Cerpan: Waiting On You [Part 2]
Next...
Ini hari terakhir Sisi menjalani masa orientasinya. Untunglah
kegiatan hari terakhir tidak sepadat hari pertama dan hari kedua. Di hari
terakhir masa orientasi, siswa yang mengikuti mos bebas dari lari-lari minta
tanda tangan kakak osis.
Hari ini adalah hari pembalasan terhadap kakak osis yang
sudah memarahi dan membentak siswa yang mengikuti mos. Sisi tidak ikut
membentak kakak osis, dia hanya melihat teman-temannya yang ada di lapangan
untuk balas dendam.
Sisi berdiri di depan balkon lantai dua, karena beberapa
siswa juga ada disitu untuk melihat kejadian di lapangan. Sesekali, Sisi
tersenyum. Tiba-tiba, seseorang berdiri disamping Sisi.
“Ngga ikut bales dendam?”
“Eh, kakak. Ngga ah, males, panas juga”
“Nih” ka Yasha memberikan minuman botol dingin pada Sisi.
“Kelas lo yang mana kak?” tanya Sisi setelah meneguk minuman rasa teh apel itu.
“Tuh, 12 Ips 2” jawab Yasha sambil menunjuk kelas nomer tiga dari arah terdekat mereka. Sisi hanya mengangguk.
“Eh, kakak. Ngga ah, males, panas juga”
“Nih” ka Yasha memberikan minuman botol dingin pada Sisi.
“Kelas lo yang mana kak?” tanya Sisi setelah meneguk minuman rasa teh apel itu.
“Tuh, 12 Ips 2” jawab Yasha sambil menunjuk kelas nomer tiga dari arah terdekat mereka. Sisi hanya mengangguk.
“Hay Sisi” sapa seorang cewek dengan rambut pirang dengan
body yang kurus, dan dengan manja menyangkutkan tangannya di tangan Yasha.
“Hay kak Atris” balas Sisi sambil tersenyum.
“Yas, ke kantin yuk? Sisi, kamu ikut aja yuk?”
“Iya, daripada lo disini sendiri” kata Yasha.
“Kalian berdua aja deh, Sisi masih mau disini” kata Sisi.
“Bener nih ngga papa Yashanya aku pinjem dulu?”
“Iya, ngga papa kak”
“Hay kak Atris” balas Sisi sambil tersenyum.
“Yas, ke kantin yuk? Sisi, kamu ikut aja yuk?”
“Iya, daripada lo disini sendiri” kata Yasha.
“Kalian berdua aja deh, Sisi masih mau disini” kata Sisi.
“Bener nih ngga papa Yashanya aku pinjem dulu?”
“Iya, ngga papa kak”
Setelah itu Yasha dan Atrisa, kekasihnya, pergi meninggalkan
Sisi sendiri. Baru beberapa menit ditinggal sang kakak dan juga kekasihnya,
seseorang yang tak asing di mata Sisi berdiri disebelah Sisi.
“Kenapa ngga ikut bales dendam?”
“Kak Nicho? Nah, kakak sendiri kenapa ngga turun? Takut ya hahahaha”
“Tuh kan, hahahaha. Abis ini turun ya, jadi kamu ngga perlu manggil aku Nicho” ucap kakak osis itu sambil tersenyum dan setelah itu turun kebawah. Sedangkan Sisi hanya tersenyum bingung.
“Kak Nicho? Nah, kakak sendiri kenapa ngga turun? Takut ya hahahaha”
“Tuh kan, hahahaha. Abis ini turun ya, jadi kamu ngga perlu manggil aku Nicho” ucap kakak osis itu sambil tersenyum dan setelah itu turun kebawah. Sedangkan Sisi hanya tersenyum bingung.
Seluruh siswa peserta mos sudah berbaris rapi sesuai
gugusnya, dan seluruh pengurus osis juga sudah berjejer di depan para peserta
mos. Seusai mendengar pidato dari kepala sekolah, para kakak osis
memperkenalkan diri mereka masing-masing beserta juga kelasnya.
“Nama saya Tristan Jeremmy, posisi saya di sekolah ini
sebagai ketua osis, saya dari kelas 12 Ips 1”
‘Dia sih gue udah tau, orang dia berbaik hati nawarin tanda
tangannya ke gue hahaha’ benak Sisi yang baris di paling depan.
“Saya Liora Steva Refado, posisi saya di sekolah ini sebagai
wakil ketua osis, saya dari kelas 12 Ips 3”
‘Oh jadi si nenek jutek itu namanya Liora’ cibir Sisi dalam
hati.
“Saya Aurelia Giofanny sebagai sekretaris satu, saya dari
kelas 11 Ipa 2”
‘Manis banget kak Aurel kalo senyum. Gue yang cewek aja muji
dia, gimana yang cowo ya’ puji Sisi dalam hati.
