Fun Fiction: When A Dreams Come True
Jam 10 malam, di apartemen tempat
Sungyeol dan keluarganya tinggal.
“Hyung, kenapa kau baru pulang?
Bukankah jam pulang kuliahmu hari ini sama denganku?” tanya Sungyeol sambil
membaca komik di atas ranjangnya.
Hoya menaruh tasnya di lantai.
Semenjak Hoya pindah ke Seoul, Sungyeol harus berbagi kamar dengan Hoya.
Sebelumnya, Hoya tinggal di Busan.
Ia memutuskan pindah ke Seoul demi mewujudkan mimpinya menjadi penyanyi. Dan
Hoya mengajak Sungyeol untuk ikut bersamanya menjadi trainee di salah satu agensi.
Dan kebetulan, Hoya juga kuliah di
kampus yang sama dengan Sungyeol—Daekyung University.
“Memang sama. Hanya saja, aku harus
melakukan sesuatu setiap kali selesai kuliah.” jawab Hoya, lesu.
Sungyeol mengalihkan pandangannya
dari komik yang ia baca.
“Mwo? Memang kau melakukan apa?” tanya Sungyeol.
“Kau masih terlalu kecil untuk tau.” ledek Hoya.
“Hya, hyung! Tahun kelahiran kita sama, hanya berbeda bulan.”
“Ara.. Ara.. Sudah ah, aku mau mandi dulu.” Hoya mengambil handuknya di lemarinya.
“Hyung, eomma sudah tidur, tadi dia membuatkanmu makanan. Kalau sudah selesai mandi, ambil saja di meja makan.” kata Sungyeol sambil melanjutkan membaca komiknya.
“Kau masih terlalu kecil untuk tau.” ledek Hoya.
“Hya, hyung! Tahun kelahiran kita sama, hanya berbeda bulan.”
“Ara.. Ara.. Sudah ah, aku mau mandi dulu.” Hoya mengambil handuknya di lemarinya.
“Hyung, eomma sudah tidur, tadi dia membuatkanmu makanan. Kalau sudah selesai mandi, ambil saja di meja makan.” kata Sungyeol sambil melanjutkan membaca komiknya.
Hoya menghentikan aktivitasnya. Ia
teringat keluarganya di Busan.
“Songyora, keluargamu begitu baik
padaku. Gomawo-so.” sendu Hoya.
“Hya! Mengapa jadi mellow seperti ini? Aku sudah menganggapmu sebagai hyungku sendiri. Tidak usah berlebihan seperti itu.” Kata Sungyeol yang enggan meneteskan air mata kali ini. Biasanya, Sungyeol selalu meneteskan air mata tiap kali Hoya bercerita tentang keluarganya.
“Songyora, apa Daeyeol tidak menganggapmu hyung sampai-sampai kau harus menganggapku hyung?” lagi-lagi Hoya meledek.
“Hya! Baginya, aku adalah hyung terbaiknya.”
“Jinjja?” Hoya menaikan sebelah alisnya.
“Kenapa malah seperti ini? Cepat mandi! Nanti makanmu aku yang makan kalau kau tidak segera mandi!”
“Ye. Ye. Ancamanmu selalu begitu.”
“Hya! Mengapa jadi mellow seperti ini? Aku sudah menganggapmu sebagai hyungku sendiri. Tidak usah berlebihan seperti itu.” Kata Sungyeol yang enggan meneteskan air mata kali ini. Biasanya, Sungyeol selalu meneteskan air mata tiap kali Hoya bercerita tentang keluarganya.
“Songyora, apa Daeyeol tidak menganggapmu hyung sampai-sampai kau harus menganggapku hyung?” lagi-lagi Hoya meledek.
“Hya! Baginya, aku adalah hyung terbaiknya.”
“Jinjja?” Hoya menaikan sebelah alisnya.
“Kenapa malah seperti ini? Cepat mandi! Nanti makanmu aku yang makan kalau kau tidak segera mandi!”
“Ye. Ye. Ancamanmu selalu begitu.”
Kemudian Hoya pergi ke kamar mandi.
~
Seseorang membuka pintu.
“Cukup. Latihan hari ini cukup
sampai sini.”
“Hyung, apa grup ini hanya kami bertiga saja?” tanya Sunggyu pada manajer di sebuah agensi. Sunggyu memanggilnya hyung—biar terdengar akrab, katanya.
“Ani. Aku sudah membawakan satu orang lagi. Ia seorang siswa SMA yang memutuskan untuk menjadi siswa home schooling. Ia akan tinggal di sini bersama kalian. Kuharap kalian bisa membantunya dan bisa akrab seperti kalian bertiga mengakrabkan diri.” ucap manajer.
“Hyung-nim, apa dia seusiaku?” tanya Myungsoo, yang berusia 19 tahun.
“Ani. Dia setahun lebih muda darimu.” jawab manajer.
“Myungso-aah, jangan berharap lebih untuk menjadi seorang maknae di sini.” ledek Dongwoo.
“Hya, Myungsoo, lagi pula manajer bilang dia seorang siswa. Bukankah kau sedang melanjutkan belajar di Universitas? Pabo-ya.” kata Sunggyu.
“Aah, benar juga.” Myungsoo menganggukan kepalanya.
“Hyung, apa grup ini hanya kami bertiga saja?” tanya Sunggyu pada manajer di sebuah agensi. Sunggyu memanggilnya hyung—biar terdengar akrab, katanya.
“Ani. Aku sudah membawakan satu orang lagi. Ia seorang siswa SMA yang memutuskan untuk menjadi siswa home schooling. Ia akan tinggal di sini bersama kalian. Kuharap kalian bisa membantunya dan bisa akrab seperti kalian bertiga mengakrabkan diri.” ucap manajer.
“Hyung-nim, apa dia seusiaku?” tanya Myungsoo, yang berusia 19 tahun.
“Ani. Dia setahun lebih muda darimu.” jawab manajer.
“Myungso-aah, jangan berharap lebih untuk menjadi seorang maknae di sini.” ledek Dongwoo.
“Hya, Myungsoo, lagi pula manajer bilang dia seorang siswa. Bukankah kau sedang melanjutkan belajar di Universitas? Pabo-ya.” kata Sunggyu.
“Aah, benar juga.” Myungsoo menganggukan kepalanya.
Tidak lama setelah itu, manajer
membawakan seorang namja yang cantik.
“Daebak!” gumam Sunggyu di telinga Dongwoo.
“Apa dia benar-benar seorang namja?” bisik Dongwoo.
“Apa dia benar-benar seorang namja?” bisik Dongwoo.
Seorang trainee itu berdiri di hadapan Sunggyu, Dongwoo, dan Myungsoo.
“Annyeong hasseyo. Nama saya Lee Sungjong. Saya masih berusia 18
tahun. Semoga kalian mau membantu saya untuk melewati hari-hari berikutnya.”
ucapnya.
Baru mendengar suaranya seperti
ini, bahkan Myungsoo tidak tega untuk tidak membantu trainee baru ini.
Pada awalnya, Sunggyu lebih merasa
asik dengan Dongwoo, karena mungkin usianya tidak terlalu jauh. Mereka hanya
berbeda satu tahun. Sama seperti Myungsoo dan Sungjong, usia mereka hanya
berbeda setahun.
~
“Songyora, cangkaman. Aku akan kembali dalam waktu 15 menit. Oke?” Hoya
meminta Sungyeol untuk menunggunya di halaman parkiran kampus mereka.
“Hya, kau akan melakukan apa memangnya? Bisakah aku ikut denganmu? Aku bosan kalau ditinggal sendiri seperti ini.”
“Tidak akan lama. Jinjja!” Hoya tersenyum.
