Cerpan: Waiting On You [Part 1]



Sebelumnya cuma mau kasih tau, walau sebenernya ngga ada yang mau tau. Cerita ini dibuat karena permintaan satu orang; MySister. Dia ngefans banget sama sinetron GGS atau Ganteng-Ganteng Serigala. Terimakasih:)  

Bagi Sisi, tidak ada yang lebih menyakitkan dalam hidup kecuali berpisah dengan sahabat kecilnya. Sejak perpisahan sepuluh tahun yang lalu, membuat Sisi enggan menganggap teman-temannya yang selalu ada untuknya sekarang sebagai sahabat.
Sifat Sisi yang bawel tetap tidak bisa menutupi bahwa ia sangat tertutup pada siapapun. Berkali-kali kakaknya selalu bilang, bahwa pertemuan itu pasti ada lagi. Ya, walaupun Sisi tidak mengerti ucapan kakaknya itu, karena dulu usia Sisi masih delapan tahun.
Liburan kelulusan masa SMP Sisi akan segera habis dalam beberapa hari lagi, dan Sisi akan segara menjadi siswa SMA. Tidak ingin rasa khawatir itu terlalu besar, orang tua Sisi menyekolahkan bungsu dari tiga bersaudara itu di sekolah yang sama dengan kakak keduanya.
Sisi punya dua orang kakak. Kakaknya yang pertama laki-laki, dan tahun ini memasuki masa kuliah semester tiga di jurusan tehniknya. Papi meminta dia untuk meneruskan karir papi sebagai engineer. Ricky namanya.
Ricky sosok yang humoris dimata Sisi, dan harus Sisi akui, kakak pertamanya ini memang tampan. Bukan sekali dua kali Ricky membawa gadis yang ia sebut pacar. Ya, Ricky memanfaatkan ketampanannya dengan seringnya bergonta-ganti pacar. Untunglah itu tabiatnya semasa SMA, sejak masuk kuliah, Sisi hanya mengenal satu orang gadis yang Ricky bilang sebagai kekasihnya.
Kakak kedua Sisi juga seorang jagoan kedua orang tuanya, yang usianya hanya terpaut dua tahun. Dan dialah yang akan menjadi kakak sekaligus kakak kelas Sisi di sekolah nanti. Yasha namanya. Yasha duduk di bangku 3 SMA, di kelas Ips. Ya, Yasha mau jadi seorang penulis, makanya dia masuk jurusan Ips, dan dia akan meneruskan pendidikannya di jurusan Sastra Indonesia.
Seperti cita-citanya, Yasha memiliki sifat lebih perasa namun juga kritis dalam berpikir dan kadang suka berpikir memakai perasaan. Yasha lebih cenderung pendiam, mungkin sifat pendiamnya diwariskan dari papi, kerena mami lebih bawel daripada papi, hehehe. Soal percintaan, menurut Sisi kisah percintaan kakak keduanya ini bisa dibilang tragis. Sudah berkali-kali disakiti, tapi Yasha masih tetap bertahan. Mungkin ada saatnya Yasha cerdas untuk urusan cintanya, dan melepaskan kekasih sejak kelas satu SMA.
///
“Anin sayang” panggil maminya dari depan kamar Sisi sambil mengetuk pintu kamar anak perempuannya.
“Iya mi, sebentar lagi aku turun” jawab Sisi dari kamar. “Anin? Masih aja sih gue dipanggil Anin!” cibir Sisi.
Selesai memakai sepatu dengan tali sepatu antara kiri dan kanan yang beda warna, juga kaos kaki yang beda warna kiri dan kanannya. Sisi coba bercermin, melihat seperti apa dirinya.
“Oh God. Sisi Anindita yang biasanya tuh ngga begini. Gue curiga, jangan-jangan yang sekarang di depan gue bukan Sisi, jangan-jangan itu sodaranya topeng monyet. I swear, gue jelek banget!” gumam Sisi di depan cermin.
