Cerpan: Waiting On You [Part 4]



Next...
“Makasih ya Sisi udah mau nemenin gue nyari kado buat Nessa” ucap Parvez seraya berjalan menuju parkiran mall.
“Sama-sama kak. Makasih juga udah traktir Sisi dari semalem” ucap Sisi.
Mereka sudah di mobil, tapi mobil Parvez juga belum berlalu dari tempatnya. Parvez memberikan tas kantong berwarna pink pada Sisi.
“Apaan nih kak? Jangan bilang kakak minta Sisi buat bungkusin kadonya?”
“Nggak, itu buat lo” ucap Parvez.
“Buat Sisi?” bingung Sisi, Parvez mengangguk.
Sisi membuka tas kantung itu, ternyata isinya boneka Patrick.
“Kak, ko kakak bisa tau Sisi suka Patrick?”
“Serius lo suka? Bagus deh kalo suka. Anggap aja itu sebagai tanda terimakasih gue”
“Lebay banget sih kak Vez hahahaha, tapi makasih ya” ucap Sisi.
“Sama-sama ya” kata Parvez dengan tak sedetikpun pandangannya beralih dari Sisi.
Ekor mata Sisi rupanya menangkap tatapan mata kakak kelasnya itu.
“Kak, kita ngga pulang?” tanya Sisi.
“Oh iyaya” kata Parvez sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu.
///
“Ka Parvez kenapa ya ngasih gue boneka? Digo juga kenapa tiba-tiba jutek? Gue telponin ngga diangkat-angkat, sms ngga dibales, gue bbm cuma diread. Apa iya dia cemburu sama kak Vez? Tapi mana mungkin, eh tapi bisa jadi. Loh, kok gue jadi kepedean gini sih?” gumam Sisi di kamarnya sambil memegang boneka dari Parvez.
Tok. Tok. Tok.
“Masuk aja, ngga dikunci” kata Sisi. Seseorang masuk.
“Hay Sisi”
“Nayla? Lo ngapain ke rumah gue? Tau rumah gue darimana?” tanya Sisi.
“Tau dong. Gue kan punya indera ke tujuh” kata Nayla.
“Gue ngga percaya. Ko lo bisa tiba-tiba ada di rumah gue? Pasti ada yang aneh yang gue ngga tau”
“Hahahaha. Gue yang nanya alamat rumah lo sama ka Yasha, kebetulan pas tadi di kantin gue ketemu kakak lo, nah, gue tanya aja alamat rumah lo. Abis bosen di rumah mulu” cerita Nayla.
“Kenapa ngga telpon gue? Kan kita bisa jalan jadinya”
“Yuk jalan yuk. Ada film bagus nih di bioskop” kata Nayla.
Sisi melihat penampilan Nayla malam ini. Kayanya Nayla memang niat untuk pergi SatNight ini. Dengan rok hitam seatas lutut sedikit, dipadu kaos putih belang-belang hitam-putih selutut yang dimasukan kedalam rok, rambut panjang lurusnya sedikit dikriting, make up natural yang membuat siapa saja pasti akan bilang kalau Nayla cantik dan anggun malam ini, dan flat shoes warna hitam, senada dengan tasnya.
“Bilang aja lo emang niat jalan, yakan? Pakaian lo rapih gini, terus wangi juga lo. Kaya mau ketemuan sama cowok taunggak”
“Udah ah bawel deh. Cepet ganti baju, gue tunggu di depan kamar lo” kata Nayla.
Sedetik kemudian, Sisi langsung mengusir Nayla keluar kamarnya, dan Sisi mulai mencari pakaian yang cocok untuk pergi. Setelah menyeleksi beberapa baju yang cocok, akhirnya Sisi memutuskan untuk memakai celana warna coklat muda setengah betis, kaos coklat tua lengan panjang, sepatu kets yang warnanya senada dengan celananya, dan tas warna coklat yang ia selempangkan. Tidak lupa Sisi melingkarkan kalung persahabatan itu di lehernya.
“Yuk” kata Sisi sambil keluar dari kamarnya.