“Palli!!” teriak Sungyeol ketika Hoya berlari ke dalam kampus meninggalkan Sungyeol.
“Hya, kau akan melakukan apa memangnya? Bisakah aku ikut denganmu? Aku bosan kalau ditinggal sendiri seperti ini.”
“Tidak akan lama. Jinjja!” Hoya tersenyum.
“Palli!!” teriak Sungyeol ketika Hoya berlari ke dalam kampus meninggalkan Sungyeol.
Di koridor kampus yang sudah sepi.
“Noona.” panggil Hoya.
Seorang wanita bertubuh ramping
dengan rambut yang diikat kuda, menoleh ke sumber suara.
“Mwo? Hoya-ssi, selama
masih di kampus, aku adalah seorang guru.”
Hoya tersenyum sambil berjalan
lebih dekat lagi ke hadapan Kim Ra Eun.
“Wae? Sudah tidak ada siapapun di lantai ini. Noona, ada apa
memintaku untuk menemuimu? Apa kau merindukanku? Hari ini kan kau tidak masuk
ke kelasku.” ledek Hoya sambil menggigit bibir bawahnya.
“Hya! Jangan menggodaku seperti itu!” Ra Eun memelototi Hoya.
“Aah, mianhe. Mianhe, Sonsengnim.” ucap Hoya sambil membungkukan tubuhnya.
“Hya! Jangan menggodaku seperti itu!” Ra Eun memelototi Hoya.
“Aah, mianhe. Mianhe, Sonsengnim.” ucap Hoya sambil membungkukan tubuhnya.
Ra Eun memberikan selembar brosur
pada Hoya.
“Kau pernah bilang kalau menjadi
penyanyi adalah mimpimu. Sebuah agensi sedang membuka pendaftaran untuk menjadi
siswa pelatihan. Ambillah dan datanglah ke sana.” kata Ra Eun.
Hoya menerima selembar brosur
tersebut, lalu tersenyum pada gurunya.
“Kau mendapatkan ini dari mana?
Hya! Aku benar-benar akan menjadi trainee
di sini!” mata Hoya membelalak sambil tersenyum dan menunjuk brosur agensi
yang ia genggam.
Ra Eun tersenyum.
“Hwaiting!” Ra Eun memberikan semangat untuk muridnya ini.
“Gomawo.” ucap Hoya yang kemudian meninggalkan Ra Eun.
“Gomawo.” ucap Hoya yang kemudian meninggalkan Ra Eun.
Sungyeol sudah benar-benar berniat
untuk pulang meninggalkan Hoya. Namun tiga detik setelah niat jahatnya
terlintas, Hoya datang dan langsung memeluk Sungyeol.
“Songyora! Kita akan segera
mewujudkan mimpi kita!” teriak Hoya dalam pelukan Sungyeol.
“Hya! Lepas!” teriak Sungyeol.
“Kita akan menjadi penyanyi!” antusias Hoya.
“Hyung, kubilang lepaskan aku!” teriak Sungyeol.
“Aah, mian. Songyora, coba lihat ini.” Hoya memaparkan brosur di depan wajah Sungyeol.
“Woollim. Ent. Waeyo?” tanya Sungyeol, polos.
“Aah, jinjja! Jeongmal pabo-ya! Kita akan mendaftar di agensi ini.”
“Agensi?” Sungyeol memutar bola matanya.
“Hya, kenapa kau tiba-tiba menjadi seperti orang bodoh?” tanya Hoya dengan nada bicara yang datar.
“Ani. Arayo. Kapan kita ke sana untuk mendaftarkan diri?”
“Di brosur ini, lusa hari terakhir untuk mendaftar. Kira-kira, apa ada kriteria tertentu untuk menjadi seorang trainee?”
“Molla. Tapi tidak ada salahnya jika kita mencoba. Hyung, mari besok kita mendaftarkan diri.”
“Hya! Lepas!” teriak Sungyeol.
“Kita akan menjadi penyanyi!” antusias Hoya.
“Hyung, kubilang lepaskan aku!” teriak Sungyeol.
“Aah, mian. Songyora, coba lihat ini.” Hoya memaparkan brosur di depan wajah Sungyeol.
“Woollim. Ent. Waeyo?” tanya Sungyeol, polos.
“Aah, jinjja! Jeongmal pabo-ya! Kita akan mendaftar di agensi ini.”
“Agensi?” Sungyeol memutar bola matanya.
“Hya, kenapa kau tiba-tiba menjadi seperti orang bodoh?” tanya Hoya dengan nada bicara yang datar.
“Ani. Arayo. Kapan kita ke sana untuk mendaftarkan diri?”
“Di brosur ini, lusa hari terakhir untuk mendaftar. Kira-kira, apa ada kriteria tertentu untuk menjadi seorang trainee?”
“Molla. Tapi tidak ada salahnya jika kita mencoba. Hyung, mari besok kita mendaftarkan diri.”
Hoya melirik arlojinya, kemudian
melirik waktu pendaftaran yang ada di brosur.
“Ku rasa lebih cepat, lebih baik.
Mereka masih membuka sampai dua jam ke depan.” Hoya merangkul Sungyeol.
Mereka berdua pergi menaiki sepeda
motor yang dikendarai Sungyeol.
Sesampainya di gedung agensi,
mereka mengisi form. Setelah mengisi form dan menunggu telepon dari pihak
agensi selama paling sebentar 24 jam, Sungyeol dan Hoya tidak langsung pulang.
Mereka sekadar keliling dan berkhayal bahwa mereka pasti akan menjadi trainee di sini.
“Hyung!” Sungyeol teriak.
Hoya yang sedang membaca di papan
yang di temple di dinding, menoleh dan menghampiri Sungyeol.
“Mwo?” tanya Hoya.
“Lihatlah. Kurasa mereka sedang berlatih untuk debut mereka.” Sungyeol menunjuk sebuah ruangan yang berdinding kaca agak gelap. Ada empat orang di sana.
“Songyora, kita akan ada di ruangan itu seminggu ke depan.”
“Ne.” Sungyeol berusaha optimis.
“Lihatlah. Kurasa mereka sedang berlatih untuk debut mereka.” Sungyeol menunjuk sebuah ruangan yang berdinding kaca agak gelap. Ada empat orang di sana.
“Songyora, kita akan ada di ruangan itu seminggu ke depan.”
“Ne.” Sungyeol berusaha optimis.
Setelah itu, mereka berjalan ke
luar menuju parkiran. Sungyeol dan Hoya menghentikan langkah mereka ketika
melihat seorang pemuda baru saja turun dari taksi. Terlihat kedua orang tua dan
seorang pria yang wajahnya sangat mirip dengan pemuda yang memakai ransel biru
muda ini.
“Namuyo, jaga dirimu baik-baik di
sini. Eomma akan merindukanmu.” Ibu itu memegang kepala pemuda tersebut.
“Telepon kami jika kau merindukan kami. Jangan jadi anak yang nakal di sini, kau harus menjadi penurut.” ucap ayahnya.
“Abeoji, aku menjadi seorang trainee atas keinginanku. Jadi aku akan mengikuti peraturan di sini. Eomma, jangan menangis, jangan membuatku semakin tidak tega untuk meninggalkanmu.” ucap pemuda itu.
“Woohyun-aah, kau sudah memilih jalanmu sendiri. Kuharap kau bisa mempertanggungjawabkannya.” ucap seorang pria.
“Boohyun-hyung, sudah kubilang aku masih tetap melanjutkan pendidikanku. Hanya saja, akan tertunda untuk beberapa tahun ke depan.”
“Geurae. Masuklah.”