Sisi akan menjalani MOS hari pertamanya di sebuah sekolah di selatan Jakarta. SMA Delima. Hari ini Sisi berdandan sesuai pengarahan dari kakak OSISnya, kemarin lusa. Dengan seragam SMP yang Sisi pakai, tali tiga warna yang dibentuk kepangan sebagai pengganti ikat pinggang, rambutnya ia kuncir dua ekor kuda dengan menggunakan tali dibentuk pita, tentu dengan warna yang berbeda, poni Sisi yang biasanya ia biarkan jatuh menutupi keningnya, sekarang harus dikuncir juga, alhasil seperti air mancur. Sisi juga mengenakan kalung, dengan menyambungkan 15 buah permen dengan lima jenis permen yang berbeda, dan lollipop sebagai liontinnya. Terakhir, tas yang Sisi pakai selama masa orientasi. Sisi memakai tas dari karung goni dengan ukuran yang sudah ditentukan saat pengarahan.
Sisi keluar dari kamar dan akan segera turun ke lantai bawah untuk sarapan. Begitu Sisi sampai di ruang makan, sudah ada papi, mami, ka Ricky, dan ka Yasha. Semua menatap Sisi dengan tatapan aneh. Ricky melihat Sisi dari ujung rambut sampai ujung kaki.
“Bwahahahahaha, mi, anak mami udah berubah jadi badut dufan!” ledek Ricky.
“Diem aja deh! Kenapa si ah sekolah masih ada mos, jelek!” ucap Sisi dengan wajah cemberut. Yasha hanya diam namun tak bisa dipungkiri, Yasha sangat ingin tertawa namun tidak tega melihat wajah adiknya jadi tambah cemberut.
“Lo kalo mau ketawa, ketawa aja Yas. Jangan ditahan-tahan, hahahahaha” kata Ricky yang melihat adiknya menahan tawa disebelahnya.
“Mi…” ucap lirih Sisi pada maminya yang duduk disebelahnya, disebrang Ricky dan Yasha.
“Ricky, Yasha, udah ah jangan ledek Anin terus. Dulu kalian juga begini kan pas mau masuk SMA” bela mami.
“Anak perempuan papi tetep cantik ko” ucap papi sambil tersenyum.
“Yaudah, ayo sarapan dulu, nanti kalian telat” ucap mami.
Sedangkan Ricky masih geli melihat adiknya itu, malah, Ricky makan sambil memejamkan mata sambil tertawa. Selang beberapa detik, roti yang ada dimulut Ricky mendadak macet di tenggorokannya.
“Sukur! Ledek aja terus! Emang enak keselek! Hahahaha” kata Sisi.
“Minum Rick, minum” ucap maminya.
“Cuman kebetulan, Nin. Mi, pi, Ricky berangkat duluan deh, soalnya mau jemput Lia dulu” ucap Ricky yang segera berdiri, mencium tangan kedua orang tuanya. “Yas, gue duluan. Aku duluan yah adikku yang kaya badut dufan hahahaha” ucap Ricky seraya mencubit kedua pipi Sisi.
“Sakit ka Ricky!” ucap Sisi sambil mengelus-elus kedua pipinya.
“Iya Rick” kata Yasha.
“Hati-hati Ricky” teriak mami saat Ricky mulai melangkah meninggalkan ruang makan.
Setelah sarapan Yasha sudah habis..
“Nin, udah selesai belum? Berangkat yuk, udah setengah tujuh, lo mulai jam berapa sih?” tanya Yasha sambil melirik jam tangan di pergelangan tangan kirinya.
“SETENGAH TUJUH?!! Ka Yashaaaaaa, anak-anak yang mos kan disuruh dateng lebih awal. Ayo berangkat sekarang!” panik Sisi.
“Mi, pi, aku berangkat, assalamualaikum. Ka cepet!” ucap Sisi, Yasha yang segera meneguk susu putihnya langsung menyusul Sisi yang sudah lebih dulu lari keluar rumah. Tentu papi dan mami tidak lupa mengucapkan hati-hati pada kedua anaknya.
“Kakakkkkkk” teriak Sisi yang sudah ada di dalam jazz abu-abu milik Yasha.
“Bawel” ucap Yasha yang membuka pintu mobilnya.