“Cantik” puji Nayla sambil tersenyum. Sisi tersenyum.
“Emang. udah yuk ah, ntar keburu malem” kata Sisi.
Mereka turun ke bawah, keluar rumah. Sisi kaget bukan main, disana sudah ada Yasha, Ricky, dan Lia.
“Nin, kalo gue semobil sama cewek gue, Yasha bakal semobil sama temen lo. Nah lo sama siapa?” ledek Ricky.
“Ko lo pada curang? Pada couple-an semua. Gue naik di mobil siapa dong” gumam Sisi, cemberut.
“Sama gue Si” suara itu berasal dari luar gerbang rumah Sisi.
“Kak Vez?” gumam Sisi.
“Nah yaudah, lo sama Parvez aja tuh” kata Yasha.
“Tapi—“
“Udah gih sana” kata Nayla seraya mendorong tubuh Sisi untuk mendekat kearah Parvez.
///
“Jadi Sisinya ngga ada di rumah ya Tante?”
“Ngga ada Digo. Tante pikir, Sisi pergi sama kamu. Soalnya tadi Ricky sama Yasha juga pergi sama pacarnya, kayanya mereka baru pergi setengah jam yang lalu”
“Pergi? Oh gitu, yaudah deh, Digo pamit ya Tante”
“Iya, hati-hati ya Digo”
‘Baru aja gue mau minta maaf karena udah bersikap kaya tadi di sekolah sama lo, Si. Tapi sekarang lo malah pergi sama kakak kelas itu. Argh. Gue kenapa sih, kenapa begini banget rasanya. Apa ini karma karena dulu gue pernah ninggalin Sisi?’ benak Digo di dalam mobilnya.
Digo memutar arah balik untuk pulang. Mungkin Digo akan menghabiskan rasa galaunya di kamarnya. Galau? Digo merasa ada yang aneh saat tau ada yang mendekati Sisi, tapi apa maksudnya? digo hanya sebatas sayang pada Sisi, tidak lebih.
///
Di kamar, Sisi tak habis pikir kakak kelasnya menyatakan perasaan padanya secepat itu. Bahkan Sisi tidak pernah menyangka kalau ternyata Parvez menyukainya. Sisi bingung mau jawab apa waktu Parvez menyatakan perasaannya dan ingin Sisi jadi pacarnya. Sisi diam waktu Parvez erat menggenggam kedua tangan Sisi. Sisi membuang pandangan saat Parvez lekat menatap Sisi. Bahkan Sisi menghindar saat Parvez hendak memeluk Sisi.
“Kak, buat Sisi ini terlalu cepet. Kita masih bisa deket tanpa harus jadian. Kalau sesingkat ini kakak bisa suka bahkan sayang sama aku, aku ngga bisa secepet itu buat ngasih kepastian perasaan aku. Aku ngga mau nyakitin kak Vez”
“Tapi jangan pernah larang gue buat tetep sayang sama lo, Si, please. Berapa lama pun waktu yang lo butuhin untuk bisa sayang sama gue, gue pasti tunggu”
“Jangan pernah nunggu hal yang belum tentu datang, kak. Cinta itu ngga bisa ditebak, kapan datang dan kapan perginya. Sisi ngga mau nyakitin seseorang yang udah sayang sama Sisi dengan harapan. Cinta ada karena terbiasa”
Cinta datang karena terbiasa. Ucapan itu sebenarnya terfokus untuk satu orang yang masih ada bahkan sampai detik Sisi bicara itu pada Parvez. Sisi sudah terbiasa merasakan rasa pada satu orang.
Mencintai disaat kepergiannya bukan hal yang mudah bagi Sisi, dan melupakan disaat sosok itu kembali juga bukan hal yang mudah. Entah manis atau pahit ujungnya, Sisi yakin bahwa penantiannya bukan hal yang harus disesali.
“Anin, ko bengong aja?” tanya maminya.
“Eh, mi, ngga ko, aku ngga bengong”
“Masuk gih, tumben ngelamun di depan kolam renang, biasanya di kamar”
“Lagi pengin aja mi. ka Yasha sama ka Ricky mana mi?”
