Fun Fiction: Still I Miss You

Woohyun menginjak rem mobilnya di sebuah jalan. Jalan yang sepi dari lalu lalang kendaraan lain, bahkan langkah kaki seseorang. Ia turun dari mobilnya. Menyapu setiap tempat yang ada di sini.
Perlahan, air matanya menetes.
“Setelah sekian lama, baru kali ini aku menginjak tempat ini lagi. Kupikir kejadian itu sudah berlalu sangat lama. Seo Rin-ah, apa kau berada di tempat di mana kau merindukanku?” gumamnya seraya tak kuasa menahan sesak di dadanya.
Ponselnya bergetar di dalam saku celana jinsnya. Tertera nama Lee Sungjong di layar ponselnya. Woohyun menolak panggilan itu, lalu mematikan ponselnya.
“Seo Rin-ah, aku benar-benar merindukanmu.” Woohyun menundukan kepalanya, membiarkan airmata itu jatuh ke tanah.
~
Di dorm Infinite.
“Woohyun tidak mengangkat teleponmu?” tanya Sunggyu.
Ye. Dia menolak panggilan dariku, hyung.” jawab Sungjong sambil memperhatikan layar ponselnya.
“Bahkan Woohyun-hyung menolak panggilanmu, Jong.” ledek Sungyeol.
“Hya, Songyora, sudahlah, jangan memancing.” ucap Sunggyu.
Sungyeol menyunggingkan senyum jahilnya.
“Hyung, di mana Dongwoo-hyung, Hoya-hyung, dan L-hyung?” tanya Sungjong.
Molla. Kupikir mereka sedang berada di kamar. Sungyeol-ssi, kau tau di mana mereka bertiga?” tanya Sunggyu.
“Sebentar, aku akan berusaha mengingatnya.” jawab Sungyeol sambil mendangakkan kepalanya ke langit-langit dorm.
Aish. Sudahlah, aku tidak akan membuatmu berpikir keras.” kata Sunggyu.
“L-ssi. Kupikir ia sedang pulang ke rumah untuk menemui Eomeoni.” ucap Sungyeol.
Jinjja? Kenapa dia tidak memberitahuku?” Sunggyu memasang wajah mikir sekaligus kesal.
“L tidak memberitahumu, hyung? Hya, bukankah sebentar lagi posisimu sebagai leader akan tergantikan?” ledek Sungyeol sambil tertawa.
“Hya, Songyora, bicaralah pada dinding!” kata Sunggyu sambil melempar guling bamboo yang sedaritadi ia pegang.
Sungjong menertawai kedua hyung-nya sambil memainkan ponselnya.
“Hyung! Woohyun-hyung mengirimiku pesan. Ia bilang sedang di jalan pulang.” kata Sungjong.
Geurae, aku akan bertanya padanya kalau ia sudah sampai.” gumam Sunggyu.
Sepanjang perjalanan pulang, Woohyun masih terus memikirkan satu nama yang sempat mengisi hari-harinya.
Seseorang yang terlampau lama tinggal di hatinya, meski sampai detik ini tidak satupun jejak yang Woohyun temukan ke mana sang kekasih pergi.
Semua berawal dari Woohyun. Dan sejak saat itu, tanpa penjelasan dan ucapan selamat tinggal, ia pergi meninggalkan Woohyun.
“Menghabiskan setiap hari semenjak kau pergi, semua benar-benar menyiksaku. Memikirkanmu seperti ini sungguh menyiksaku! Eotteokhe?! Bagaimana bisa aku tanpamu? Aku benar-benar menahan setiap sakit yang kurasakan.”
Woohyun menghapus airmatanya.
“Seo Rin, kembalilah. Mianhesseotdago.” ucapnya dengan suara parau.
Beberapa menit kemudian, mobil yang Woohyun kendarai sudah terparkir di garasi dormnya. Ia masuk sebelum mengunci mobilnya.
“Woohyun-hyung!” teriak Sungyeol dari pertigaan jalan.
Woohyun menghentikan langkahnya, menoleh ke sumber suara.
Waeyo?” tanya Woohyun dengan tatapan wajah yang datar.
“Kau dari mana saja? Ketidak-pamitanmu membuat harabeoji benar-benar cerewet, sampai harus menyuruhku membelikan ia sesuatu di mini market.” ucap Sungyeol.