“Telepon kami jika kau merindukan kami. Jangan jadi anak yang nakal di sini, kau harus menjadi penurut.” ucap ayahnya.
“Abeoji, aku menjadi seorang trainee atas keinginanku. Jadi aku akan mengikuti peraturan di sini. Eomma, jangan menangis, jangan membuatku semakin tidak tega untuk meninggalkanmu.” ucap pemuda itu.
“Woohyun-aah, kau sudah memilih jalanmu sendiri. Kuharap kau bisa mempertanggungjawabkannya.” ucap seorang pria.
“Boohyun-hyung, sudah kubilang aku masih tetap melanjutkan pendidikanku. Hanya saja, akan tertunda untuk beberapa tahun ke depan.”
“Geurae. Masuklah.”
Setelah berpamitan dengan keadaan
yang haru, seorang trainee tersebut
masuk sambil menggiring kopernya.
Trainee
tersebut melirik Sungyeol dan Hoya. Datar dan tanpa senyum.
“Songyora.” gumam Hoya.
Sungyeol merangkul Hoya.
“Arayo. Jangan bersedih, jebal.”
ucap Sungyeol.
“Kalau aku lolos, aku akan meminta Noona yang mengantarku.” kata Hoya sambil tersenyum.
“Noona? Kau bilang bahwa keluargamu ada di Busan. Lagi pula, kau seorang Hyung untuk kedua namja-dongsaeng. Siapa yang kau panggil Noona?” Sungyeol menarik kerah kemeja Hoya.
“Hya, Songyora. Kau akan segera mengetahuinya nanti. Aku janji akan memberitahumu.”
“Jinjja-ro! Jadi kau sedang pendekatan dengan seorang Noona?!” Sungyeol kesal dan berjalan meninggalkan Hoya.
“Kalau aku lolos, aku akan meminta Noona yang mengantarku.” kata Hoya sambil tersenyum.
“Noona? Kau bilang bahwa keluargamu ada di Busan. Lagi pula, kau seorang Hyung untuk kedua namja-dongsaeng. Siapa yang kau panggil Noona?” Sungyeol menarik kerah kemeja Hoya.
“Hya, Songyora. Kau akan segera mengetahuinya nanti. Aku janji akan memberitahumu.”
“Jinjja-ro! Jadi kau sedang pendekatan dengan seorang Noona?!” Sungyeol kesal dan berjalan meninggalkan Hoya.
~
Sabtu, tengah malam, di kamar.
“SONGYORA!” teriak Hoya begitu
melihat sesuatu dari layar ponselnya.
“Hya! Kau mengagetkanku!” Sungyeol melempar Hoya dengan bantal.
“Aku lulus menjadi trainee. Bagaimana denganmu?” tanya Hoya yang senangnya berapi-api.
“Jinjja? Chukhae, hyung!” ucap Sungyeol sambil bangun dari tidurnya dan berusaha untuk membuat kedua matanya terbuka normal.
“Hya! Kau mengagetkanku!” Sungyeol melempar Hoya dengan bantal.
“Aku lulus menjadi trainee. Bagaimana denganmu?” tanya Hoya yang senangnya berapi-api.
“Jinjja? Chukhae, hyung!” ucap Sungyeol sambil bangun dari tidurnya dan berusaha untuk membuat kedua matanya terbuka normal.
Sungyeol meraih ponselnya.
“Hya, hyung! Aku juga lulus. Kita akan
mengikuti ujian berikutnya mulai hari Senin.”
“Chukhae!” ucap Hoya.
“Chukhae!” ucap Hoya.
Pagi ini, Hoya mengajak Ra Eun
ketemu. Mereka bertemu di taman.
“Daebak. Kau benar-benar bukan seorang guru kalau di luar kampus.”
ucap Hoya ketika Ra Eun baru datang.
Ra Eun datang mengenakan celana
jins hitam, dipadu dengan kemeja belang-belang hitam putih, dan snikers warna putih yang membuat kaki
mungilnya semakin indah. Rambutnya ia biarkan tergerai.
Ra Eun duduk di sebelah Hoya.
“Wae?” tanya Ra Eun.
“Kau benar-benar cantik.” Hoya menatap tanpa berkedip.
“Hya! Katakan apa yang ingin kau katakan.”
“Ra Eun-noona, aku membawa kabar gembira.” ucap Hoya yang menahan senyumnya.
“Mwo? Apa itu hal yang akan membuatku senang juga?” Ra Eun tersenyum.
“Molla. Yang jelas kau juga harus merasa senang. Ra Eun-aah, gomawo.” Hoya mencium pipi Ra Eun.
“Kau benar-benar cantik.” Hoya menatap tanpa berkedip.
“Hya! Katakan apa yang ingin kau katakan.”
“Ra Eun-noona, aku membawa kabar gembira.” ucap Hoya yang menahan senyumnya.
“Mwo? Apa itu hal yang akan membuatku senang juga?” Ra Eun tersenyum.
“Molla. Yang jelas kau juga harus merasa senang. Ra Eun-aah, gomawo.” Hoya mencium pipi Ra Eun.
Ra Eun mematung.
“Aku akan menjadi trainee di agensi yang kau berikan
brosurnya. Aku akan menjadi seorang penyanyi.”
“Ji.. Jinjja? Chukhae, Hoya-ssi.”
“Ji.. Jinjja? Chukhae, Hoya-ssi.”
Hoya tersenyum. Sedetik kemudian, Ra
Eun menampar pelan pipi Hoya.
“Hya! Apa yang kau lakukan? Aku
gurumu!” teriak Ra Eun.
“Ra Eun-noona, kenapa kau baru menyadarinya?” tanya Hoya sambil tersenyum sejari.
“Ra Eun-noona, kenapa kau baru menyadarinya?” tanya Hoya sambil tersenyum sejari.
Ra Eun diam menahan panas di kedua
pipinya. Ia merasa bahwa pipinya sudah semerah tomat.
“Noona, ada apa dengan wajahmu?
Kenapa sangat merah?” ledek Hoya.
“Hya! Jangan mengulanginya lagi atau aku akan memukulmu!”
“Mianhe. Aku hanya terlalu senang.”
“Lalu, kapan kau akan tinggal di sana? Cangkaman, dan bagaimana dengan kuliahmu?”
“Hya! Jangan mengulanginya lagi atau aku akan memukulmu!”
“Mianhe. Aku hanya terlalu senang.”
“Lalu, kapan kau akan tinggal di sana? Cangkaman, dan bagaimana dengan kuliahmu?”
Hoya tersenyum.
“Apa sekarang kau khawatir tidak
bisa bertemu denganku lebih lama?” Hoya tersenyum penuh maksud.
“Hya, apa yang kau bicarakan? Bukan begitu maksudku.”
“Mungkin aku akan cuti selama jadi trainee. Dan melanjutkan jika sempat, atau bahkan jika ingin.”
“Hya, kau tidak boleh begitu. Kau harus menyelesaikan pendidikanmu. Kau harus membanggakan kedua orangtu—mi.. mianhe.”
“Gwenchana. Aku tidak mau bersedih di hari bahagia seperti ini. Ra Eun-noona, boleh aku meminta satu hal padamu?” tanya Hoya dengan hati-hati.
“Mwo?”
“Karena Sungyeol juga lulus dalam audisi, pasti ia akan diantar keluarganya. Bolehkah aku memintamu sebagai waliku?” tanya Hoya sambil menundukan kepalanya.
“Hya, apa yang kau bicarakan? Bukan begitu maksudku.”
“Mungkin aku akan cuti selama jadi trainee. Dan melanjutkan jika sempat, atau bahkan jika ingin.”
“Hya, kau tidak boleh begitu. Kau harus menyelesaikan pendidikanmu. Kau harus membanggakan kedua orangtu—mi.. mianhe.”