“Yasha lagi di kamarnya kayanya, kalo Ricky lagi ke rumah Lia. Kamu kenapa? Pasti lagi ada yang dipikirin ya? Cerita sama mami”
“Ngga ko mi, ngga lagi mikirin apa-apa”
“Eh, iya, mami lupa ngasih tau kamu. Kemarin malem Digo ke rumah nyariin kamu”
“Kemaren?”
“Iya, pas kamu pergi sama temen kamu, sama kakak-kakak kamu”
“Serius Digo kesini?”
“Iya, kenapa? Kalian lagi berantem ya?”
“Enggak mi, yaudah aku ke kamar ya mi”
Setelah itu, Sisi langsung ngibrit naik keatas. Bukan ke kamarnya, melainkan ke kamar Yasha. Ternyata Yasha lagi skype-an sama……
“Heh, lo kalo masuk kamar gue bisa ngga sih ngetok pintu dulu?” ucap Yasha yang langsung sedikit menutup laptopnya.
“Sorry, eh, lo lagi skype-an sama siapa? Ko ditutupin gitu sih?”
“Kepo banget lo. Ada apa ke kamar gue?”
“Pinjem mobil ya?” Sisi langsung mengambil kunci mobil Yasha yang ditaruh diatas meja belajarnya.
“Heh, mau kemana lo? Sisi!” tanpa menunggu persetujuan Yasha, Sisi langsung kabur keluar kamar.
Setelah pamit pada maminya untuk keluar sebentar, Sisi langsung ngegas ke rumah Digo. Malam begini, sekitar jam setengah Sembilan malam. Untunglah jalanan tidak macet, jadi dalam waktu lima belas menit sudah sampai ke perumahan rumah Digo.
Sisi sudah duduk di teras depan rumah Digo. Sepi. Sepertinya mama Digo sedang tidak di rumah.
‘Digo lama banget sih. Jangan-jangan dia ngga mau ketemu gue’ benak Sisi.
Lima menit menunggu Digo, sedan hitam masuk ke garasi rumah Digo. Lalu kedua pintu depan terbuka hampir bersamaan.
“Eh, ada Anin” ucap mama Digo.
“Tante Resi, ka Alya” Sisi langsung menyalami keduanya.
“Mau ketemu Digo ya?” tanya Alya.
“Iya kak, tapi dari tadi ngga keluar-keluar Digonya”
“Yaudah, tante panggilin dulu ya Digonya. Kamu masuk aja sayang” kata mama Digo.
“Aku masuk ya” kata ka Alya, Sisi mengangguk.
Sisi gelisah. Mondar mandir di depan pintu rumah Digo.
“Ada apa?” tanya Digo dibelakangnya.
“Digo. Kata mami kemaren malem lo ke rumah ya?”
“Iya”
“Sorry, kemaren gue pergi—“
“Gue tau Si”
“Lo kenapa sih?”
“Ngga papa. Emang ada yang aneh?”
“Sikap lo. Jutek banget”
“Perasaan lo doang kayanya. Gue biasa aja kok”
Sisi diam.
“Cuma mau ngomong itu bela-belain malem-malem gini ke rumah gue? Kaya mau mati besok aja sih. Lo kan bisa nanya besok, atau bisa nanya lewat telpon, sms atau bbm” ucap Digo.
“Nelpon? Yakin lo bakal angkat telpon gue? Sms? Bbm? Lo ya yang kaya orang mati, ngga bales satupun pesan singkat gue dari kemaren!” ucap Sisi sambil menghapus air matanya, kemudian berlalu dari hadapan Digo.
“Sisi” panggil Digo. Sisi menghentikan langkahnya. “Hati-hati” kata Digo yang membuat Sisi enggan untuk menoleh kearah Digo.
“Ihhhhh!” geram Sisi sambil memukul-mukul stirnya. “Lo jahat banget Digo!!!” Sisi mengendarai mobil sambil menangis.
Keesokan harinya Sisi nebeng mobil ka Yasha untuk berangkat ke sekolah. Digo belum datang, karena belum terparkir mobilnya.