Mianhe, Songyora. Cepatlah masuk dan berikan itu padanya, sebelum dia menjadikanmu sup makan malam.” canda Woohyun meski dengan senyum palsunya.
Setelah itu, Woohyun masuk ke dalam. Membiarkan Sungyeol berpikir tentang hal ini.
Wae geurae? Kenapa sikapnya begitu aneh? Aku merasa barusan bukanlah Woohyun-hyung.” gumam Sungyeol sambil mengangkat bahu dan kemudian masuk ke dalam.
Di halaman belakang dekat dapur.
“Hya, kenapa kau begitu lama?” tanya Sunggyu.
“Hyung, aku ke mini market menggunakan kedua kakiku. Bukankah seharusnya kau berterimakasih padaku?” ucap Sungyeol.
“Kau sebagai dongsaeng, sudah seharusnya seperti itu.” Sunggyu tersenyum.
Sungyeol mencibir dalam hati.
“Hyung, apa Woohyun-hyung menemuimu?” tanya Sungyeol.
Ani. Apa dia sudah pulang?” Sunggyu balik bertanya.
“Sudah. Aku bertemu dengannya tadi. Kupikir ia sedang patah hati.”
Sunggyu menjitak kepala Sungyeol dengan buku yang sedang ia baca.
“Bahkan Woohyun tidak memiliki wanita special selain ibunya.” kata Sunggyu, yang kemudian masuk meninggalkan Sungyeol.
“Hya, hyung, kau melakukan kekerasan padaku!” teriak Sungyeol.
Sunggyu menemui Woohyun di kamarnya.
“Woohyun-ssi, apa yang terjadi padamu?” tanya Sunggyu.
Ani, gwenchana. Aku baik-baik saja.” jawab Woohyun.
Jinjja? Kau tidak berbohong padaku kan?” selidik Sunggyu.
“Hyung, jangan memicingkan matamu. Aku tidak bisa melihat.” kata Woohyun.
“Hya!”
Woohyun tertawa melihat kemarahan Sunggyu.
Seseorang membuka pintu utama dorm.
“L-ssi! Aku merindukanmu!” teriak Sungyeol. Sunggyu menoleh ke luar kamar. Woohyun diam mendengar ucapan Sungyeol.
“Woohyun-ssi, keluarlah, jangan mengurung diri di kamar.”
Setelah itu, Sunggyu keluar dari kamar Woohyun. Woohyun mengangguk sopan pada hyungya itu.
“Sungyeol-hyung, bahkan aku pergi tidak sampai seperempat hari.” ucap L yang berusaha melepas rangkulan Sungyeol.
“Kupikir kau akan menginap di rumahmu.” ucap Sungyeol.
“Bagaimana bisa? Aku harus syuting drama sore ini.” kata L.
“Wuah, L-ssi benar-benar sibuk sekarang.” ucap Sunggyu seraya berjalan keluar dari kamar Woohyun.
Aniyo hyung.” L tersipu malu.
“Myungsoo-ah, tidakkah kau mencium aroma iri di sekitar sini?” ucap Sungyeol sambil mengendus.
“Hya, Songyora, apa ucapanmu untukku?” tanya Sunggyu dengan tatapan geram, seperti ingin meninju wajah Sungyeol.
Ani.. ani.. Kim Sunggyu benar-benar keren, terlebih saat kau akan segera rekaman untuk mini album ke dua. Daebak!” puji Sungyeol. Sunggyu tersenyum sambil menganggukan kepalanya.
“Sungjong-ie.” teriak Sunggyu.
Ne, hyung…” teriak Sungjong dari toilet.
“Sungjong-ie. Kemarilah!” teriak Sunggyu.
Wae? Aku sedang memandikan Dubbu.” ucap Sungjong sambil menenteng anak anjing yang bulu-bulunya masih basah.
“Hya, kenapa kau membawanya ke sini? Lantainya jadi basah!” kata Sunggyu.
“Aku tidak mungkin membiarkannya di kamar mandi sendiri.” kata Sungjong.
“Bukankah dia punya teman? Koko. Koko temannya.” kata Sunggyu.
L dan Sungyeol saling melirik.
“Hyung, Dubbu dan Koko selalu bertengkar jika sedang bersama.” ucap Sungjong.
“Mungkinkah mereka kurang masa pendekatan?” gumam Sunggyu.
“Hyung, apa mereka kau anggap seperti manusia?” tanya L.