“Gwenchana. Aku tidak mau bersedih di hari bahagia seperti ini. Ra Eun-noona, boleh aku meminta satu hal padamu?” tanya Hoya dengan hati-hati.
“Mwo?”
“Karena Sungyeol juga lulus dalam audisi, pasti ia akan diantar keluarganya. Bolehkah aku memintamu sebagai waliku?” tanya Hoya sambil menundukan kepalanya.
Ra Eun menatap Hoya iba. Ra Eun
memegang pundak Hoya.
“Hoya-ssi,” Ra Eun menghadapkan tubuh Hoya ke hadapan tubuhnya. “Aku akan
melakukannya.” Ra Eun tersenyum.
“Gomawo.” Hoya memeluk Ra Eun.
“Gomawo.” Hoya memeluk Ra Eun.
Tibalah hari di mana Sungyeol dan
Hoya menjadi seorang trainee di
Woollim.Ent. Kedua orang tua Sungyeol dan adik laki-laki Sungyeol mengantarnya
sampai depan gedung Woollim. Sementara Hoya, datang bersama Ra Eun.
“Oh? Annyeong hasseyo, Kim Ra-sonsengnim.”
sapa Sungyeol pada gurunya.
Hoya berdiri di sebelah Sungyeol.
“Apa maksud semua ini? Kenapa kau datang bersama sonsengnim? Jawab pertanyaanku!” bisik Sungyeol.
Hoya tersenyum malu-malu.
“Hya, aku akan mencekikmu kalau kau
tidak menjawab!”
“Cangkaman!” bisik Hoya.
“Cangkaman!” bisik Hoya.
“Sungyeol-ssi, ku dengar kau juga lulus audisi untuk menjadi seorang trainee. Chukhae!” ucap Ra Eun.
“Kamshahamnida, sonsengim.” Sungyeol membungkukan badannya.
“Hyung, saat kalian sudah sukses, kalian harus membantuku supaya bisa menjadi trainee di sini.” ucap Daeyeol, adik laki-laki Sungyeol.
“Mwo? Andwe! Aku tidak akan mewujudkannya!” kata Sungyeol.
“Hya. Kau benar-benar hyung terburuk yang pernah kudapatkan.” kata Daeyeol.
“Songyora, kau bilang kau hyung terbaik bagi Daeyeol.” kata Hoya mengingat kata-kata Sungyeol.
“Dia memang selalu seperti itu.”
“Masuklah. Sudah waktunya.” ucap Ra Eun.
“Eomma, Appa, dongsaeng-nim, aku akan merindukan kalian.” ucap Sungyeol.
“Tapi aku tidak. Mianhe.” kata Daeyeol.
“Hya!” ucap Sungyeol.
“Kamshahamnida, sonsengim.” Sungyeol membungkukan badannya.
“Hyung, saat kalian sudah sukses, kalian harus membantuku supaya bisa menjadi trainee di sini.” ucap Daeyeol, adik laki-laki Sungyeol.
“Mwo? Andwe! Aku tidak akan mewujudkannya!” kata Sungyeol.
“Hya. Kau benar-benar hyung terburuk yang pernah kudapatkan.” kata Daeyeol.
“Songyora, kau bilang kau hyung terbaik bagi Daeyeol.” kata Hoya mengingat kata-kata Sungyeol.
“Dia memang selalu seperti itu.”
“Masuklah. Sudah waktunya.” ucap Ra Eun.
“Eomma, Appa, dongsaeng-nim, aku akan merindukan kalian.” ucap Sungyeol.
“Tapi aku tidak. Mianhe.” kata Daeyeol.
“Hya!” ucap Sungyeol.
Hoya dn Ra Eun menahan tawa,
sedangkan kedua orang tua Sungyeol hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat
kelakuan dua anak laki-lakinya.
“Sungyeol-ssi, Hoya-ssi, kuharap
kalian bertemu teman-teman yang baik.” ucap Ra Eun sambil tersenyum.
“Ne, sonsengim.” kata Sungyeol, sopan.
“Ra Eun-noona, sering-seringlah ke sini untuk menemuiku.” ucap Hoya.
“Ne, sonsengim.” kata Sungyeol, sopan.
“Ra Eun-noona, sering-seringlah ke sini untuk menemuiku.” ucap Hoya.
Sungyeol terkejut mendengar ucapan
Hoya barusan.
“Ne. Akan ku pertimbangkan.” ucap Ra Eun yang kemudian masuk ke
mobilnya.
Setelah Ra Eun dan keluarga
Sungyeol pergi.
“Hyung, jelaskan padaku! Palli! Ada hubungan apa kau dengan Kim
Ra-sonsengim?!” tanya Sungyeol.
“Selayaknya murid pada gurunya.” jawab Hoya, santai.
“Kau pikir aku percaya dengan ucapanmu?! Jawab pertanyaanku dengan jujur!”
“Selayaknya murid pada gurunya.” jawab Hoya, santai.
“Kau pikir aku percaya dengan ucapanmu?! Jawab pertanyaanku dengan jujur!”
Sungyeol mulai kesal dan menaruh
kedua tangannya di leher Hoya.
“Ne. Ne. Aku akan menceritakannya.” kata Hoya.
“Palli!”
“Aku menyukainya sejak pertama kali melihatnya.”
“Bagaimana kalian bisa sedekat itu? Sampai kalian harus bicara dengan bahasa banmal.”
“Menurutmu begitu? Hem, geurae, kurasa dia juga menyukaiku.”
“ANIYO. ANDWE!” teriak Sungyeol yang membuat orang-orang di sekitar mereka melirik mereka.
“Palli!”
“Aku menyukainya sejak pertama kali melihatnya.”
“Bagaimana kalian bisa sedekat itu? Sampai kalian harus bicara dengan bahasa banmal.”
“Menurutmu begitu? Hem, geurae, kurasa dia juga menyukaiku.”
“ANIYO. ANDWE!” teriak Sungyeol yang membuat orang-orang di sekitar mereka melirik mereka.
Setelah itu, mereka berdua di
arahkan untuk ke kamar mereka. Kebetulan, mereka satu kamar. Bertiga. Satu lagi
dengan…
“Annyeong.” sapa Sungyeol.
“Nugu seyo?” tanya seseorang yang pernah Sungyeol dan Hoya lihat.
“Nugu seyo?” tanya seseorang yang pernah Sungyeol dan Hoya lihat.
Sungyeol dan Hoya saling melirik.
“Joneun, Lee Sungyeol-imnida.” ucap Sungyeol.
“Joneun, Lee Howon-imnida.” ucap Hoya.
“Aah, kalian bisa panggil aku Woohyun.”
“Cangkaman, apa kami harus memanggilmu hyung, atau—“
“Berapa usia kalian?” tanya Woohyun.
“91-Sam-wol (Maret 91).” jawab Hoya.
“91-Pal-wol (Agustus 91).” jawab Sungyeol.
“Aku hyung kalian.” kata Woohyun yang kemudian berdiri, lalu keluar kamar.
“Joneun, Lee Howon-imnida.” ucap Hoya.
“Aah, kalian bisa panggil aku Woohyun.”
“Cangkaman, apa kami harus memanggilmu hyung, atau—“
“Berapa usia kalian?” tanya Woohyun.
“91-Sam-wol (Maret 91).” jawab Hoya.
“91-Pal-wol (Agustus 91).” jawab Sungyeol.
“Aku hyung kalian.” kata Woohyun yang kemudian berdiri, lalu keluar kamar.
Setelah yakin bahwa Woohyun
benar-benar tidak ada di sekitar kamar.