“Si, ko bareng Yasha? Ngga bareng temen lo?” sapa Parvez yang baru turun dari mobilnya. Sisi hanya menggeleng, lalu pergi meniggalkan Yasha dan juga Parvez.
“Susul, Vez” kata Yasha.
Begitu sampai di depan kelas, ada yang menarik tangan Sisi.
“Lo kenapa?” tanya Parvez. “Lo masih mikirin ucapan gue?” lanjut Parvez.
“Engga kak, Sisi ngga mikirin soal itu ko” jawab Sisi dengan senyumnya.
“Terus lo cemberut tuh kenapa? Jangan mewek, nanti ngga cantik lagi lho” goda Parvez sambil menyubit hidung Sisi.
Bak sinetron di televisi, Digo datang menatap Sisi dan Parvez yang sedang tertawa. Tatapan Digo tak bisa Sisi tebak, tapi tidak Parvez. Parvez tau bahwa tatapan Digo itu adalah rasa cemburu. Digo masuk ke kelas tanpa menegur Sisi.
“Kayanya dia cemburu” ucap Parvez.
“Cemburu? Hahaha, nggaklah, Sisi sama Digo cuma sahabat” kata Sisi.
‘Jadi namanya Digo’ benak Parvez.
Tak lama, Nayla datang bersama… Yasha?!
“Eh, ko lo kesini kak?” tanya Sisi.
“Salah nggak kalo gue cuman mau liat kelas lo?”
Parvez menahan senyum.
“Kak Vez, kenapa?” tanya Sisi. “Nayla! Ka Yasha!” ucap Sisi.
Wajah Nayla belagak polos, wajah Yasha belagak tidak tau apa-apa. Rasa penasaran Sisi harus ia tahan karena bel masuk sudah berbunyi.
Lima menit sebelum istirahat, seluruh siswa di kelas sudah ramai karena Bu Dessy juga sudah membebaskan setelah memberi tugas matematika dua puluh nomor. Sisi siap untuk memberondongi Nayla.
“Lo jadian sama kakak gue, yakan?!” selidik Sisi.
“Apaan sih, Sisi” kata Nayla.
“Jawab gak pertanyaan gue! Kapan?”
“Kapan ya… Kapan-kapan kali ya”
“Nayla!”
Nayla senyum sambil mengangguk.
“Kapan? Ko gue ngga tau? Ah kenapa sih kakak sama temen gue lagi pada kasmaran. Nah gue!” ucap Sisi.
“Emang lo kenapa?” tanya Nayla.
“Si, bukannya lo lagi kasmaran juga ya? Tuh, orangnya udah ada di depan kelas” kata Digo seraya berjalan keluar kelas.
“Kenapa tuh anak?” tanya Nayla. Sisi hanya mengangkat bahu.
“Sisi” panggil Parvez dari depan kelas. Sisi menghampiri Parvez.
“Kenapa kak?”  tanya Sisi.
“Ke kantin bareng yuk?”
“Lagi ngga mood, kak” kata Sisi yang kemudian pergi dari situ.
///
“Digo, lo tuh kenapa sih? Kenapa lo jadi jutek banget sama gue” gumam Sisi sambil menangis. Istirahat ini Sisi menyendiri dibawah pohon di taman belakang sekolah, namun agak jauh dari biasanya siswa siswi berlalu lalang.
“Siapa yang jutek?”
Sisi mencari sumber suara itu. Ternyata Digo berada tak jauh dari situ.
“Digo? Ya… Lo lah yang jutek!” ucap Sisi seraya bangun dari duduknya, menyamai tegap Digo.
“Gue cuman jaga jarak aja ko sama lo”
“Jaga jarak? Maksudnya? maksud lo apa sih gue ngga ngerti”
“Gue ngga tau ya sebenernya siapa yang bodoh. Lo tuh sadar ngga sih kalo kakak kelas itu naksir lo?”
“Kakak kelas? Ka Vez maksud lo?”