“Bukankah mereka juga makhluk hidup?” ucap Sunggyu.
Geurae. Terserah katamu saja hyung. Kurasa kau mulai bertingkah seperi Sungyeol-hyung.” L berjalan ke kamarnya.
“Aku?” Sungyeol menunjuk dirinya sendiri. Sunggyu menatap sinis. Setelah itu Sungyeol menghampiri L.
“Hyung, ada apa memanggilku tadi?” tanya Sungjong.
“Hubungi Dongwoo dan Hoya. Mereka harus makan malam di dorm, aku tidak mau tau.”
“Hyung, bahkan kau punya ponsel.”
“Kubilang hubungi!” kata Sunggyu.
Ne.. ne.. Pegang Dubbu, jusseyo.” Sungjong memberikan anak anjing yang masih basah ke pelukan Sunggyu, lalu mengambil ponselnya di kamarnya.
Sunggyu memasang wajah tidak enak dan memasang tatap mata kesal.
“Lee Sungjong, palli!!” teriak Sunggyu.
Woohyun keluar dari kamar.
“Woa! Hyung, kau menggendong Dubbu?” tanya Woohyun kaget. Sunggyu langsung memberikan anak anjing itu pada Woohyun. Lalu pergi ke kamarnya untuk mengganti bajunya.
Sungjong kembali dari kamarnya.
“Hyung, mereka sedang… Woohyun-hyung? Di mana Sunggyu-hyung?” ucap Sungjong saat melihat Woohyun sedang menggendong Dubbu.
“Kurasa setelah ini akan terjadi sesuatu padamu, Jong.” kata Woohyun.
Mwo? Dia menyuruhku menghubungi Hoya-hyung dan Dongwoo-hyung.”
“Lalu kau menyuruhnya untuk memegang Koko?” tanya Woohyun.
“Dubbu.”
“Terserahlah.”
“Lee Sungjong!” Sunggyu keluar dari kamar dengan kaos yang baru saja ia ganti.
Jeongmal mianhe, hyung. Aku benar-benar lupa.” Sungjong memasang wajah ketakutan.
“Hah! Sudahlah. Kau sudah menelepon Hoya dan Dongwoo?” tanya Sunggyu masih dengan suara kesal.
“Hyung, bolehkah aku keluar sebentar?” tanya Woohyun.
“Bukankah  kau baru saja pulang?” tanya Sunggyu.
Ne. Tapi aku harus pergi menemui seseorang.”
Nugu?” Sunggyu menyelidik.
“Hyung. Hoya-hyung dan Dongwoo-hyung sedang dalam perjalanan pulang, mereka dari rumah orangtua Dongwoo.” kata Sungjong.
Arasseo. Hya, Woohyun-ssi, jawab pertanyaanku. Kau mau menemui siapa?”
“Aku pergi sebentar.” Woohyun keluar dari dorm, menuju mobil dan bergegas pergi.
Woohyun pergi ke rumah seseorang. Ia sedikit kecewa, karena rumah yang dipagari tinggi ini terkunci.
Eotteokhe…” gumamnya di depan rumah berlantai 2 itu.
Woohyun mengusap peluh. Siang menjelang sore yang cukup panas, membuatnya terus berdiri di depan rumah ini. Menunggu seseorang yang bisa ia tanya.
Dengan menggunakan masker hitam dan topi hitam, ia bertanya pada seorang satpam di sekitar rumah itu.
“Pemilik rumah ini sudah lama pindah dan membiarkan rumah ini kosong.”
“Kapan mereka pindah? Sudah lama?” tanya Woohyun.
“Saya tidak terlalu tau, karena saya juga baru tinggal di lingkungan ini. Saya hanya dengar dari atasan saya.”
Woohyun mengangguk. “Geurae. Joesunghamnida, ajussi.” ucap Woohyun.
Woohyun kembali ke mobilnya. Tidak langsung menyalakan mesin mobil. Ia menarik napas beratnya.
“Kau benar-benar menghilang. Mungkin seharusnya aku melakukan ini dari awal. Seo Rin, di mana kau?” gumam Woohyun.
Ingatannya kembali ke enam tahun yang lalu.
Woohyun duduk di bangku taman dengan segelas kopi panas dan mantel yang ia pakai—saat itu sedang turun salju. Ia menunggu seseorang dengan wajah marah, kesal, sedih, dan kecewa yang terbungkus jadi satu.
