dengannya lebih dari sekadar karyawan dan bos nya, atau seorang teman dengan temannya. Arachi?”
Seulji tertegun mendengar ocehan Sunggyu.
“Kende, apa intinya?” tanya Seulji.
Sunggyu menelan ludah, meniup udara. Kesal mendengar pertanyaan Seulji.
“Pikir sendiri kenapa aku membawamu ke sini.” kata Sunggyu.
“Ini tempat pertama kita berkencan.”
“Jigeum neo nikkeoya. Do. (Sekarang kau milikku. Lagi).” ucap Sunggyu.
“Araseo. Aku tidak akan membuatmu salah paham lagi. Yaksok.” Seulji memberi jari kelingkingnya pada Sunggyu. Sunggyu tidak langsung menanggapi hal itu, ia memperhatikan Seulji selama beberapa detik. Lalu menyalami kelingking Seulji dengan jari kelingkingnya, dan, chu!
Kiss on lips.
“Aku tipe seseorang yang akan selalu menagih janji ketika seseorang berjanji padaku.” ucap Sunggyu usai mendaratkan bibirnya.
“Dan aku akan menjadi orang yang menepati janjinya.” Seulji menyengir kuda.
“Geurae, aku ingin makan sesuatu. Na pegopha.” Sunggyu melepaskan jemarinya dan berjalan ke arah mobilnya.
“Lalu setelah makan?” Seulji menyusul langkah Sunggyu.
“Pulang. Aku akan mengantarmu ke rumah.”
Obrolan mereka berlanjut saat di dalam mobil.
“Sunggyu-ah, bisakah kita lebih lama lagi bersama? Besok aku sudah harus kembali ke Busan.” kata Seulji.
“Geurae. Besok aku juga akan mengantarmu.”
“Jinjja?” Seulji menanggapi dengan antusias.
“Aku juga ingin bertemu dengan sajangnim-mu.”
“Ne?” senyumnya tiba-tiba luntur.
.
Seulji sedikit canggung untuk menyapa Taehyun sesampainya ia di kantor. Ia telat datang 15 menit, dan Taehyun sudah ada di ruangannya. Seulji baru ingat, ada berkas kerjanya yang harus ditandatangani Taehyun. Haruskah ia masuk sekarang? Sebelum meminta tanda tangan Taehyun, ia lebih dulu memeriksa ponselnya yang bergetar beberapa menit yang lalu.
09:01
From: Kim Sunggyu
Monday hwaiting! *emoticon kiss*
Seulji hanya membalas, Neo do! *emoticon kiss*. Setelah itu Seulji memulai kerjanya hari ini, diawali dengan meminta tanda tangan kepala redaksi.
Knock knock.
“Masuk.”
Seulji menyerahkan beberapa lembar kertas yang harus Taehyun tandatangani. Taehyun langsung menggamit dan tanpa ia baca, langsung ia tandatangani dan langsung memberikan ke Seulji. Taehyun sama sekali tidak menatap wajah Seulji. Wajahnya diselimuti awan mendung.
“Kamsahamnida.” Seulji membungkuk, lalu keluar. Setelah pintu itu tertutup dari luar, Seulji sempat memperhatikan Taehyun. Sikapnya sedikit berbeda setelah pertemuannya dengan Sunggyu kemarin.
Seulji tidak berpikir apa-apa. Ia hanya bekerja seperti biasanya. Menjelang jam istirahat, seorang wanita tanpa sopan dan santun, masuk begitu saja, dan lebih parahnya, ia langsung masuk ke ruangan Taehyun. Semua karyawan langsung melempar tatap ke ruangan Taehyun. Menatap penuh tanya.
Tepat jam istirahat, Taehyun keluar dan pergi secepat kilat dari ruangannya. Wanita itu menyusul sambil terus berteriak nama Taehyun.
Nugueyo? Batin Seulji.
.
“Kemanhaja.”
“Mworaguyo? Apa hubungan kita berakhir begitu saja setelah lebih dari lima tahun kita bersama?”
“Uri? Kende, sejak kapan kita berkencan? Tolong hentikan semuanya. Na jinjja pigonhae. Sudah benar kau tinggal di Amerika, untuk apa kembali? Aku lelah menghindarimu terus. Kita bisa bertaman dan tetap berhubungan baik.”
Tangan mulus itu kemudian mendarat di pipi Taehyun.
“Apa kau meminta semua gadis berteman denganmu agar kau bisa dekat dengan siapapun semaunya? Hya, aku menahan semua demi kau, aku menunggu dan membayangkan kita berakhir bersama. Aku tidak masalah kau dekat dengan siapapun, kenapa kau melakukan ini padaku?”
“Kau tau, lalu kenapa masih bertanya? Aku sudah bilang aku tidak baik untukmu. Na nappeun namja. Aku sudah mengatakannya untuk tidak menunggu karena aku tidak akan memberikan harapan apapun padamu. Kenapa masih tidak mendengarkan kata-kataku?”
“Hya. Apa kau selalu begini pada semua gadis?” air matanya sudah tidak bisa dibendung lagi.
“Aku begini pada gadis yang tidak mendengarkan kata-kataku.”
“Hya Nam Taehyun, berapa gadis yang kau sakiti seperti ini? Kau bisa saja melukai salah satu dari mereka yang benar-benar tulus padamu, aro? Kemanhae, buka hatimu dan lihat lebih jelas. Berhenti memainkan perasaan wanita!”
“Urus saja urusanmu. Aku bisa mengurus diriku sendiri.” lalu Taehyun beranjak meninggalkan gadis itu menangis.
