Seutas Tali
Bicara tentang tali, taukah fungsi tali itu apa? Umumnya, tali biasanya digunakan untuk mengikat. Tapi, ngomong-ngomong mengikat, apa tali juga bisa mengikat perasaan?
Bisa saja. Untuk membayangkan 'tali yang mengikat perasaan' tidak cukup berotak cerdas, tapi juga menggunakan imajinasi. Bagi manusia yang pernah mengalami jatuh cinta, pasti paham betul tentang tali yang kumaksud. Tapi tidak semua manusia yang sedang jatuh cinta saja yang paham tentang tali yang mengikat perasaan, karena aku yang sedang campur-aduk-hatinya saja paham.
Lebih dari enam ratus hari aku menggenggam tali, namun entah berapa ratus hari orang yang disana menggenggam tali yang seharusnya sama-sama kami genggam. Seandainya Sang Pencipta Rasa Cinta memberi pertanyaan pada kami, "Lelahkah kalian menarik-ulur tali itu?", kira-kira apa yang harus kami jawab?
Lebih dari enam ratus hari rasa ini bertahan, walau sesekali kelelahan menggenggam tali yang sebenarnya saja tak tahu di seberang sana masihkah ada seseorang yang sama yang menggenggam tali.
Pernahkah terbesit dalam benak kita? Tali yang kita genggam, yang entah akan kita tarik atau ulur, atau bahkan lepas. Lukakah telapak tangan kita yang kita gunakan untuk menarik saat salah satu dari kita mengulur? Berdarahkah jemari kita saat terlalu kuat menarik kembali tali yang hampir lepas?
Perasaan kita memang sedang tidak menyatu, namun perasaan ini adalah perasaan lama yang masih mencoba bertahan walau pernah mencoba melupakan.
Tangan ini pernah lelah untuk menarik. Mencoba mengulur, membiarkannya jatuh kebawah, menunggu yang disana menarik. Namun semuanya sia-sia. Jangankan untuk menarik, memegang tali lagi bahkan terasa berat.
Lebih dari satu kali tangan ini mengulur tali, bahkan hampir melepas. Tapi kenyataannya, perekat cinta cukup kuat untuk membiarkan telapak tangan ini menempel pada tali yang seharusnya kita tarik. Aku tak pernah pandai untuk melepas tali ini, sama seperti bodohnya yang tak bisa menghapus perasaan ini.
Pernah ada kalimat "Dia lah yang mencoba melupakan" yang tercerna melalui telinga ini. Memang, usaha untuk melupakan pernah ada. Tapi penyebab segala perasaan masih selalu tinggal dalam keraguan perasaan ini.
Melakukan kesalahan dua kali memang lebih dari tolol. Tapi kedua kalinya kesalahan itu meyakinkan perasaan ini, bahwa perasaan ini terlalu dalam mencintai, bahwa perasaan ini akan semakin kuat, bahwa seutas tali ini harus kugenggam lebih erat, seandainyapun seseorang disana sedang mencoba untuk mengulur, bahkan melepas.
Bisa saja. Untuk membayangkan 'tali yang mengikat perasaan' tidak cukup berotak cerdas, tapi juga menggunakan imajinasi. Bagi manusia yang pernah mengalami jatuh cinta, pasti paham betul tentang tali yang kumaksud. Tapi tidak semua manusia yang sedang jatuh cinta saja yang paham tentang tali yang mengikat perasaan, karena aku yang sedang campur-aduk-hatinya saja paham.
Lebih dari enam ratus hari aku menggenggam tali, namun entah berapa ratus hari orang yang disana menggenggam tali yang seharusnya sama-sama kami genggam. Seandainya Sang Pencipta Rasa Cinta memberi pertanyaan pada kami, "Lelahkah kalian menarik-ulur tali itu?", kira-kira apa yang harus kami jawab?
Lebih dari enam ratus hari rasa ini bertahan, walau sesekali kelelahan menggenggam tali yang sebenarnya saja tak tahu di seberang sana masihkah ada seseorang yang sama yang menggenggam tali.
Pernahkah terbesit dalam benak kita? Tali yang kita genggam, yang entah akan kita tarik atau ulur, atau bahkan lepas. Lukakah telapak tangan kita yang kita gunakan untuk menarik saat salah satu dari kita mengulur? Berdarahkah jemari kita saat terlalu kuat menarik kembali tali yang hampir lepas?
Perasaan kita memang sedang tidak menyatu, namun perasaan ini adalah perasaan lama yang masih mencoba bertahan walau pernah mencoba melupakan.
Tangan ini pernah lelah untuk menarik. Mencoba mengulur, membiarkannya jatuh kebawah, menunggu yang disana menarik. Namun semuanya sia-sia. Jangankan untuk menarik, memegang tali lagi bahkan terasa berat.
Lebih dari satu kali tangan ini mengulur tali, bahkan hampir melepas. Tapi kenyataannya, perekat cinta cukup kuat untuk membiarkan telapak tangan ini menempel pada tali yang seharusnya kita tarik. Aku tak pernah pandai untuk melepas tali ini, sama seperti bodohnya yang tak bisa menghapus perasaan ini.
Pernah ada kalimat "Dia lah yang mencoba melupakan" yang tercerna melalui telinga ini. Memang, usaha untuk melupakan pernah ada. Tapi penyebab segala perasaan masih selalu tinggal dalam keraguan perasaan ini.
Melakukan kesalahan dua kali memang lebih dari tolol. Tapi kedua kalinya kesalahan itu meyakinkan perasaan ini, bahwa perasaan ini terlalu dalam mencintai, bahwa perasaan ini akan semakin kuat, bahwa seutas tali ini harus kugenggam lebih erat, seandainyapun seseorang disana sedang mencoba untuk mengulur, bahkan melepas.
Komentar
Posting Komentar