“Saya Massimilano Manassero, posisi saya sebagai sekretaris
dua dan saya dari kelas 12 Ips 1”
‘Siapa tadi namanya? Messi.. Persero.. Ah apasih susah banget
namanya. Pasti blasteran’ bingung Sisi dalam hati.
“Anak itik maen di lobi, hay adik-adik, nama kakak Tobi.
Kakak dari kelas 11 Ips tiga, oh iya, posisi kakak di sekolah sebagai bendahara
satu” seusai Tobi memperkenalkan diri, seluruh peserta mos tertawa sekaligus
banyak juga yang mencibir karena body Tobi yang over weight, ditambah dia juga
nerd. Tapi kelihatannya, Tobi orang yang ceria dan penuh canda.
‘Cocok deh sama namanya. Tobi, hahahaha, over weight’ tawa
Sisi dalam hati.
“Nama saya Parvez Ghoman, saya dari kelas 12 Ipa 1, dan
posisi saya di osis sebagai bendahara dua”
‘Oh, jadi namanya
Parvez. Salah manggil deh gue’ batin Sisi sambil memperhatikan Parvez,
sadar ada yang memperhatikan, Parvez melirik kearah Sisi sambil tersenyum.
“Nama saya Manda Yudhagrahania, saya dari 11 Ipa 2, posisi
saya di osis sebagai seksi kerohanian” jelas kakak osis berjilbab dan berkacamata
ini.
“Saya Nicho Winata, saya menjabat sebagai seksi kekeluargaan,
saya dari kelas 12 Ipa 3”
“Saya Verronica Clarista, jabatan saya sebagai seksi
kesehatan, dan saya dari kelas 12 Ips 2”
‘Oh kak Vero sekelas sama kak Yasha, pantesan dia mau ngasih
gue tanda tangan’ benak Sisi.
Setelah perkenalan nama pengurus osis, acara selanjutnya
adalah pengenalan ekstrakurikuler. SMA Delima memiliki beberapa ekskul terfavorite sekaligus yang sering membawa
piala ke etalase sekolah. Diantaranya, futsal, bola voli, teater, dan paduan
suara. Terlebih dari itu, semuanya bagus, tapi jarang membawa piala untuk
sekolah.
Beberapa ekskul non-akademik sudah ditampilkan, seperti
basket dan bola voli. Sekarang, siang ini, ekskul yang memperkenalkan dirinya
adalah futsal. Pasti ada banyak siswa cowok yang akan segera mendaftarkan diri
di ekskul ini, batin Sisi.
“Ka Parvez main juga?” gumam Sisi di pinggir lapangan,
melihat pemain dengan nomor punggung 9.
Memang, seluruh siswa baru SMA Delima diharuskan menonton
perkenalan ekskul dengan duduk di pinggir lapangan. Untuk siswa kelas dua dan
tiga yang tidak terikat kepengurusan osis, mereka tetap belajar walaupun tidak
efektif. Jadi ada beberapa siswa dari beberapa kelas yang juga ikut menonton
perkenalan ekskul di balkon lantai masing-masing.
“Iya, denger-denger tuh kak Parvez jago mainnya” ucap seorang
cewek yang duduk disebelah Sisi, yang juga teman semeja Sisi selama masa
orientasi. Nayla namanya.
“Ya ngga papa sih jago main futsal, asal ngga jago mainin perasaan cewek aja. Ya, nggak?”
“Hahahahaha apaan sih lo Si, tapi iya juga sih” ucap Nayla.
“Nay, ngomong-ngomong, lo ngambil kelas apa?” tanya Sisi.
“Gue ngambil kelas Ips, Si. Lo sendiri ngambil kelas apaan?”
“Sama dong. Semoga kita sekelas ya” harap Sisi.
“Iya, pokoknya gue langsung ngetag lo ya buat duduk sama gue” kata Nayla.
“Oke sip hahahaha”
“Ya ngga papa sih jago main futsal, asal ngga jago mainin perasaan cewek aja. Ya, nggak?”
“Hahahahaha apaan sih lo Si, tapi iya juga sih” ucap Nayla.
“Nay, ngomong-ngomong, lo ngambil kelas apa?” tanya Sisi.
“Gue ngambil kelas Ips, Si. Lo sendiri ngambil kelas apaan?”
“Sama dong. Semoga kita sekelas ya” harap Sisi.
“Iya, pokoknya gue langsung ngetag lo ya buat duduk sama gue” kata Nayla.
“Oke sip hahahaha”
BRUKK!!!
Kepala Sisi langsung banyak bintang yang muter-muter. Salah, memang, Sisi memilih duduk di sebelah tak jauh dari gawang. Dan salah satu pemain futsal meleset memasukan bola. Bukannya masuk ke gawang, tapi malah menyundulkan ke kening Sisi.
Kepala Sisi langsung banyak bintang yang muter-muter. Salah, memang, Sisi memilih duduk di sebelah tak jauh dari gawang. Dan salah satu pemain futsal meleset memasukan bola. Bukannya masuk ke gawang, tapi malah menyundulkan ke kening Sisi.