Seorang wanita dengan rambut hitam sebahu, melingkarkan kedua tangannya di pundak Woohyun, lalu mencium pipi kanan Woohyun.
Mianhe, aku telat. Apa kau sudah lama menunggu?” tanya Seo Rin.
Woohyun melepas kedua tangan kekasihnya yang melingkar di pundaknya.
“Duduklah. Kau hampir membuatku membeku.” kata Woohyun, dingin.
Waeyo? Kenapa serius sekali?” tanya Seo Rin dengan senyumnya, seraya duduk di sebelah kanan Woohyun.
Tatapan Woohyun lurus ke depan.
“Kurasa aku mulai lelah.” ucap Woohyun.
“Hya, kurasa kau mulai menjadi pemalas akhir-akhir ini. Kudengar, untuk beberapa hari kau tidak masuk kerja. Apa sesuatu terjadi padamu?” tanya Seo Rin.
“Seo Rin-ah, aku lelah dengan drama ini.” Woohyun menatap Seo Rin, marah.
Mwo? Apa yang kau bicarakan? Aku tidak mengerti maksudmu.” ucap Seo Rin dengan nada bicara yang biasa saja, seolah tidak menanggapi ucapan Woohyun dengan serius.
Seo Rin mengambil gelas yang berisi kopi hangat milik Woohyun.
“Bukankah ini akan segera mendingin?” Seo Rin hendak meminumnya, sedetik kemudian Woohyun mengambil gelas yang Seo Rin genggam, menjatuhkannya ke tanah yang sudah ditumpuki salju.
Seo Rin kaget dan langsung menatap Woohyun. Seo Rin baru merasa kalau Woohyun benar-benar sedang marah.
“Hya, bisakah kita bicarakan masalahmu baik-baik?” tanya Seo Rin.
Woohyun diam, mengingat kejadian kemarin malam, saat orangtua Seo Rin mendatangi Woohyun setelah pulang dari kerja paruh waktunya. Orangtua Seo Rin meminta Woohyun untuk melupakan anaknya dan menjauh darinya.
“Lupakan Seo Rin. Apa yang kau inginkan? Uang? Kau memanfaatkan putriku hanya karena uang?” ucap Eomma Seo Rin.
“Woohyun-ssi, lebih baik kau belajar untuk mengikhlaskan sesuatu. Aku tau betul yang terbaik untuk putriku satu-satunya.” ucap Appa Seo Rin.
“Aku tidak butuh uang. Aku benar-benar mencintai Seo Rin, aku akan segera menikahkannya, aku sedang menabung dari hasil kerjaku.” ucap Woohyun.
“Tabunglah uangmu untuk memperbaiki dirimu. Kau tidak seharusnya punya pikiran seperti itu. Jauhi putriku.” ucap Eomma Seo Rin.
“Aku tidak akan melepaskannya.” ucap Woohyun.
Eomma Seo Rin mengeluarkan uang dari tasnya, lalu melemparkan ke hadapan wajah Woohyun.
“Ini kan yang kau inginkan? Kubilang jauhi putriku!” bentak Eomma Seo Rin.
“Woohyun-ah?” Seo Rin melambaikan tangannya ke depan wajah Woohyun.
“Aku merasa ini semua seperti drama. Aku benar-benar ingin menyelesaikan semuanya.”
“Drama? Hya, bicaralah yang jelas.” kata Seo Rin.
“Kang Seo Rin, mari akhiri semua ini.”
Seo Rin diam. “Guyonanmu tidak lucu. Benar-benar tidak membuatku ingin tertawa.”
“Apa menurutmu aku sedang bercanda? Aku benar-benar ingin lepas darimu.”
Woohyun berdiri, Seo Rin menarik tangan Woohyun.
“Bukankah kau akan segera melamarku?” tanya Seo Rin. Seo Rin berdiri, menyamakan tegapnya dengan Woohyun, meski kepalanya hanya mampu menyentuh telinga Woohyun. “Bukankah kita akan segera hidup bahagia? Hya, kau berjanji untuk segera melamarku!” ucap Seo Rin.
“Lupakan semuanya. Kau akan bahagia walau tanpaku,” Woohyun melirik kekasihnya. “Begitupun aku. Aku akan baik-baik saja walaupun tanpamu. Kita akhiri sekarang juga.” Woohyun melepas tangan Seo Rin yang menggantung di punggung tangannya.