“Hya, kenapa dia begitu dingin dan
datar. Apa dia pikir dia seorang leader?
Bukankah dia juga trainee baru
seperti kita?” oceh Sungyeol.
“Molla. Mari kita siap-siap. Tadi salah satu manjer menyuruh kita ke ruang latihan.” kata Hoya.
“Molla. Mari kita siap-siap. Tadi salah satu manjer menyuruh kita ke ruang latihan.” kata Hoya.
~
Hoya sedang berlatih dance, diikuti Sungyeol di sebelahnya.
Banyak pasang mata yang melihat dan kagum melihat gerakan mereka berdua.
Manajer bilang, bahwa mereka harus
terus berlatih untuk mempersiapkan debut suatu hari nanti.
Saat jam istirahat.
“Annyeong.” sapa cowok yang paling cantik di gedung agensi.
“Ooh, annyeong.” ucap Hoya dan Sungyeol.
“Namja-yo?” tanya Sungyeol.
“Hya, kenapa banyak yang bicara seperti itu. Aku seorang namja.” ucap Sungjong.
“Aah, mianhe. Lee Sungyeol.” Sungyeol memperkenalkan diri.
“Lee Howon. Panggil aku Hoya.” ucap Hoya.
“Daebak. Kita bertiga satu marga. Namaku Lee Sungjong.”
“Cangkaman. Apa kau berusia 14 tahun?” kata Sungyeol.
“Ani. Usiaku 18 tahun.”
“Mwo?! 2 tahun lebih muda dari kami. Sulit kupercaya.” kata Sungyeol yang memasang wajah terkejut.
“Myungsoo-hyung, kemarilah.” teriak Sungjong.
“Ooh, annyeong.” ucap Hoya dan Sungyeol.
“Namja-yo?” tanya Sungyeol.
“Hya, kenapa banyak yang bicara seperti itu. Aku seorang namja.” ucap Sungjong.
“Aah, mianhe. Lee Sungyeol.” Sungyeol memperkenalkan diri.
“Lee Howon. Panggil aku Hoya.” ucap Hoya.
“Daebak. Kita bertiga satu marga. Namaku Lee Sungjong.”
“Cangkaman. Apa kau berusia 14 tahun?” kata Sungyeol.
“Ani. Usiaku 18 tahun.”
“Mwo?! 2 tahun lebih muda dari kami. Sulit kupercaya.” kata Sungyeol yang memasang wajah terkejut.
“Myungsoo-hyung, kemarilah.” teriak Sungjong.
Cowok berlesung pipi itu menyalami
Hoya dan Sungyeol.
“Annyeong, hyung.” sapa Myungsoo.
“Hya, kenapa kau sangat tampan.” kata Sungyeol.
“Songyora, kenapa tidak bersikap layaknya seorang laki-laki? Jinjja-ro.”
“Aah, mian. Annyeong, Myung… Ah, aku lupa.” kata Sungyeol.
“Myungsoo. Kim Myungsoo.” kata Myungsoo sambil tersenyum.
“Hya, kenapa kau sangat tampan.” kata Sungyeol.
“Songyora, kenapa tidak bersikap layaknya seorang laki-laki? Jinjja-ro.”
“Aah, mian. Annyeong, Myung… Ah, aku lupa.” kata Sungyeol.
“Myungsoo. Kim Myungsoo.” kata Myungsoo sambil tersenyum.
Saat dua orang laki-laki datang
menghampiri mereka berempat, Sungyeol dan Hoya memberi salam.
“Annyeong hasseyo, Sunggyu-hyung. Annyeong hasseyo, Dongwoo-hyung.” sapa Sungyeol dan Hoya.
Dongwoo tersenyum. Sunggyu? Hanya
menganggukan kepala sambil melipat kedua tangannya di depan perutnya. Wajahnya…
benar-benar menyebalkan.
‘Kuharap aku tidak disatukan
dengannya.’ benak Sungyeol.
“Hyung, aku punya sesuatu untuk
kalian berdua.” Sungjong merogoh saku celana jinsnya. Lalu ia mengeluarkan 2
lolipop rasa lemon. Sungyeol dan Hoya menerimanya.
“Gomapseumnida.” ucap Sungyeol dan Hoya.
“Hya, Lee Sungjong, apa kau hanya memberi mereka?” tanya Sunggyu sambil memicingkan mata segarisnya.
“Ne? Aah, cangkaman. Aku punya beberapa di kamarku.” Sungjong pergi ke kamarnya.
“Hya, Lee Sungjong, apa kau hanya memberi mereka?” tanya Sunggyu sambil memicingkan mata segarisnya.
“Ne? Aah, cangkaman. Aku punya beberapa di kamarku.” Sungjong pergi ke kamarnya.
Hoya yang belum sempat membuka
permen dari Sungjong, melirik Sungyeol. Sayang, Sungyeol sudah terlanjur
memasukan lollipop ke mulutnya.
“Hyung, untukmu.” Hoya memberi
lollipop itu pada Sunggyu.
“Jinjja?” tanya Sunggyu dengan tatapan dingin.
“Jinjja?” tanya Sunggyu dengan tatapan dingin.
Dongwoo yang lebih dulu mengenal
Sunggyu, hanya menahan tawa di belakang pundak Sunggyu.
Yang ada di pikiran Sungyeol dan
Hoya sebagai trainee baru saat itu
adalah, apa mereka berdua sedang membully, atau melakukan hal lain?
“Untukmu. Aku tidak begitu menyukai
permen. Jinjja.” kata Hoya.
“Mwo? Hya, setoples permen mint di kamarku habis karenamu. Bagaimana kau tidak begitu menyukai permen?” tanya Sungyeol polos.
“Mwo? Hya, setoples permen mint di kamarku habis karenamu. Bagaimana kau tidak begitu menyukai permen?” tanya Sungyeol polos.
Sunggyu memutar-mutar batang
lollipop lemon tersebut. Hoya menginjak kaki Sungyeol.
“Maksudnya adalah kalau aku lebih
menyukai permen mint dibandingkan permen rasa buah.” ucap Hoya yang sudah malas
melihat wajah Sunggyu.
Sunggyu sedikit bicara, tapi ia
benar-benar menyebalkan. Bagaimana kalau dia banyak bicara?
“Sunggyu-hyung, ini untukmu.”
Sungjong memberikan lollipop lemon pada Sunggyu.
“Gomawo, Hoya-ssi.” ucap Sunggyu yang kemudian pergi dari situ, mengabaikan ucapan Sungjong.
“Kalian jangan percaya dengan sikapnya barusan. Sungguh, dia benar-benar memakai topeng. Hahahaha!” kata Dongwoo sambil tertawa dengan khasnya.
“Gomawo, Hoya-ssi.” ucap Sunggyu yang kemudian pergi dari situ, mengabaikan ucapan Sungjong.
“Kalian jangan percaya dengan sikapnya barusan. Sungguh, dia benar-benar memakai topeng. Hahahaha!” kata Dongwoo sambil tertawa dengan khasnya.
Suatu malam, Sungjong bermain ke
kamar Sungyeol dan Hoya. Sedang tidak ada Woohyun di situ. Kabarnya, Woohyun
sedang berlatih vocal bersama Sunggyu.
“Apa kalian tau Woohyun-hyung?”
tanya Sungjong.
Sungyeol mengalihkan pandangan dari
komik yang ia baca. Ia sedang istirahat, sedangkan Hoya baru saja selesai
latihan.
“Mana mungkin kami tidak tau.
Woohyun-hyung sekamar dengan kami. Memang kenapa?” kata Hoya.
“Kalau suatu hari aku debut, aku tidak mau satu grup dengannya. Juga dengan Sunggyu-hyung.” cerita Sungjong.