“Kak Vez? Bahkan lo punya panggilan khusus ya buat dia”
“Digo, kak Vez emang udah nembak gue, tapi—“
“Hah? Jadi lo udah jadian sama dia?”
“Dengerin dulu, Di—“
“Yaudahlah, selamat ya. Longlast”
Setelah itu Digo pergi dengan perasaan yang tak tau apa namanya. Digo tak mengerti dengan perasaannya sekarang. Kalau dengan kembalinya Digo malah membuat Sisi dimiliki orang lain, lebih baik Digo tak kembali sama sekali ke Jakarta, pikirnya.
‘Lo salah paham, Digo’ benak Sisi.
///
“Digo gue mau ngomong sama lo” ucap Sisi saat Digo mau masuk ke mobilnya.
“Mau ngomong apaan? Buat gue semuanya udah jelas”
“Nggak, belum. Lo itu salah paham”
“Salah paham apaan lagi sih? Tuh, cowok lo dateng” ucap Digo seraya membuka pintu mobilnya.
“Dia bukan cowok gue!” teriak Sisi.
Digo menutup pintu mobilnya, tidak jadi masuk.
“Parah, dia ngga ngakuin lo sebagai pacar, kak” ucap Digo pada Parvez.
“Ka Vez, kita ngga jadian kan?” tanya Sisi.
Tanpa menunggu jawaban Parvez, Digo langsung masuk ke mobilnya dan segera pergi dari situ.
“Kak, kenapa diem aja sih? Digo jadi salah paham, ngerti nggak sih” kesal Sisi.
“Sekarang gue tau kenapa lo ngga suka sama gue. Lo suka kan sama Digo?” kata Parvez.
“Ng… nggak”
“Kalo emang ngga suka, kenapa harus panik sih?”
“Yaa… Yaa… ngga tau deh ah” ucap Sisi yang segera meninggalkan Parvez.
Sisi terpaksa pulang sendiri, dia ngga mau pulang bareng Parvez. Sisi merasa kalau dia harus menjelaskan semuanya pada Digo.
‘Suka sama Digo? Terus sikap Digo itu cemburu bukan sih? Kalo emang gue suka sama Digo, Digo emang suka sama gue? Dia kan cuman anggap gue sahabat’ semua kegelisahan itu berenang dalam kepala Sisi.
Sudah setengah jam Sisi menunggu taksi, tapi taksi tak juga datang. Terpaksa Sisi harus berjalan sampai menemukan kendaraan umum. Sisi melihat arlojinya, sudah pukul empat sore. Sudah sekitar satu jam Sisi menunggu kendaraan umum.
Tiba-tiba yaris putih berhenti disebelah Sisi berdiri. B 121 CKY. Dari platnya saja Sisi bisa menebak kalau itu pasti Ricky.
“Nin, masuk” ucap Ricky yang membuka kaca jendela mobil. Sisi masuk ke mobil Ricky. “Lo kenapa belom balik?” tanya Ricky.
“Dari sejam yang lalu gue nunggu taksi tapi ngga nongol-nongol” jawab Sisi.
“Ngga bareng Yasha?”
“Engga”
“Ngga dianterin Parvez?”
“Engga”
“Kenapa ngga minta dianterin Digo?”
“Au deh”
“Jutek banget gue nyebut nama Digo. Lo lagi kenapa sih sama dia? Kayanya dia juga jarang ke rumah deh. Lagi fighting?”
Ricky memang tidak terlalu tau tentang masalah adik perempuannya. Kesibukannya sebagai mahasiswa tehnik benar-benar menyita waktunya bahkan untuk sekedar ngobrol face to face dengan Sisi.
“Cuman salah paham, kak”
“Salah paham jangan disepelein, Nin. Kalo masalah kecil aja ngga buru-buru diselesaiin, gimana sama masalah-masalah yang lain? Pasti numpuk kan. Saran gue sih cepetean deh lo kelarin masalah lo sama Digo”
“Maunya juga gitu kak, tapi Digo ngga mau dengerin penjelasan gue”
“Emang masalah apa sih?”