“Woohyun-ah, aku tidak percaya dengan semua perkataanmu! Aku tidak akan pergi!” teriak Seo Rin.
“Bahkan aku harus pura-pura membencimu untuk mengatakan hal itu, meskipun aku tidak menemukan alasan untuk membencimu. Seo Rin, mianhe. Tanpa kita bersama lagi, aku akan membuat orangtuamu menyesal dengan keputusannya.” gumam Woohyun yang berjalan semakin jauh meninggalkan Seo Rin yang sedang menangis.
Woohyun menyalakan mesin mobilnya.
“Sudah begitu lama. Kuharap ini terakhir kalinya dan segera melupakanmu sampai akarnya.” ucap Woohyun yang setelah itu pergi dari situ.
Sudah hampir larut malam, tapi Woohyun baru saja sampai di dorm.
“Woohyun-hyung!” teriak Sungjong.
Mwo?” tanya Woohyun dengan tatapan polos.
Sunggyu, Dongwoo, Hoya, Sungyeol, dan Sungjong sudah berada di kursinya masing-masing untuk segera menyantap makan malam. L tidak ada karena ia harus pergi syuting drama terbarunya.
“Mengapa wajahmu seperti tanpa dosa? Kami menunggumu untuk makan malam. Aku benar-benar lapar, hyung.” ucap Sungyeol.
“Kalian menungguku?” tanya Woohyun.
“Duduklah di kursimu, sebelum sumpit yang kupegang menancap di kepalamu.” kata Sunggyu.
Woohyun diam, memikirkan haruskah ia makan lagi atau tidak.
“Tapi aku—“ ucapan Woohyun dipotong Dongwoo.
“Hya, Woohyun-ah, duduklah, aku mulai merinding duduk di sebelah Sunggyu-hyung.” kata Dongwoo.
“Kenapa kau bicara begitu padaku?” tanya Sunggyu. Dongwoo malah tertawa dan berkali-kali mengucap maaf.
“Woohyun-hyung, bolehkah aku memakan makananmu? Aku benar-benar lapar.” kata Hoya.
Woohyun duduk di kursinya. Mendengar ucapan Hoya barusan, seperti angin baik untuk Woohyun.
“Kau mau memakannya untukku?” tanya Woohyun.
“Hya, kau harus makan. Hoya-ssi, jaga berat badanmu. Kurasa tidak mungkin kau memakan dua porsi makan malam.” ucap Sunggyu.
“Woohyun-hyung, apa kau sedang tidak selera makan?” tanya Sungjong.
Woohyun memutar bola matanya. “Ne. Kurasa ada yang salah dengan perutku. Hyung, bukankah akan sia-sia jika makanan yang akan kumakan, harus berakhir di toilet?” ucap Woohyun.
“Jadi kau benar-benar tidak akan makan?” tanya Sunggyu, meyakinkan.
Sungyeol dan Hoya menunggu jawaban Woohyun.
“Hoya-ssi, jangan kau makan semua makananku. Kurasa Sungyeol juga ingin.” ucap Woohyun.
Sungyeol dan Hoya langsung mengambil piring yang berisi makanan Woohyun.
“Songyora, biarkan ini jadi milikku.” ucap Hoya.
Ani, hyung. Woohyun-hyung bilang agar kau tidak memakannya sendiri.” kata Sungyeol.
“Hya! Makanlah bersama. Hoya-ssi, Songyora, letakan piring Woohyun di tempatnya.” ucap Sunggyu.
Mwo?” ucap Hoya dan Sungyeol.
“Kubilang letakan.” kata Sunggyu.
Hoya dan Sungyeol menaruh piring milik Woohyun.
“Sungyeol-ssi, Hoya-ssi, Dongwoo-ssi, Sungjong-ssi, ambillah makanan milik Woohyun. Mulai dari Jong, Sungyeol, Hoya, lalu Dongwoo.” kata Sunggyu.
“Hyung, tapi—“
“Songyora, kau mau atau tidak? Kalau ada yang keberatan, aku tidak akan membiarkan kalian memakan makanan milik Woohyun.”
“Apa itu berarti kau yang akan memakannya sendiri?” tanya Hoya.
“Hya! Aku cukup dengan porsiku. Aku malas mendengar manajer menyuruhku diet.” ucap Sunggyu.
Woohyun tersenyum melihat keluarga barunya di sini.