“Waeyo?” tanya Sungyeol.
“Sunggyu-hyung… dia benar-benar menyebalkan. Aku tidak menyukainya. Ia sok galak dan sok berkuasa.”
“Lalu mengapa kau tidak ingin satu grup dengan Woohyun-hyung?” tanya Hoya.
“Dia orang yang sombong. Dia juga sering membabuiku. ‘Sungjong-ie, buatkan aku teh manis.’ ‘Lee Sungjong, tolong ambilkan handukku di kamar!’ seperti itu. Ia benar-benar menyebalkan!” cerita Sungjong yang benar-benar tidak menyukai ke dua hyungnya tersebut.
“Daebak! Jinjja?” Sungyeol menutup mulutnya.
“Kupikir itu bukan sifat asli mereka.” kata Hoya, kalem.
“Hyung, apa kau mendengarkan kata-kata Dongwoo-hyung?” tanya Sungyeol.
“Ne. Karena dia lebih dulu bersama Sunggyu. Kalau Woohyun-hyung… aku tidak tau.”
“Kalau suatu hari aku debut, aku tidak mau satu grup dengannya. Juga dengan Sunggyu-hyung.” cerita Sungjong.
“Waeyo?” tanya Sungyeol.
“Sunggyu-hyung… dia benar-benar menyebalkan. Aku tidak menyukainya. Ia sok galak dan sok berkuasa.”
“Lalu mengapa kau tidak ingin satu grup dengan Woohyun-hyung?” tanya Hoya.
“Dia orang yang sombong. Dia juga sering membabuiku. ‘Sungjong-ie, buatkan aku teh manis.’ ‘Lee Sungjong, tolong ambilkan handukku di kamar!’ seperti itu. Ia benar-benar menyebalkan!” cerita Sungjong yang benar-benar tidak menyukai ke dua hyungnya tersebut.
“Daebak! Jinjja?” Sungyeol menutup mulutnya.
“Kupikir itu bukan sifat asli mereka.” kata Hoya, kalem.
“Hyung, apa kau mendengarkan kata-kata Dongwoo-hyung?” tanya Sungyeol.
“Ne. Karena dia lebih dulu bersama Sunggyu. Kalau Woohyun-hyung… aku tidak tau.”
Krek.
“Mwo? Ada apa denganku? Apa kalian sedang membicarakanku?” Woohyun
masuk dengan wajah bersimbah keringat. Ia mengambil handuk kecil dari
lemarinya.
“A.. aniyo, hyung.” jawab Hoya.
“Woohyun-hyung, ada siapa diruang latihan?” tanya Sungyeol, yang hanya berniat mengakrabkan diri.
“Hya, menurutmu siapa lagi selain para trainee?” kata Woohyun dengan wajah menyebalkannya.
“A.. aniyo, hyung.” jawab Hoya.
“Woohyun-hyung, ada siapa diruang latihan?” tanya Sungyeol, yang hanya berniat mengakrabkan diri.
“Hya, menurutmu siapa lagi selain para trainee?” kata Woohyun dengan wajah menyebalkannya.
Setelah itu, Woohyun keluar dari
kamar.
“Apa dia tidak tau kalau aku hanya
basa-basi? Hya! Dia menyebalkan sekali! Aku benar-benar ingin mencukur rambut
yang menutupi mata kirinya!” kesal Sungyeol.
“Apa kubilang.” kata Sungjong.
“Bisakah kita meminta pada manajer untuk tidak menyatukan kita dengannya?” tanya Hoya.
“Molla. Sepertinya trainee tidak berhak campur tangan.” kata Sungjong.
“Apa kubilang.” kata Sungjong.
“Bisakah kita meminta pada manajer untuk tidak menyatukan kita dengannya?” tanya Hoya.
“Molla. Sepertinya trainee tidak berhak campur tangan.” kata Sungjong.
~
Saat para trainee sedang berlatih di ruang latihan, seorang manajer memanggil
tujuh pemilik nama untuk ikut ke sebuah ruangan yang juga menjadi tempat
latihan.
Ternyata di sana sudah ada produser
dan beberapa staff yang bersangkut paut.
“Kim Sunggyu, Jang Dongwoo, Nam
Woohyun, Lee Howon, Lee Sungyeol, Kim Myungsoo, dan Lee Sungjong. Nama yang
baru saya sebutkan, nama kalian bertujuh kan?” tanya salah satu staff.
“Ne.” kompak mereka bertujuh seraya membungkuk.
“Kalian akan berada dalam satu grup, dan akan segera debut dua bulan ke depan. Jadi, persiapkan diri kalian. Oke?” ucapnya.
“Kami bertujuh?” tanya Sungyeol.
“Ne. Apa ada masalah?”
“Ani. Ani.” kata Sungyeol.
“Geurae. Aku akan memberitahu nama grup kalian dan posisi kalian dalam grup. Selama pantauan kami, Sunggyu-ssi, kau akan menjadi seorang leader.”
“Jinjja?” mata Sunggyu berbinar, sedikit lebih lebar dari biasanya. Lalu ia tersenyum dan member lain memberi selamat.
“Aku akan melanjutkannya. Oh iya, Sunggyu-ssi, kau juga seorang lead vocal. Woohyun-ssi, kau menjadi main vocal dalam grup. Dongwoo-ssi dan Hoya-ssi, posisi kalian dalam grup adalah rapper. Dongwoo-ssi menjadi main rapper, dan kau (menunjuk Hoya), akan jadi dance machine. Sungyeol-ssi dan Sungjong-ssi, kalian berdua menjadi vocal grup, dan kau, Sungjong-ssi, kau seorang maknae. Myungsoo, kau face of grup. Dan itu semua berdasarkan voting semua staff yang bersangkutan. Berdasarkan kesepakatan, nama grup kalian adalah INFINITE. Selamat bekerja keras untuk debut dua bulan mendatang! Hwaiting!” ucap manajer mereka, Kim Jung Hyuk.
“Kalian akan berada dalam satu grup, dan akan segera debut dua bulan ke depan. Jadi, persiapkan diri kalian. Oke?” ucapnya.
“Kami bertujuh?” tanya Sungyeol.
“Ne. Apa ada masalah?”
“Ani. Ani.” kata Sungyeol.
“Geurae. Aku akan memberitahu nama grup kalian dan posisi kalian dalam grup. Selama pantauan kami, Sunggyu-ssi, kau akan menjadi seorang leader.”
“Jinjja?” mata Sunggyu berbinar, sedikit lebih lebar dari biasanya. Lalu ia tersenyum dan member lain memberi selamat.
“Aku akan melanjutkannya. Oh iya, Sunggyu-ssi, kau juga seorang lead vocal. Woohyun-ssi, kau menjadi main vocal dalam grup. Dongwoo-ssi dan Hoya-ssi, posisi kalian dalam grup adalah rapper. Dongwoo-ssi menjadi main rapper, dan kau (menunjuk Hoya), akan jadi dance machine. Sungyeol-ssi dan Sungjong-ssi, kalian berdua menjadi vocal grup, dan kau, Sungjong-ssi, kau seorang maknae. Myungsoo, kau face of grup. Dan itu semua berdasarkan voting semua staff yang bersangkutan. Berdasarkan kesepakatan, nama grup kalian adalah INFINITE. Selamat bekerja keras untuk debut dua bulan mendatang! Hwaiting!” ucap manajer mereka, Kim Jung Hyuk.
Saat para staff, manajer, dan
produser keluar dari ruangan itu.
“Daebak! Benarkah kita akan segera debut?! Ah! Aku benar-benar
bahagia!” teriak Dongwoo.