Seulji langsung buru-buru mengumpat di samping lounge. Ia tidak sengaja melihat dan berakhir mendengar percakapan Taehyun dan gadis itu.
Di tengah makan siang nya, Seulji tidak melanjutkan makannya. Ia memikirkan Taehyun dan gadis itu, juga kata-kata yang terlontar.
‘Apa itu yang membuat Taehyun diam sejak pagi? Kende, siapa gadis itu? Yeochin? Mantan? Atau gadis yang bertepuk sebalah tangan? Animyon... korban permainan Taehyun? Haish. Busun saenggakhae!’ semua pertanyaan dan prasangka itu berenang di kepala Seulji. Satupun tidak ada yang terjawab.
Tiba-tiba saja Taehyun datang dan duduk di depan Seulji. Ia membawa nampan makan siang nya sendiri.
“Jal meokeo seubnida.” Taehyun langsung menyuap nasi dengan sumpitnya, lalu menyeruput sup dengan sendoknya.
Seulji merasa tidak enak. Beberapa pasang mata melihat kearahnya.
“Sajangnim, kurasa kau salah tempat.” bisik Seulji.
“Ppalli meokgo! Tidak usah bicara lagi.” ucap Taehyun dengan mulut yang penuh.
“Araseo.” Seulji mengabaikan tatapan-tatapan itu dan hanya menghabiskan makan siangnya. Seulji akan membiarkan kepala Taehyun mendingin dan perasaannya membaik. Sepertinya perasaan dan pikiran Taehyun sedang tidak baik-baik saja.
Hingga makan siang Seulji sudah habis dan ia bangun untuk menaruh nampan itu.
“Nan nappeun namja aniya. (Aku bukan orang jahat).” ucap Taehyun, membuat Seulji menoleh dan kembali duduk. Taehyun melempar tatap ke Seulji. “Na geunyang, naneun saranghaji anha. (Aku hanya, aku tidak mencintainya). Aku tidak bisa mencintai wanita yang lebih dulu mencintaiku.” pengakuan Taehyun membuat Seulji terpaku dan sejenak berpikir ke belakang.
.
Dua bulan berlalu, dan di penghujung hari Senin. Pekan ini terasa istimewa bagi Seulji. Ada dua perayaan di hari ini. Setelah mendapat kejutan di kantor tadi siang, sore ini sajangnim secara khusus meminta Seulji untuk ikut dengannya.
“Hya sajangnim, apa kau memintaku untuk mentraktirmu di sini?” tanya Seulji sambil berbisik.
“Ne. Aku sengaja memilih restoran yang paling mahal. Kau harus mentraktirku.”
“Seleramu benar-benar tinggi.” sengit Seulji.
“Aku tepat memilih tempat karena kau sedang berulang tahun, merayakan tiga tahun hari jadi, dan kekasihmu seorang member idol.” ucap Taehyun sambil melihat buku menu.
“Tidak ada hubungannya dengan siapa kekasihku.”
“Aku pesan menu yang paling mahal dan favorite di sini.” Taehyun bicara pada pelayan.
“Heol. Benar-benar tanpa tega. Hya, kau tau bahwa aku harus bayar uang sewa dorm. Jinjja!”
“Seulji-ah, silahkan pesan.” Taehyun tersenyum, meledek dengan tega. Seulji hanya memandang Taehyun sengit.
“Aku tidak napsu makan. Buatkan saja pesanannya.” ucap Seulji pada pelayan, namun matanya masih menatap Taehyun sengit.
“Aku terharu.”
Seulji hanya tidak berhenti menatap Taehyun dengan sengit.
Tidak ada Sunggyu di hari ulang tahunnya. Tidak ada kekasihnya di hari jadinya yang ke tiga tahun. Hanya ada bos sekaligus temannya di sini, bersamanya. Di tengah waktu kebersamaan Seulji dan Taehyun, Sunggyu meneleponnya.
“Ne yeoboseyo?”
“Eodinde?”
“Menemani seseorang makan. Ia memerasku dengan memesan menu paling mahal di restoran.”
Taehyun hanya terkikik sambil menyantap makannya.
“Aah, jinjjaro?” Sunggyu terkikik. “Aku semakin tidak yakin ia seorang bos.” Sunggyu bahkan ikut meledek Taehyun.
“Hya hyung, na jinjja sajangnim, eo!” ucap Taehyun. Seulji memberikan ponselnya ke Taehyun.
“Araseo araseo. Taehyun-ah, jangan buat kekasihku diusir karena tidak bayar uang sewa dorm. Hahaha.”
“Kalau ia diusir, ia bisa tinggal di tempatku.” kata Taehyun. Seulji hanya menatap kesal dengan ucapan temannya itu.
“Jugule?”suara Sunggyu mendadak menurun dan terdengar berat.
“Aniya, aniya. Geurae, kekasihmu sudah tidak enak memandangku.” Taehyun mengembalikan ponsel itu ke Seulji dan pembicaraan mereka berlanjut selama beberapa menit.
Setelah sambungan Seulji dan Sunggyu terputus, beberapa detik setelahnya sebuah kue dengan lilin di atasnya datang dari atas (belakang) Seulji. Lalu seseorang yang membawakan kue, mengecup pipi Seulji dari belakang.
“Aaaaah, bureowohada... (Aaaaah, aku iri...).” Taehyun berekspresi bahwa ia juga ingin melakukannya untuk seseorang.
Mereka bertiga berakhir makan bersama dan Sunggyu juga membawakan Seulji sup rumput laut yang khusus ia buat untuk Seulji.

END

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makna Rasa Dibalik Lirik Lagu

Cerpen: At The Past

About SCIGENCE [Part 1]