“Waktu jalan rame-rame kemaren, kak Vez nembak gue”
“Hah? Serius lo? Terus lo udah jadian dong sama dia?”
“Nggak, gue ngga nerima dia karena gue ngga suka sama dia”
“Terus hubungannya sama Digo?”
“Gue bilang sama Digo kalo kak Vez nembak gue, eh Digo malah ngira gue jadian sama kak Vez. Pas gue mau jelasin, dia malah pergi gitu aja. Sebenernya Digo emang udah jutekin gue beberapa hari ini, kak” cerita Sisi.
“Hemmm, kayanya Digo suka sama lo deh”
“Kenapa lo bisa mikir gitu kak?”
“Bisa aja kan dia jealous sama Parvez, karena dia tau akhir-akhir ini lo deket sama Parvez”
“Kak, gue mau tau, gue mau mastiin Digo tuh suka sama gue apa enggak,  tapi gimana caranya ya”
“Kenapa mau tau Digo suka sama lo apa enggak?”
“Gue ngga mau bertepuk sebelah ta—“
“Lo suka ya sama Digo? Hahahahaha ngaku lo”
“Engga, engga ko”
“Halah ngeles aja lo kaya bajaj!” ledek Ricky. “Jangan-jangan lo dilemma lagi nih antara Digo sama Parvez, hahahahaha”
“Ih apaan sih lo!”
“Nin, berada dalam pilihan itu emang ngga gampang. Lo harus bisa milih untuk kebaikan lo kedepannya”
“Gue ngga nyangka lo bisa ngomong kaya gitu”
“Gue belajar dari Yasha”
“Yeuuuh, kirain beneran rangkaian kalimat lo sendiri”
///
Siang ini Sisi berniat perge ke rumah Digo. Kebetulan hari ini adalah hari libur nasional. Tapi Sisi bingung harus naik apa ke rumah Digo. Ricky harus ke kampus menggantikan mata kuliah yang sempat kosong minggu lalu. Yasha? Yasha bilang semalem, kalau dia mau ngajak Nayla jalan. Mana mungkin Sisi pinjam mobil papi, pasti ngga akan diizinkan.
“Duh, terpaksa deh inimah naik taksi. Yaudah deh, niat gue kan baik mau minta maaf dan ngejelasin semuanya ke Digo” gumam Sisi.
Akhirnya Sisi pergi ke rumah Digo naik taksi. Begitu sampai di rumah Digo, kata satpam rumah Digo, Digo sedang tidak ada di rumah. Sisi coba menghubungi Digo, tapi nada sibuk yang Sisi dengar. Sisi terpaksa pulang.
Sesampainya di rumah, Sisi kaget bukan main. Kenapa rumah jadi ramai gini? Batinnya. Dan yang bikin Sisi tambah kaget, di rumahnya ada mobil Parvez dan Digo. Digo? Bukannya Digo sedang pergi? Untuk melunturkan rasa penasarannya, Sisi masuk ke dalam.
“Helloww. Kenapa ni rumah tiba-tiba sunyi begini. Di depan banyak mobil, tapi di dalem malah ngga ada siapa-siapa” gumam Sisi. Sisi masuk ke kamarnya. Gelap. Sisi mencari sakelar yang ada di samping pintu. Klik.
“Digo? Digo lo ngapain di kamar gue?”
Dengan jins hitam dan kemeja hitam yang digulung sampai sikut, jambul Digo yang menambah karismanya. Kedua tangannya disembunyikannya kebelakang tubuhnya.
“Lo bawa apaan sih?” Sisi mencoba melihat apa yang ada dibelakang Digo, tapi Digo mengelak. “Oke gue ngga akan bahas itu. Kebetulan lo ada disini, gue mau jelasin. Digo, sebenernya—“
“Buat lo” Digo memberi sebuket mawar merah yang sedari tadi ada dibelakang tubunya. Sisi menerima dengan tatapan aneh.
“Buat gue? Kenapa lo ngasih gue bunga?” tanya Sisi.
“Selamat ulang tahun, Sisi” Digo memeluk Sisi.