“Aku berharap L di sini juga. Kurasa dia juga akan berebut makananku.” ucap Woohyun.
“Ia tampan, tapi untuk urusan makan, dia setara dengan Sungyeol.” kata Sunggyu.
Sungyeol hendak menyantap makanannya, mendengar namanya disebut, membuatnya mencibir Sunggyu dalam diam.
“Hyung, siapa yang kau temui tadi siang?” tanya Sungjong.
“Tidak ada yang kutemui. Ia sudah pindah rumah.” jawab Woohyun.
“Apa kau tidak punya kontaknya?” tanya Dongwoo.
Woohyun menggelengkan kepalanya. “Jejaknya terhapus bersih. Aku benar-benar kehilangannya.”
“Siapa dia? Seseorang yang berarti bagimu?” tanya Sunggyu.
“Sempat. Aku yang melepasnya.”
Keadaan berubah jadi haru, melihat Woohyun yang juga berubah jadi sendu.
“Apa hanya aku yang penasaran dengan cerita Woohyun-hyung?” ucap Sungjong.
“Kupikir aku akan mendengarkan kalau Woohyun ingin bercerita.” kata Sunggyu.
“Woohyun-hyung, biarkan kami semua tau keadaan hati dan pikiranmu sekarang.” ucap Hoya.
“Aku hanya sedang merindukan seseorang dan ingin meminta maaf padanya. Aku begitu pengecut, melepasnya hanya karena keadaanku dulu. Dan kurasa, aku benar-benar kehilangannya sejak enam tahun yang lalu.”
“Enam tahun yang lalu? Apa kau melepasnya saat masih menjadi trainee di sini?” tanya Dongwoo.
Ne. Aku memendam rasa penasaranku selama enam tahun. Aku baru memulai untuk mencarinya.”
MWO?!” kompak keenam member.
“Kau gila? Kau baru saja memulai untuk mencarinya?!” ucap Sunggyu.
“Kalau aku jadi perempuan itu, aku tidak berpikir untuk memaafkanmu.” ucap Sungyeol.
Sunggyu melempar potongan dadu buah apel pada Sungyeol.
“Hyung, bisakah kau buat Woohyun-hyung merasa lebih baik?!” ucap Sungjong pada Sungyeol.
Aah, aku akan memaafkanmu. Jinjja, aku akan memaafkanmu.” kata Sungyeol.
Ani. Aku akan mengubur semuanya mulai dari sekarang. Aku akan membiarkannya melihatku dari jauh, tanpa harus bicara padaku secara langsung. Aku tidak akan memikirkannya lagi. Lagi pula, hidupku sudah dimulai bersama kalian sejak aku berpisah dengannya. Kurasa semua akan baik-baik saja.”
“Woohyun-ah, kau tidak bisa mengendalikan perasaanmu dengan otakmu. Kau tidak bisa memaksakan diri untuk tidak memikirkannya, kalau kenyataannya hatimu masih terus mengikuti langkahnya. Tidakkah kau merasa sesak dalam dadamu? Temukan dan selesaikan.” ucap Sunggyu.
“Aku hanya akan terus membiarkan waktu mempertemukan kami.” kata Woohyun.
~
8 Februari 2015.
Saengil chukha hamnida!
Sunggyu, Dongwoo, Hoya, Sungyeol, L, dan Sungjong memberikan kejutan untuk Woohyun tepat jam 12 malam di dorm Infinite.
“Hyung, bangunlah! Kami memberimu kejutan!” ucap Sungjong.
Woohyun bangun dari tidurnya, tersenyum dan meniup lilin angka 25 di atas kue ulangtahunnya.
“Bahkan aku lupa kalau aku berulangtahun hari ini.” ucap Woohyun.
“Kau terlalu banyak pikiran, hyung.” ucap Hoya.
“Aku selalu berdoa yang terbaik untukmu.” ucap Dongwoo.
Saengil chukha hamnida, Woohyun-ssi. Lebih dewasalah dalam menghadapi apapun dalam hidupmu. Kau harus tau, kami selalu ada di sisimu.” ucap Sunggyu.
“Hya, Sungyeol-ssi, berhentilah memakan kue ulangtahunku. Bahkan aku belum memotongnya!” kata Woohyun.
Eeh, mianhe.” ucap Sungyeol diselingi tawa.
Ani. Aku bercanda. Aku akan memotong kuenya.” kata Woohyun diselingi tawa.