“Ngebut yah. Duh, gue ngga mau kena hukum gara-gara telat” panik Sisi.
“Santai aja kenapa, kalopun lo dihukum, mereka ngga akan main tangan, percaya sama gue” kata Yasha yang mulai memainkan stirnya.
“Emang dihukumnya diapain kak?”
“Palingan suruh muterin lapangan lima kali, atau nggak jalan jongkok tiga kali di koridor”
“WHAT?! Yang ada baru mos hari pertama, kaki gue udah copot”
“Hahahahahahaha, udah jangan panik. Mos cuma tiga hari ko”
Jam tujuh kurang lima menit, Yasha memarkirkan mobilnya di parkiran sekolahnya. Sisi turun dan langsung menghampiri papan di dekat tiang bendera, mencari namanya masuk di gugus mana.
“Duh, mana sih nama gue” gumam Sisi.
Sisi tak sadar, bahwa dia adalah satu-satunya peserta mos di lapangan. Dua orang kakak osis datang menghampiri Sisi.
“Kenapa kamu telat?” tanya kakak osis yang cowok.
“Eh, kakak, ngagetin aja hehe. Tadi macet kak” jawab Sisi yang berusaha santai, namun tetap panik.
Kakak osis yang cewek, yang berambut agak pirang dan bergelombang itu memperhatikan Sisi dari bawah sampai atas.
“Mana nametag kamu?” tanya kakak osis yang cewek.
“Nametag? Bentar.. bentar, ada kok” ucap Sisi sambil merogoh tasnya. Setelah mendapatkan kertas berwarna biru muda yang sudah dilaminating, Sisi memasangnya dikemeja sebelah kanan atas.
“Waktu hari Sabtu, kamu dateng untuk pengarahan?” tanya kakak osis yang cowok.
“Dateng kak” jawab Sisi sambil menunduk.
“Tau apa hukuman bagi peserta mos yang telat?” tanyanya lagi.
“Enggak kak” jawab Sisi lirih.
“Ngga tau?! Waktu kakaknya ngomong, kuping kamu ngga dipake ya?!” bentak kakak osis yang cewek.
“Udah.. udah, sekarang kamu lari muterin lapangan tiga kali. Itu hukuman kamu” ucap kakak osis yang cowok.
Sisi hanya menurut walau sebenernya pengin banget nonjok kakak osis yang cewek. Sisi pun terpaksa mengitari lapangan, untunglah dia sudah sarapan, jadi kalau cuma tiga puteran, yah masih kuat lah. Saat sedang lari, dua kakak osis itu memperhatikan di dekat papan gugus, mereka terlihat sepeti bicara sesuatu.
“Jangan kasar-kasar sama dia” ucap Tristan.
“Kenapa? Lo tau dia? Sebenernya gue juga pengin ketawa sih pas bentak dia haha” kata Liora.
“Dia adiknya Yasha” ucap Tristan.
“Oh jadi dia adiknya Yasha, tapi kita harus profesional lah” ucap Liora.
Setelah lebih dari lima menit berlari, Sisi menghampiri kedua kakak osisnya.
“Udah kak” ucap Sisi sambil mengatur napasnya.
“Udah tau kamu masuk gugus mana?” tanya kakak osis yang cewek. Sisi menggeleng, lalu melihat papan di samping kakak osis itu.
“Saya di gugus Amsterdam kak” jawab Sisi.
“Yaudah, ayo” ucap kakak osis yang cewe, yang akan memandu Sisi untuk sampai di gugusnya.
Sisi sudah mengikuti kakak osis itu sampai di lantai dua.
“Kak, saya boleh nanya ngga? Gugus Amsterdam tuh di lantai berapa ya?” tanya Sisi dengan nada yang mulai ngos-ngosan.
“Semua gugus ada di lantai empat. Itu alasan kakak osis kenapa nyuruh dateng lebih awal” jawab kakak osis yang bernametag Aurelia.
‘Lantai empat?!’ benak Sisi yang merasa kakinya berasa mau copot. Setelah sampai di lantai empat, kakak osis yang menyamar sebagai Aurelia itu mengetuk pintu keenam dari sebelah kanan.