Nyanyian lagu Happy Birthday terdengar dari luar kamar Sisi. Ada papi dan mami, kak Ricky, kak Lia, kak Yasha, Nayla, dan… kak Parvez?
Digo melepaskan pelukannya. Sisi baru ingat, kalau hari ini adalah hari jadinya yang ke 16.
“Happy birthday Anin” ucap kak Lia.
“Selamat ulang tahun ya Sisi” ucap Nayla.
“Rick, ayo” ucap Yasha.
“Happy birthday adikku sayang………” ucap Ricky dan Yasha yang memeluk Sisi erat.
“Kakak gue ngga bisa napas! Kak Yasha, kak Ricky!!!!” teriak Sisi.
“Si, selamat ulang tahun ya” ucap Parvez.
Sisi melirik Digo. Digo malah menatap langit-langit kamar Sisi.
“Makasih ya semuanya. Sisi aja sampe lupa kalo hari ini Sisi ulang tahun. Tapi, ini siapa dalangnya?” tanya Sisi.
Semuanya melirik seseorang yang ada di belakang Sisi. Digo. Iya, siapa lagi kalau bukan Digo.
“Lo?” tanya Sisi. “Lo udah ngga marah sama gue?” tanya Sisi lagi.
“Si, sebelum lo selesaiin masalah cinta segitiga lo, tiup dulu nih. Kesian cewek gue bawain kue daritadi” kata Ricky.
“Cinta segitiga?” Sisi melirik Digo.
“Udah tiup dulu” kata Digo.
///
Di taman belakang rumah.
“Makasih ya udah mau lakuin ini semua buat gue” ucap Sisi pada Digo yang sedang memainkan gitar diatas ayunan. Lalu Sisi duduk dihadapan Digo. “Maafin gue. Digo asal lo tau, gue ngga pernah jadian sama—“
“Gue tau Si. Kak Parvez udah ngejelasin ke gue. Harusnya gue yang minta maaf sama lo karena gue udah salah paham” kata Digo.
“Jadi kita baikan nih?” tanya Sisi dengan senyumnya. Digo mengangguk sambil tersenyum.
“Digo, lo udah ngomong?” tiba-tiba Parvez datang menghampiri mereka.
“Ngomong? Ngomong apa?” bingung Sisi.
“Belom” jawab Digo.
“Sebelumnya, sorry gue udah ganggu perasaan kalian” ucap Parvez.
“Maksudnya?” tanya Sisi.
“Tanya Digo aja” ucap Parvez yang kemudian pergi dari hadapan Sisi dan Digo.
“Kenapa sih?”
“Si… gue… gue sayang sama lo”
“Ini pasti jebakan batman. Lo udah sering ngomong ini dan ujung-ujungnya sayang sebagai sahabat. Udah ketebak mainan lo” kata Sisi sambil tertawa.
“Gue cinta sama lo” ucap Digo seraya menggenggam kedua tangan Sisi, menatap mata Sisi. “Gimana perasaan lo ke gue?” tanya Digo yang membuat Sisi membisu.
“Sisi jawab. Apa lo mulai jatuh cinta sama—“
“Buat apa gue nunggu lo bertahun-tahun kalo akhirnya perasaan gue harus berpaling?”
“Jadi lo juga suka kan sama gue? Lo sayang kan sama gue?”
“He’eh” singkat Sisi. Digo langsung memeluk Sisi. “Apaan sih meluk-meluk gue” kata Sisi yang melepas pelukan itu. Digo tersenyum.
“Gue ngga akan nanya lo mau atau engga jadi pacar gue, karena jawabannya pasti mau”
“Pede banget lo”
“Ih emang iya hahahaha”
‘Jujur, ini menyakitkan buat gue. Munafik kalo gue bilang gue bahagia ngeliat orang yang gue sayang bahagia. Selama belum ada undangan pernikahan, gue bakal tetep nunggu lo, Si’ ucap Parvez dalam batinnya yang sedang menyaksikan adegan romantis Sisi dan Digo.
END

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makna Rasa Dibalik Lirik Lagu

Cerpen: At The Past

About SCIGENCE [Part 1]