Sedekade

Halo!

Kembali ke sini setelah postingan terakhir di tahun 2018. Lama ya, iya lama, mirip sama cerita kita. Gimana bisa aku buka lagi tempat di mana semua kisah kehidupan di dunia nyata ada?

Ya berarti kehidupan nyataku ada yang mengusik—bukan, bukan mengusik—mengetuk?

Mengetuk, apanya?

Begini, banyak hal yang terjadi, tapi aku tidak pernah merasa hal itu harus digubris. Tapi beberapa hari belakangan, berkat mimpi yang aku alami, aku merasa… perlu memikirkannya lagi?

Iya, aku tau. Kembali lagi, ini hanya perasaan sepihakku. Aku tidak tau dengan apa yang dia rasakan dari tempatnya, dari dunianya. Tapi dia mengganggu hari-hari damaiku. Mengacak-acak keseharianku yang isinya hanya ada aku dan tokoh-tokoh yang kuciptakan.

Perasaan seperti itu selalu mengganggu, dan aku selalu menepisnya. Tapi cerita kita itu berusia sepuluh tahun. Kalau dalam rentan waktu aku masih sesekali teringat, atau sekalipun semesta memperingatkan, itu apa artinya?

Aku berusaha mengesampingkan hal yang tidak pasti. Itu kamu. Ketidakpastian itu sendiri, kamu.

Aku di sini, seseorang yang selalu menepis dan mengesampingkanmu kalau kamu tiba-tiba hadir di mimpiku. Aku selalu di sini, seseorang yang selalu menginginkan banyak hal baik di antara kita. Aku di sini, seseorang yang keras kepala dan menganggap kita sudah selesai—kamu pun begitu, kan?

Aku selalu menutup mata dan telinga. Semua tentang kamu, aku berusaha melupakannya. Tapi sepertinya semesta menginginkanku untuk kembali mengingatmu. Sekalipun kamu pernah beriringan dengan satu gadis yang kukenal; yang kupikir kalian telah bersama. Aku masih mengingatmu.

Sepuluh tahun. Perasaan ini kurang lebih berusia segitu. Iya, menurutku perasaan ini sudah sebegitu lamanya. Tapi tidak tau menurut kamu.

Banyak musim, banyak cerita, banyak hal yang kita lalui di jalan kita sendiri-sendiri. Ada tawa dan tangis yang mungkin kita alami sendiri-sendiri. Perubahan-perubahan dalam diri kita, kita jalani masing-masing setelah situasi dan waktu ingin kita berpisah.

Kamu, mau percaya atau tidak, bayanganmu masih selalu mengikutiku. Kamu, mau menerima kalimat ini atau tidak, sebenci-bencinya aku di masa lalu, masih tetap kamu seseorang yang memiliki semua rasa di dalam hidupku.

Aku tidak berharap apa-apa di usia sedekade perasaan ini. Aku tidak tau harus menaruh harapan atau menepisnya kembali—seperti waktu-waktu sebelumnya. Aku tidak tau apa yang harus aku lakukan saat interaksi singkat kita terjadi lagi.

Tidak berharap apa-apa? Aku sedang membual sebenarnya. Sejujurnya, aku selalu berharap hal terbaik bisa kualami.

Seiring berjalannya waktu, aku tidak bisa menjadi egois. Mengharuskanmu bisa bersamaku lagi. Waktu memisahkan kita cukup lama, dan aku tidak tau berapa orang yang menghampirimu, berapa orang yang berusaha untuk kau ajak bahagia.

Tapi aku, selama kita terpisah, sekalipun banyak yang berlalu lalang di hidupku, satupun dari mereka tidak bisa sepenuhnya menggenggam perasaanku seperti kamu; pemilik satu dekade perasaan ini.

Kamu. Aku selalu berdoa dan berharap untuk aku, untuk kamu, untuk kita. Siapapun yang sedang berada di hati dan hidupmu, jika bukan aku, aku ingin kamu selalu bahagia. Aku ingin semesta segera memberitahuku jika memang sudah ada orang lain di hidupmu. Aku ingin semesta memberitahu; apa aku harus berhenti, atau meneruskan perasaan sepuluh tahun ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makna Rasa Dibalik Lirik Lagu

Cerpen: At The Past

About SCIGENCE [Part 1]