“Kak, ada yang telat nih” ucap si kakak osis yang mengantar Sisi pada kakak mentor di gugus Amsterdam.
Kakak osis yang menjadi mentor di gugus Amsterdam menghampiri pintu, sedikit mengobrol dengan Aurelia, setelah itu menyuruh Sisi masuk ke dalam gugus. Mentor Sisi bernametag Tristan.
Di SMA Delima, setiap kelasnya difasilitasi empat air conditioner atau AC di setiap sudut dinding, dua puluh meja, empat puluh kursi, satu proyektor, serta loker untuk setiap siswa yang diletakan di belakang kelas. Fasilitas selebihnya sudah pasti ada di kelas, seperti papan tulis, dan lain-lain.
Sisi melihat sebagian teman-teman di gugusnya. Semua serupa dengannya. Berarti bukan cuman Sisi yang berpenampilan seperti badut dufan, batinnya. Sisi duduk di barisan nomor tiga dari pintu, di paling depan. Tidak sempat berkenalan dengan teman semejanya, karena mentornya sudah mulai membacakan kegiatan hari ini.
///
“Kamu kenapa diem aja?” tanya kakak osis.
“Bentar ya kak, saya cape ngejar-ngejar kakak osis. Mereka kabur-kaburan mulu” jawab Sisi sambil bersandar di dinding koridor.
“Ya itu emang tugas kamu. Mending cepet sekarang kamu ke lapangan dari pada saya hukum” perintah osis bernama Nicho.
“Kak, sebelum saya ke lapangan, boleh kan saya minta tanda tangan kakak?” pinta Sisi sambil cengengesan.
Belum sempat Nicho menjawab permintaan Sisi, seseorang kakak osis yang lain datang menghampiri mereka lalu menggandeng Nicho untuk ke lapangan.
“Kakak ko malah disini sih, ayo ke lapangan kak” ajak seorang osis yang badannya sedikit-banyak lemak, bernametag Parvez.
“Eh, kamu. Cepet ke lapangan!” perintah Parvez.
Setelah itu, Parvez dan Nicho pergi dari hadapan Sisi. Sedangkan Sisi masih berdiri di koridor sambil memasang tampang kesal.
‘Dasar kakak osis over weight! Gue kempesin juga lo!’ kutuk Sisi dalam hati. Kemudian Sisi menyusul kakak osis ke lapangan, dan mulai lagi berpanas-panasan.
Sisi berjalan menelusuri lapangan yang segede alaium gambreng. Mencari kakak-kakak osis untuk diminta tanda tangan. Sisi melihat kakak osis yang tadi memandunya ke gugus sedang berdiri di samping tiang bendera.
“Kakak, minta tanda tangannya dong” pinta Sisi, tentu dengan wajah melas. Selang berapa detik, peserta mos yang lain menghambur kearah Sisi dan osis Aurelia. Ada sekitar sepuluh siswa mos yang ada di depan Aurelia.
Aurelia memegang buku masing-masing siswa untuk mulai memberi tanda tangan, tentunya bukan tanpa syarat. Siswa yang ada di hadapan Aurel harus menyanyikan salah satu dari dua belas lagu mos plus gerakannya. Aurel menatap satu persatu calon adik kelas di depannya. Setelah mereka selesai bernyanyi dan menari, Aurel ditarik kakak osis bernametag Manda dan buku siswa mos diletakan di aspal.
‘Ko nyebelin banget sih! Udah capek-capek eh malah ditinggal. Jadi males gue’ batin Sisi.
Sisi menatap bukunya, baru terisi dua tanda tangan dari kakak osis. Sisi berjalan ke pinggir lapangan, tiba-tiba Sisi ditabrak satu orang. Orang itu lari mengejar kakak osis, tapi malah tak sengaja menabrak Sisi.
“Eh, maaf” kata orang itu. Seseorang itu menoleh kearah Sisi, lalu tersenyum dan setelah itu pergi untuk mengejar kakak osis.
“Errrg” geram Sisi.