“Hya, kuharap kalian semua percaya padaku. Aku akan jadi hyung yang terbaik untuk kalian semua.” kata Sunggyu.
“Sudah kukatakan, Sunggyu-hyung adalah orang yang hangat.” ucap Dongwoo.
“Dongwoo-hyung, kau dibayar berapa olehnya?” tanya Sungjong seraya memberi isyarat, menunjuk Sunggyu.
“Hya!” teriak Sunggyu.
“Apakah ini yang kau maksud hangat?” tanya Sungyeol, meledek Sunggyu. Sunggyu menahan senyum. Ia memang kadang begitu.
“Hya, kuharap kalian semua percaya padaku. Aku akan jadi hyung yang terbaik untuk kalian semua.” kata Sunggyu.
“Sudah kukatakan, Sunggyu-hyung adalah orang yang hangat.” ucap Dongwoo.
“Dongwoo-hyung, kau dibayar berapa olehnya?” tanya Sungjong seraya memberi isyarat, menunjuk Sunggyu.
“Hya!” teriak Sunggyu.
“Apakah ini yang kau maksud hangat?” tanya Sungyeol, meledek Sunggyu. Sunggyu menahan senyum. Ia memang kadang begitu.
Hoya memilih menjauh dari keenam
member lain. Ia berusaha mengontrol rasa bahagianya hari ini. Ia benar-benar
akan membuat kedua orang tuanya dan kedua adiknya bangga padanya, termasuk Ra
Eun.
“Sunggyu-hyung, kita harus
merayakan ini.” usul Woohyun.
“Geurae. Kita akan merayakannya. Bagaimana kalau di rooftop?” usul Sunggyu.
“Ya! Ide bagus! Aku baru sadar kalau kau cerdas.” puji Sungyeol.
“Aku juga terkenal seperti itu saat masih SMA.” kata Sunggyu yang senang jika dipuji.
“Geurae. Kita akan merayakannya. Bagaimana kalau di rooftop?” usul Sunggyu.
“Ya! Ide bagus! Aku baru sadar kalau kau cerdas.” puji Sungyeol.
“Aku juga terkenal seperti itu saat masih SMA.” kata Sunggyu yang senang jika dipuji.
Sunggyu melangkah keluar dari ruang
latihan, namun menghentikan langkahnya saat melihat Hoya bersandar pada dinding
sambil tersenyum dan sesekali menghapus air matanya.
“Sungyeol-hyung, haruskah kita
selalu memujinya agar dia tetap jinak?” bisik Myungsoo.
“Kau pikir barusan aku benar-benar memujinya? Aku hanya ingin membuatnya senang. Wajahnya benar-benar menyenangkan untuk diisengin.” Sungyeol terkikik, bahkan Dongwoo dan Sungjong ikutan terkikik.
“Hya, hyung! Mereka membicarakanmu!” Woohyun teriak sambil tertawa.
“Tidak terjadi apa-apa, hyung. Jinjja!” teriak Sungyeol.
“Hya, Woohyun-hyung, kenapa kau benar-benar menyebalkan!” kesal Sungyeol.
“Wae? Aku hanya bercanda.” katanya sambil menahan tawa saat melihat Sungyeol panik.
“Kau pikir barusan aku benar-benar memujinya? Aku hanya ingin membuatnya senang. Wajahnya benar-benar menyenangkan untuk diisengin.” Sungyeol terkikik, bahkan Dongwoo dan Sungjong ikutan terkikik.
“Hya, hyung! Mereka membicarakanmu!” Woohyun teriak sambil tertawa.
“Tidak terjadi apa-apa, hyung. Jinjja!” teriak Sungyeol.
“Hya, Woohyun-hyung, kenapa kau benar-benar menyebalkan!” kesal Sungyeol.
“Wae? Aku hanya bercanda.” katanya sambil menahan tawa saat melihat Sungyeol panik.
Rupanya Sunggyu mengabaikan suara
Woohyun. Ia tertarik untuk mengajak Hoya berbicara.
“Wae geurae? Gwenchana?” tegur Sunggyu, membuyarkan lamunan Hoya.
“Gwenchana. Aku hanya membayangkan wajah orang-orang yang kusayang saat kuberitahu kabar bahagia ini.” kata Hoya sambil tersenyum.
“Aah, mereka benar-benar tidak akan pernah menyesal mengenalmu. Aku keluar sebentar.” ucap Sunggyu yang menunjukan kehangatannya.
“Gwenchana. Aku hanya membayangkan wajah orang-orang yang kusayang saat kuberitahu kabar bahagia ini.” kata Hoya sambil tersenyum.
“Aah, mereka benar-benar tidak akan pernah menyesal mengenalmu. Aku keluar sebentar.” ucap Sunggyu yang menunjukan kehangatannya.
~
Satu hari menjelang debut Infinite,
para member diberikan izin untuk leluasa menemui siapapun sampai jam 6 sore.
Hari itu, Sungyeol, Sungjong, dan
Myungsoo pulang ke rumah mereka masing-masing. Dongwoo menunggu di sebuah
caffe, karena kedua noonanya akan segera menemuinya, kedua orangtuanya sedang
pergi ke luar kota. Woohyun didatangi hyung dan kekasih hyungnya. Sunggyu menunggu
noonanya di taman samping gedung agensi. Hoya? Ia juga sedang menunggu
seseorang—namun bukan salah satu orang dari keluarganya. Meski begitu, ia sudah
menelepon eommanya dan memberitahu bahwa Hoya akan segera terkenal, Hoya juga
mengatakan pada eommanya untuk bertahan sebentar lagi, karena Hoya yang akan
menyelesaikan perseteruan antara appa dan eommanya.
“Hya. Noona benar-benar lama!”
Sunggyu bermonolog sambil sesekali melihat arlojinya.
“Siapa yang kau tunggu, hyung?” tanya Hoya yang baru saja datang dan duduk di sebelah Sunggyu.
“Noona. Kau sendiri menunggu siapa?” tanya Sunggyu.
“Seseorang yang kucinta.”
“Yeoja-chingu (kekasih)?” Sunggyu senyum meledek.
“Aniyo. Apa menurutmu masuk akal kalau seorang murid memacari gurunya?”
“Ne? Daebak.” Sunggyu seperti teringat sesuatu.
“Siapa yang kau tunggu, hyung?” tanya Hoya yang baru saja datang dan duduk di sebelah Sunggyu.
“Noona. Kau sendiri menunggu siapa?” tanya Sunggyu.
“Seseorang yang kucinta.”
“Yeoja-chingu (kekasih)?” Sunggyu senyum meledek.
“Aniyo. Apa menurutmu masuk akal kalau seorang murid memacari gurunya?”
“Ne? Daebak.” Sunggyu seperti teringat sesuatu.
Tak lama, mobil sedan berwarna
silver berhenti di depan taman yang didiami Sunggyu dan Hoya.
“Noona.” ucap Sunggyu dan Hoya
bersamaan.
Setelah itu mereka berdua saling
melirik, kaget.
“Hya. Apa noona yang kau maksud
adalah dia?” tanya Sunggyu pada Hoya.
“Harusnya aku yang bertanya itu padamu.” ucap Hoya.
“Hya, Hoya-ssi… Cangkaman, tadi kau bilang kau menunggu seseorang yang kau cin—“ Hoya buru-buru menutup mulut Sunggyu denan telapak tangannya.
“Wae?” Ra Eun mengrenyitkan dahi.
“Hya!” Sunggyu melepas telapak tangan Hoya dari mulutnya. “Apa kalian saling mengenal satu sama lain?!” tanya Sunggyu.
“Bagaimana mungkin aku tidak mengenal guruku, hyung? Ra Eun-aah, dia guruku.”