“Hyung, chukhae!” Sungjong mengoleskan krim kue ke pipi Woohyun.
Mereka semua bahagia mengingat seminggu yang lalu hanya terlukis kesedihan di wajah Woohyun. Tengah malam ini, semua berdoa yang terbaik untuk adik dan kakak mereka.
Sore ini. Entah apa yang membawa Woohyun ke tempat di mana terakhir kalinya ia bertemu Seo Rin.
Woohyun menangkap sebuah punggung yang sedang duduk di atas bangku. Seorang wanita dengan rambut ekor kudanya.
Woohyun diam tanpa mengambil langkah. Seseorang itu berdiri, lalu menoleh ke belakang.
Tidak sedetikpun kedua mata Woohyun kedip. Ia benar-benar tidak menyangka siapa yang sekarang sedang ada di hadapannya.
“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Woohyun, memulai pembicaraan.
Saengil chukha hamnida, Woohyun-­ssi.
Suara yang menyebut namanya. Yang masih sangat Woohyun rindukan.
“Aku bertanya, apa yang kau lakukan di sini?” tanya Woohyun.
“Aku selalu datang ke sini setiap hari ulangtahunmu, sejak perpisahan kita.”
“Lalu? Apa kau datang untuk pergi lagi?” tanya Woohyun.
“Aku tidak pernah pergi sejak kau meninggalkanku di sini.”
Waeyo? Kenapa kau tidak pergi?”
Woohyun masih bersikap keras dan dingin.
“Bukankah aku bilang padamu, enam tahun yang lalu, bahwa aku tidak percaya dengan perkataanmu dan tidak akan pergi.”
Woohyun diam.
“Woohyun-ssi, kedua orangtuaku meninggal sejak tiga tahun yang lalu. Mereka ada dalam pesawat yang jatuh saat itu.”
Woohyun masih diam.
“Tidakkah kau bertanya bagaimana keadaanku?”
Woohyun masih diam.
Arasseo. Kau tidak peduli, karena sekarang keadaanmu sudah jauh lebih bahagia.” ucap Seo Rin dengan suara menahan tangis.
Mianhada.” ucap Woohyun.
Mwo?” tanya Seo Rin.
“Hanya itu yang ingin kukatakan.” Woohyun sedang berusaha menguasai dirinya.
“Bahkan aku tidak pernah marah padamu. Jadi, kupikir tidak perlu ada yang dimaafkan.”
“Kubilang hanya itu yang ingin kukatakan.” ucap Woohyun.
Geurae.” ucap Seo Rin segera meninggalkan Woohyun yang mematung di situ.
Seo Rin berjalan perlahan, melewati tubuh yang sangat ia ingin peluk sekarang juga. Berharap Woohyun menggamit tangannya untuk menahannya di sini.
Seo Rin sudah berjalan melewati Woohyun. Namun beberapa detik kemudian, ada yang hangat memeluk Seo Rin dari belakang.
“Seo Rin-ah, bukankah kau tidak percaya dengan perkataanku?” ucap Woohyun. Seo Rin memegang kedua tangan Woohyun yang melingkar di pinggangnya.
“Aku merindukanmu.” ucap Seo Rin seraya meneteskan airmatanya.
“Tidak ada kata yang lebih baik dari bahagia saat ini. Aku benar-benar bersyukur. Tuhan mengembalikan yang sempat lepas dari genggaman tanganku. Kurasa kita akan bahagia untuk ke depannya.” ucap Woohyun.
Seo Rin melepas pelukan Woohyun.
“Boleh aku bertanya sesuatu padamu?” tanya Seo Rin.
“Apa?”
“Apa pernah ada wanita dalam hatimu, selain aku?”
“Aku tidak memikirkan hal itu. Sejak kita berpisah di tempat ini, aku selalu sibuk untuk berusaha kuat menjalani hidup tanpamu.”
“Pertambahan usiamu membuatmu lebih cerdas dalam merangkai kata.”
“Seo Rin-ah, aku akan menepati janjiku. Kau harus menemani perjalananku, hingga saatnya tiba kita hidup bersama selamanya.”
Geurae! Akan kulakukan.” ucap Seo Rin.
Setelah itu, Woohyun mengajak kekasihnya bertemu dengan keluarga baru Woohyun di dorm.
END

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makna Rasa Dibalik Lirik Lagu

Cerpen: At The Past

About SCIGENCE [Part 1]