///
Yasha sudah bersandar di depan mobilnya dengan melipatkan kedua tangan ke dadanya. Ngapain lagi kalau bukan untuk menunggu adiknya. Yasha melihat dari kejauhan, wajah adiknya sudah benar-benar di tekuk, Yasha malah tersenyum.
“Ngapain senyum-senyum?!” tanya Sisi, galak.
“Capek ya?” tanya Yasha sambil mengelus kepala Sisi.
“Jangan ditanya!” jawab Sisi masih dengan nada bicara sangat kesal.
“Yaudah ayo pulang” kata Yasha.
“Oh iya, kakak ngga nganterin ka Atrisa?” tanya Sisi saat mereka sudah ada di dalam mobil.
“Engga, kan gue diperintahin mami buat nebengin lo selama lo mos” jawab Yasha.
“Terus kalo udah ngga mos, lo ga nebengin gue?” tanya Sisi.
“Anin, lo kan bisa bawa motor” ucap Yasha.
“Ih tega banget lo! Bareng kek kak, gapapa deh jadi nyamuk kalo seandainya lo berangkat bareng ka Atris juga”
“Ooooo tidak bisa hahahaha” kata Yasha. Bibir Sisi langsung memanjang tiga senti.
“Eh kak, temenin ke mini market, gue mau beli bahan-bahan makanan buat besok” pinta Sisi.
“Serius dengan keadaan kaya gini lo mau ke mini market?” tanya Yasha.
Kemudian Sisi melepas karet yang mengikat poninya, melepas kalung permen dan ikat pinggang.
“Easy, kan?” ucap Sisi sambil tersenyum. Sedangkan Yasha hanya geleng-geleng kepala sambil tersenyum.
Sampailah mereka di salah satu mini market. Sisi masuk langsung mengambil troli dari tempatnya, lalu mendorongnya.
“Harus banget pake troli ya Nin?” tanya Yasha.
“Gue ngga cuma mau beli bahan makanan buat besok, tapi stok cemilan pribadi gue udah abis” jawab Sisi.
“Lo punya stok cemilan pribadi?” tanya Yasha kaget.
Sisi baru sadar kalau dia keceplosan. Di rumah, mami memang selalu menyediakan cemilan di dapur. Walaupun mami beli untuk persediaan sebulan, Sisi selalu ngga kebagian karena dalam waktu seminggu sudah abis dimakan kakak-kakaknya. Jadi Sisi punya stok cemilan sendiri di kamarnya.
“Ngga kok, maksud gue, cemilan buat gue bawa besok pas mos” kata Sisi beralasan.
“Ah bohong kan lo, ngaku. Kalo gitu gue harus sering-sering ke kamar lo” kata Yasha.
“Ngga akan gue bukain!” ucap Sisi sambil tertawa.
Saking serunya mendorong troli sambil ngobrol dan tertwa, Sisi menabrakan trolinya pada seseorang di depannya yang sedang memilih makanan.
“Ups, sorry” gumam Sisi.
Rupanya seseorang yang Sisi tabrak dengan troli juga sama penampilannya dengan Sisi. Cowok itu juga melepas ikat pinggang dan kalung permennya. Sisi tau karena Sisi melihat tali sepatu yang dipakainya.
“Iya ngga papa” jawab cowok itu.
“Smadel ya?” tanya Sisi yang berdiri disebelah cowok itu sambil mengambil makanan yang juga sedang dipegang cowok itu.
Menu makanan besok salah satunya harus membawa ayam goreng bagian paha kanan. Cowok itu mengangguk sambil tersenyum.
“Duluan ya” ucap cowok itu.
“Iya” kata Sisi.
‘Mukanya ngga asing. Eh, itukan yang tadi nabrak gue!’ ucap Sisi dalam hati.
“Eh bengong aja lo. Udah belom nyari paha kanannya?” tanya Yasha yang baru datang menghampiri Sisi.
“Udah kok, abis darimana kak?” tanya Sisi.
“Nitip ini ya” ucap Yasha sambil menaruh beberapa kaleng minuman soda di dalam troli.
“Bayar sendiri lo ya” kata Sisi.
