Prolog Complicated
“Gue suka sama lo. Mau ngga jadi pacar gue?”
Kalimat yang Luna terima
pagi itu benar-benar membuatnya kaget. Luna tak pernah mengira secepat itu Farel
menyatakan perasaannya. Harus bagaimana raut wajah Luna sesampainya di sekolah
nanti? Luna dan Farel satu kelas. Pasti akan terasa canggung setelah Farel
menyatakan perasaannya.
Sebelum Farel
menyatakan semuanya, Luna dan Farel hanyalah sebatas teman biasa. Mengerjakan tugas
kelompok di kelas, lampu yang dipadamkan cukup menenggelamkan mereka berdua.
Memang, tidak hanya berdua. Namun, keadaan berubah ketika salah satu anggota
kelompok keluar kelas.
Dengan perjalanan
menuju sekolah, Luna membalas pesan singkat itu.
“Gue menghargai
perasaan lo, Rel. Tapi maaf, kita cuma bisa berteman, ngga lebih”
Entah apa yang Luna pikirkan. Luna sudah menyakiti perasaan seseorang. Tapi, bukankah lebih sakit menerima tanpa perasaan cinta sedikitpun?
Entah apa yang Luna pikirkan. Luna sudah menyakiti perasaan seseorang. Tapi, bukankah lebih sakit menerima tanpa perasaan cinta sedikitpun?
Sesampainya di sekolah,
benar saja. Berpapasan dengan Farel seperti orang yang belum mengenal satu sama
lain. Tapi, Luna berusaha tak menanggapi hal itu. Beberapa hari berikutnya, Luna
benar-benar merasakan perbedaan sikap dari Farel.
Namanya Farel. Tinggi,
hitam manis, dan sedikit penuh canda. Pemilik senyum yang manis, dan begitu
baik. Namun, semua berubah saat semuanya terutarakan. Mungkin, sekarang Farel
membenci Luna karena tak membalas perasaannya.
Sebenarnya, Luna sudah
lebih dulu menaruh kagum pada seseorang sebelum Farel menyatakan perasaannya.
Farhan, Luna mengagumi cowok putih berbehel itu. Menurut Luna, cowok berbehel
memiliki karisma tersendiri.
Luna ingat, saat
pelajaran TIK sedang berlangsung setelah jam upacara selesai. Dan saat itu,
seluruh siswa kelas satu masih mengenakan seragam putih-putih, karena belum
menerima seragam formal yang seharusnya dikenakan setiap hari Senin dan Rabu.
Farhan yang duduk
disebelah Luna meminta bantuan untuk menyelesaikan ketertinggalannya. Luna pun
membantunya dengan senang hati. Mata Luna dan mata Farhan bertemu dalam satu suasana. Berkali-kali
senyuman terlukis di mulut indahnya. Mata Luna jatuh tepat dikelopak matanya. Indah
bukan? Rasanya, sungguh, tidak ingin cepat berakhir semua ini.
Sadarakah? Seseorang
yang duduk di depan Luna. Hanya terhalang komputer. Entah apa yang ia pikir dan
rasakan saat melihat Luna dan Farhan saling berbincang. Luna simpulkan, itu sakit. Namun,
apa peduli Luna saat itu? Farel berubah hanya karena Luna tak bisa menerimanya.
Komentar
Posting Komentar