“MWO? KAU MENYEBUT NAMANYA SIAPA? RA EUN-AAH?! KALIAN BERDUA SEDEKAT APA?!” Sunggyu berapi-api.
“Hya, kenapa seolah-olah kau cemburu padaku? Apa kau menyukai Ra Eun-ku? Hyung, aku mengenalnya lebih dulu dari pada kau.” Hoya jadi ikutan berapi-api.
“Harusnya aku yang bertanya itu padamu.” ucap Hoya.
“Hya, Hoya-ssi… Cangkaman, tadi kau bilang kau menunggu seseorang yang kau cin—“ Hoya buru-buru menutup mulut Sunggyu denan telapak tangannya.
“Wae?” Ra Eun mengrenyitkan dahi.
“Hya!” Sunggyu melepas telapak tangan Hoya dari mulutnya. “Apa kalian saling mengenal satu sama lain?!” tanya Sunggyu.
“Bagaimana mungkin aku tidak mengenal guruku, hyung? Ra Eun-aah, dia guruku.”
“MWO? KAU MENYEBUT NAMANYA SIAPA? RA EUN-AAH?! KALIAN BERDUA SEDEKAT APA?!” Sunggyu berapi-api.
“Hya, kenapa seolah-olah kau cemburu padaku? Apa kau menyukai Ra Eun-ku? Hyung, aku mengenalnya lebih dulu dari pada kau.” Hoya jadi ikutan berapi-api.
Sunggyu meniup rambutnya yang
mengenai alisnya.
“Aku jauh mengenal Ra Eun-noona
lebih dulu dari pada kau!” bentak Sunggyu.
“Hya, berhentilah bicara seperti itu!” kata Hoya.
“Sunggyu-ssi, Hoya-ssi, berhentilah.” ucap Ra Eun.
“Ra Eun-aah, apa kau dekat dengannya seperti kau dekat denganku? Kau ke sini untuk menemuiku kan?” tanya Hoya.
“Hya, berhentilah bicara seperti itu!” kata Hoya.
“Sunggyu-ssi, Hoya-ssi, berhentilah.” ucap Ra Eun.
“Ra Eun-aah, apa kau dekat dengannya seperti kau dekat denganku? Kau ke sini untuk menemuiku kan?” tanya Hoya.
Sunggyu hanya menggeleng-gelengkan
kepalanya sambil menahan tawa. Konyol!
“Hoya-ssi, aku ke sini memang untuk menemuimu. Tapi aku juga ingin
menemui Sunggyu. Bagaimana mungki seorang kakak tidak dekat dengan adiknya?”
ucap Ra Eun.
“MWO?!” Hoya terkejut luar biasa.
“HAHAHAHAHAHAHAHAK!” Sunggyu tertawa puas. “Sudah kubilang kalau aku lebih dulu mengenalnya dari pada kau!” kata Sunggyu.
“MWO?!” Hoya terkejut luar biasa.
“HAHAHAHAHAHAHAHAK!” Sunggyu tertawa puas. “Sudah kubilang kalau aku lebih dulu mengenalnya dari pada kau!” kata Sunggyu.
Ra Eun ikut tertawa melihat Hoya
yang jadi malu sendiri.
“Daebak. Jadi aku satu grup dengan adikmu?” tanya Hoya pada Ra Eun.
“Hya, ada apa denganmu? (Sunggyu bertanya pada Hoya). Noona, ada apa dengan kalian berdua? Kenapa benar-benar terlihat akrab.” Sunggyu memasang wajah berpikir.
“Kami memang sudah dekat sejak lama.” ucap Ra Eun.
“Kenapa kau tidak mengatakan padaku kalau kau dekat dengan seorang namja yang lebih muda darimu? Hya, Hoya-ssi, baik-baiklah padaku kalau kau ingin memiliki noonaku.” kata Sunggyu.
“Hya, ada apa denganmu? (Sunggyu bertanya pada Hoya). Noona, ada apa dengan kalian berdua? Kenapa benar-benar terlihat akrab.” Sunggyu memasang wajah berpikir.
“Kami memang sudah dekat sejak lama.” ucap Ra Eun.
“Kenapa kau tidak mengatakan padaku kalau kau dekat dengan seorang namja yang lebih muda darimu? Hya, Hoya-ssi, baik-baiklah padaku kalau kau ingin memiliki noonaku.” kata Sunggyu.
Hoya dan Ra Eun tertawa malu-malu.
“Cangkaman, apa kalian sudah…” Sunggyu membiarkanpertanyaannya
menggantung di udara.
“Aku baru ingin menyatakannya.” ucap Hoya.
“Noona, tolong pikirkan nasibku, noona. Bagaimana mungkin dia menjadi kakak iparku. Dia lebih muda dariku, noona.” Sunggyu memelas.
“Hyung, kenapa pikiranmu benar-benar jauh?” ucap Hoya.
“Hya, sudahlah. Pikirkan saja debut kalian dulu. Hoya-ssi, kita akan membicarakannya lain hari. Kalian seharusnya bersenang-senang hari ini.” ucap Ra Eun.
“Hajiman, kalimatmu barusan bukan sebuah penolakan kan? Kau sudah terlanjur tau perasaanku.” kata Hoya.
“Bagaimana ada penolakan kalau pengakuan saja belum kau lisankan? Sudahlah, lebih baik kita minum kopi bersama. Aku dan Sunggyu biasa pergi ke sana.”
“Geurae. Kau yang bayar.” kata Sunggyu.
“Aku baru ingin menyatakannya.” ucap Hoya.
“Noona, tolong pikirkan nasibku, noona. Bagaimana mungkin dia menjadi kakak iparku. Dia lebih muda dariku, noona.” Sunggyu memelas.
“Hyung, kenapa pikiranmu benar-benar jauh?” ucap Hoya.
“Hya, sudahlah. Pikirkan saja debut kalian dulu. Hoya-ssi, kita akan membicarakannya lain hari. Kalian seharusnya bersenang-senang hari ini.” ucap Ra Eun.
“Hajiman, kalimatmu barusan bukan sebuah penolakan kan? Kau sudah terlanjur tau perasaanku.” kata Hoya.
“Bagaimana ada penolakan kalau pengakuan saja belum kau lisankan? Sudahlah, lebih baik kita minum kopi bersama. Aku dan Sunggyu biasa pergi ke sana.”
“Geurae. Kau yang bayar.” kata Sunggyu.
~
[Sunggyu] Happy Ending
Happy Ending eotteon sarangi haengbokhage kkeutna
[Sungjong] Da geojitmal [Sungyeol] jugeul geotman gata meoriga apa
[Woohyun] Sigani da yagirago nal dallaebojiman
[Sunggyu] Dapdaphae ireoke babogata
[All]Dasi dorawa [All/Myungsoo]dorawa dorawa
[All]Dasi dorawa [All/Myungsoo]dorawa dorawa
[All]Dasi dorawa [All/Myungsoo]dorawa dorawa
[All]Dasi dorawa ([All/Woohyun]dasi dorawa
Happy Ending eotteon sarangi haengbokhage kkeutna
[Sungjong] Da geojitmal [Sungyeol] jugeul geotman gata meoriga apa
[Woohyun] Sigani da yagirago nal dallaebojiman
[Sunggyu] Dapdaphae ireoke babogata
[All]Dasi dorawa [All/Myungsoo]dorawa dorawa
[All]Dasi dorawa [All/Myungsoo]dorawa dorawa
[All]Dasi dorawa [All/Myungsoo]dorawa dorawa
[All]Dasi dorawa ([All/Woohyun]dasi dorawa
(Lagu debut Infinite –
Come Back Again)
END
Komentar
Posting Komentar