“Iya Anin bawel” ucap Yasha.
///
Sisi sedang menghapal lagu-lagu mosnya di kamar, tak lupa juga dengan peragaan dari setiap lagu. Sisi berdiri di depan cermin lemarinya, memantapkan gerkan-gerakan dari setiap lagu. Dari dua belas lagu, Sisi sudah hapal semua liriknya, hanya saja beberapa gerakan masih belum paham.
Klek.
“Ehh ada yang lagi bikin koreografi buat girlbandnya” ucap Ricky yang membuka pintu kamar Sisi tanpa mengetuknya lebih dulu.
“Ih ka Ricky, ketuk pintu dulu bisa kali!” ucap Sisi yang duduk di pinggiran kasurnya. “Ngapain sih?” tanya Sisi apa tujuan kakaknya ke kamarnya.
“Pinjem laptop lo dong” ucap Ricky dengan nada memelas.
“Emang laptop lo kenapa?” tanya Sisi jutek.
“Rusak, please Nin, ada tugas nih” mohon Ricky.
“Kenapa ngga minjem sama ka Yasha ajasih? Ah ganggu aja sih”
“Yasha lagi make, makanya gue pinjem ke lo, kalo Yasha ga make juga gue minjem ke dia”
Sisi mengambil macbook putihnya di atas meja belajarnya.
“Nih”
“Pinjem dulu ya Aninku sayang” ucap Ricky dengan cubitan di kedua pipi Sisi.
“Ihhh udah sana keluar cepet!” teriak Sisi.
“Iya iya, jangan teriak kenapa. Budeg gue” kata Ricky yang lalu pergi dari kamar Sisi.
Selesai latihan nyanyi lagu mos dan gerakannya, Sisi duduk di sudut jendela kamarnya. Mengambil kotak berukuran 30x30 sentimeter yang disimpan di laci lemarinya. Perlahan, Sisi membuka kotak berwarna merah marun itu.
Entah mengapa, Sisi selalu sedih setiap kali melihat isi kotak itu. Semua kenangan bersama sahabat kecilnya tersimpan di dalam kotak itu. Sisi mengambil sebuah foto yang di frame, fotonya bersama sahabatnya; Dygta.
Saat itu, Sisi dan Dygta sama-sama berusia enam tahun. Foto itu diambil saat Sisi sedang menyuapin kue pada Dygta di hari ulang tahun Sisi yang ke enam. Lalu juga ada foto Dygta mengecup pipi chabi Sisi. Tak sadar, air mata itu mulai menetes.
Sisi mengambil kalung yang dibuat dari tali warna hitam berliontinkan bentuk persegi panjang. Di satu sisi liontin tersebut ada tulisan Anin dan di sisi lainnya ada tulisan Dygta. Dulu Sisi selalu memakai kalung ini, bahkan sering ia jadikan gelang. Tapi, semakin Sisi melihat kalung itu, semakin sakit untuk mengingat kejadian di masa lalu.
Bagi Sisi, Dygta benar-benar jahat karena dulu pergi tanpa pernah mengucapkan selamat tinggal pada Sisi. Dygta hanya menaruh sebuah kotak kecil di depan rumah Sisi berisikan kalung itu dan selembar kertas yang menuliskan bahwa Dygta harus pergi. Sisi tidak pernah memakai kalung itu lagi semenjak masa SMP, karena Sisi selalu benci tiap kali mengingat kepergian Dygta.
Buat Anin.
Maafin Dygta ya, aku harus pergi. Dygta gak lama, nanti pasti Dygta balik lagi buat nemuin kamu. Oh iya, ini kalung buat Anin, dipakai ya. Dygta juga pakai loh. Kalo kita sama-sama liat kalung ini, itu tandanya kita lagi sama-sama kangen. Dygta sayang Anin.
“Kata lo sepuluh tahun nggak lama? Dygta gue kangen… Tapi kenapa lo ninggalin gue… Kenapa sampe sekarang lo ngga pernah nemuin gue” gumam Anin setelah membaca surat dari Dygta sambil menangis.
