Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2014

Cerpen: Tea VS You

Pahit bagi seorang Cleopatra menjalani hari-harinya yang setiap paginya selalu mengeluh "Mahhhh, Cleo gabisa pup". Mungkin ibunya sudah terbiasa dengan 'alarm pagi' seperti itu. Cleo hanyalah seorang siswi kelas 2 SMA, dengan berat badan yang ideal, tapi masalah yang akhir-akhir ini berteman dengannya adalah susah buang air besar. Rabu pagi ini, Cleo sudah rapi dengan seragam sekolahnya, tapi belum juga memakai sepatu. Padahal, menurut jam di dinding, bel masuk sekolah Cleo tinggal 15 menit lagi. Cleo keluar dari kamar, berjalan menuju dapur dengan tampang melas, menghampiri ibunya yang sedang menyediakan sarapan untuk ayah Cleo. "Mah...." panggil Cleo sambil bersandar di dinding. "Cleo, itu teh nya udah mamah buatkan, cepet di minum, terus langsung berangkat sekolah, nanti telat lagi loh" ucap mamahnya tanpa menoleh sedikitpun dari meja dapurnya. Cleo berjalan menuju meja makan, duduk di salah satu kursi, dan menimang secangkir teh yang mas...

How I feel?

Pengumuman itu bisa bikin tangis haru sekaligus tangis isak yah. Temen-temen g ue sorak seneng gembira, lompat-lompat jumpalitan bagi mereka yang lolos P olimedia. Gue? Seneng sih. Ada sih-nya ya, hahahahahaha. G ue seneng lolos P olimedia dengan jurusan penerbitan. Tapi tanggapan orang tua ngga kaya orang tua kalian lainnya pasti. Pasti mereka langsung dibanggain banget, yaaa minimal dapet kampus negeri yakan. Dapet ucapan selamat dari ayah&ibu mereka, adik, saudaranya, teman sekerabat pasti juga bakal ngucapin selamat. Gue? "Mahhhh, aku lolos polimedia, jurusan penerbitan" teriak begitu selesai membaca info dari whatsapp grup kelas. "Jurusan penerbitan? Itu belajar apa?" tanya mamah, datar. "Kaya berhubungan sama naskah gitu" antusiasku. ".........." Aku membuka laptop, pasang modem, dan langsung log-in ke link yang dikasih teman lewat whatsapp grup. Perlahan tapi pasti kucari nama disetiap jurusan yang terpampang disitu. Dannnnnn...

Separuh Kembali

Lama tidak terdengar suara itu. Lama tidak terlihat pemilik senyuman itu. Lama tidak terisyarat ucapan yang terdengar. Lama terasa tidak merasakan decitan kalimatnya. Pemilik segala perasaan telah hadir kembali. Pencipta segala tawa ada disini lagi. Penyebab air mata kembali menghias malam. Dan, peliharaan Tuhan masih hadir dengan cinta. Semesta, aku merindukan teduh matanya. Aku merindukan senyumnya. Aku merindukan tawanya. Aku merindukan bisikan kalimatnya. Separuh itu telah kembali mengisi bagian yang hilang. Separuh itu mengetuk pintu yang masih untuknya. Separuh itu mengembalikan segala kenangan yang pernah dilalui. Separuh itu sedang menjelma sebagai seseorang yang masih sangat kucintai.

Seutas Tali

Bicara tentang tali, taukah fungsi tali itu apa? Umumnya, tali biasanya digunakan untuk mengikat. Tapi, ngomong-ngomong mengikat, apa tali juga bisa mengikat perasaan? Bisa saja. Untuk membayangkan 'tali yang mengikat perasaan' tidak cukup berotak cerdas, tapi juga menggunakan imajinasi. Bagi manusia yang pernah mengalami jatuh cinta, pasti paham betul tentang tali yang kumaksud. Tapi tidak semua manusia yang sedang jatuh cinta saja yang paham tentang tali yang mengikat perasaan, karena aku yang sedang campur-aduk-hatinya saja paham. Lebih dari enam ratus hari aku menggenggam tali, namun entah berapa ratus hari orang yang disana menggenggam tali yang seharusnya sama-sama kami genggam. Seandainya Sang Pencipta Rasa Cinta memberi pertanyaan pada kami, "Lelahkah kalian menarik-ulur tali itu?", kira-kira apa yang harus kami jawab? Lebih dari enam ratus hari rasa ini bertahan, walau sesekali kelelahan menggenggam tali yang sebenarnya saja tak tahu di seberang sana ma...

Cerpen: Terlanjur

Silver masih diam duduk di kursinya. Menatap kosong ke depan. Tapi, kedatangan seseorang membuyarkan tatapan kosong itu. Orang itu mampu menarik mata Silver sampai   kursinya di paling belakang. Rasa bersalah itu masih menghantui, meski Silver tidak pernah mengerti, atas dasar apa ia ingin minta maaf. Seandainya mulut Silver mampu memanggil dia. Seandainya beberapa kata cukup untuk mewakili rasa bersalahnya. Seandainya mata Silver mampu beradu tatap dengannya. Seandainya rentetan kalimat mampu Silver tumpahkan di depan dia. Seandainya. Kenyataannya, Silver terlalu takut untuk memulai pembicaraan padanya. Silver yakin, akan ada saat di mana dirinya dan dia diberhentikan pada satu waktu, hanya berdua. Dan pada saat itu, Silver akan mengutarakan semua yang ia rasakan selama ini. Silver tahu rasanya jadi dia, dan Silver sadar, dirinya sudah sangat jahat. Tapi, kejadian tiga bulan lalu membuat Silver tidak menggunakan akal sehatnya, untuk menerima cowo yang sama seklai tidak dici...