“Lo bilang kalo lagi liat kalung ini, berarti kita lagi kangen. Gue ga yakin kalo lo kangen sama gue. Gue ngga tau sekarang lo dimana” lanjut Sisi masih dengan air mata yang deras mengalir.
Tok. Tok. Tok. Yasha membuka pintu kamar Sisi. Sisi membuang pandangan dari kakaknya sambil menghapus air matanya.
“Nin, lo kenapa?” tanya Yasha yang langsung mendekati adiknya, merangkulnya.
“Nggak, ngga papa kak” jawab Sisi seraya menaruh kalung dan surat itu dalam kotak.
“Pasti lagi kangen Dygta ya?” tanya Yasha, Sisi mengangguk pelan.
Air mata itu tumpah lagi, membuat Yasha semakin erat memeluk Sisi.
“Nin, kakak kan udah sering bilang, setiap perpisahan pasti ada pertemuan, juga sebaliknya”
“Dygta ga pernah pulang, kak” ucap Sisi dalam pelukan Yasha dengan isak tangisannya.
“Dygta pergi pasti punya alesan—“
“Tapi dia ngga pernah ngasih tau kenapa dia pergi, dia janji kalo kepergiannya ngga lama. Tapi apa? Sepuluh tahun Anin nungguin Dygta, kak”
“Percaya gak kalo Tuhan punya rencana yang indah?”
Sisi melepas pelukan kakaknya, lalu mengangguk lirih.
“Lo harus yakin Nin, semua pasti indah pada waktunya” ucap Yasha.
“Tapi gue cape, kak”
“Capek karena selalu lo pikirin. Coba deh lo jalaninnya enjoy, pasti ngga jadi beban buat lo”
“Maksud gue, gue capek nyimpen perasaan gue ke Dygta. Gue mau buka hati kak”
“Yah liat aja kedepannya gimana. Lo udah sering ngomong gitu ke gue, hasilnya? Dygta lagi Dygta lagi” ledek Yasha.
“Nggak, kali ini serius. Bantuin gue kak”
“Bantuin apa?”
“Cariin pengganti Dygta, temen sekelas lo gitu”
“Anin adikku tersayang, itu namanya lo maksain. Perasaan lo ke Dygta itu bener-bener tulus, sampe lo rela nungguin dia selama sepuluh tahun. Menurut gue, ngga butuh waktu sebentar buat lupain Dygta dari hati lo. Biarin hati lo memilih tanpa harus dipaksa, karena kalo lo tetep maksain diri buat cepet dapet pengganti Dygta, rasa sakit lo double” jelas Yasha.
“Kenapa double?”
“Lo udah sakit gara-gara perasaan lo sama Dygta, terus lo lampiasin ke orang lain sedangkan hati lo aja belum siap ngelepas Dygta” jawab Yasha.
Sisi diam mendengar penjelasan kakaknya. Lalu Sisi bangun dari duduknya.
“Mau kemana?” tanya Yasha.
“Mau bakar kotak ini” jawab Sisi.
Yasha bangun menjajari tegap Sisi.
“Kenapa mau di bakar?” tanya Yasha dengan nada bicara yang tenang.
“Gue mau lupain semua kenangan dan perasaan gue ke Dygta, kotak ini salah satunya”
“Percuma Nin. Percuma lo bakar kotak itu, perasaan lo itu adanya di hati lo bukan di kotak itu. Dan kenangan lo adanya di masa lalu yang sewaktu-waktu bisa lo inget di otak lo, bukan di kotak itu” ucap Yasha. Sisi menatap Yasha.
“Simpen kotak ini, serapih lo nyimpen perasaan lo ke Dygta. Jangan sampe lo nyesel ngebuang kotak ini. Karena ngga seorangpun tau apa yang terjadi nanti” ucap Yasha.
“Tapi kak—“
“Jangan pernah menghindari rasa sakit, karena rasa sakit itulah yang ngebuat lo semakin kuat untuk menghadapi semuanya” potong Yasha yang kemudian keluar dari kamar Sisi.
to be continue...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makna Rasa Dibalik Lirik Lagu

Cerpen: At The Past

About SCIGENCE [Part 1]