Kepala Sisi langsung terjungkir ke belakang. Guru olahraga
yang ikut menyaksikan pengenalan ekskul ini langsung menghampiri Sisi.
“Si, Si lo ngga papa Si?” tanya Nayla, panik. Sisi memegang
kepalanya, pengelihatannya kunang-kunang, sedangkan Nayla memegangi tubuh Sisi
sebelum guru olahraga datang.
Permainan dihentikan sesaat. Salah satu anak futsal
menghampiri kerumunan Sisi yang ternyata pingsan.
“Biar saya aja Pak yang bawa dia ke UKS” ucap seseorang yang
memapah tubuh Sisi ke UKS, Nayla juga ikut.
Sisi sudah ada di UKS dan sedng dalam penanganan dokter jaga
hari itu. Sisi masih pingsan. Setelah ditangani dokter, Nayla lah yang ada
disamping Sisi untuk tetap menaruh minyak kayu putih di pusaran hidung Sisi.
“Parvez, kamu kembali ke lapangan” ucap Pak Rio, guru
olahraga kelas dua belas.
“Tapi, Pak—“
“Sudah ada dokter dan temannya disini. Kamu kembali ke lapangan” perintah Pak Rio yang tidak bisa dibantah Parvez.
“Tapi, Pak—“
“Sudah ada dokter dan temannya disini. Kamu kembali ke lapangan” perintah Pak Rio yang tidak bisa dibantah Parvez.
///
“Pusing” gumam Sisi sambil memijat kepalanya dengan mata yang
masih merem-melek.
“Anin. Nin lo udah sadar? Nin ini gue” ucap Yasha.
“Iya kak gue tau. Lo pikir gue amnesia?” kata Sisi.
“Gue panik banget. Siapa sih yang nendang bola sampe kena kepala lo?!”
“Ngga tau, orang tadi gue lagi ngobrol sama Nayla” jawab Sisi. Nama yang disebut hanya tersenyum.
“Lo tau siapa yang nendang bola?” tanya Yasha mengalihkan pandangannya.
“Kak, kan tadi gue bilang, gue lagi ngobrol sama Nayla, ya berarti Nayla juga ngga taulah. Gimana sih lo” ucap Sisi.
“Lo lagi keadaan kaya gini masih aja cerewet ya” ucap Yasha.
“Anin. Nin lo udah sadar? Nin ini gue” ucap Yasha.
“Iya kak gue tau. Lo pikir gue amnesia?” kata Sisi.
“Gue panik banget. Siapa sih yang nendang bola sampe kena kepala lo?!”
“Ngga tau, orang tadi gue lagi ngobrol sama Nayla” jawab Sisi. Nama yang disebut hanya tersenyum.
“Lo tau siapa yang nendang bola?” tanya Yasha mengalihkan pandangannya.
“Kak, kan tadi gue bilang, gue lagi ngobrol sama Nayla, ya berarti Nayla juga ngga taulah. Gimana sih lo” ucap Sisi.
“Lo lagi keadaan kaya gini masih aja cerewet ya” ucap Yasha.
“Hem, yaudah Si, kak, gue pulang duluan ya” ucap Nayla.
“Lo pulang sama siapa?” tanya Sisi.
“Naik taksi palingan, Si”
“Kak..” gumam Sisi sambil menarik dasi Yasha. Yasha paham itu.
“Lo balik bareng kita aja” ucap Yasha.
“Nggak, nggak usah kak, makasih. Nanti malah ngerepotin” kata Nayla.
“Nggak ngerepotin kok. Anggap aja ini sebagai rasa terimakasih gue ke lo karena lo udah nemenin adik gue”
“Iya, Nay, mau ya?” mohon Sisi. “Yaudah ayo pulang” tanpa menunggu jawaban Nayla, Sisi langsung mengajak untuk pulang.
“Lo pulang sama siapa?” tanya Sisi.
“Naik taksi palingan, Si”
“Kak..” gumam Sisi sambil menarik dasi Yasha. Yasha paham itu.
“Lo balik bareng kita aja” ucap Yasha.
“Nggak, nggak usah kak, makasih. Nanti malah ngerepotin” kata Nayla.
“Nggak ngerepotin kok. Anggap aja ini sebagai rasa terimakasih gue ke lo karena lo udah nemenin adik gue”
“Iya, Nay, mau ya?” mohon Sisi. “Yaudah ayo pulang” tanpa menunggu jawaban Nayla, Sisi langsung mengajak untuk pulang.
Yasha merangkul Sisi yang kepalanya masih sangat pusing.
Diikuti Nayla yang berjalan dibelakangnya. Di depan UKS, mereka bertemu
seseorang.
‘Ah, ada si Yasha lagi’ benak Parvez.
“Woy, Vez, duluan ya” ucap Yasha.
“Iya, Yas” kata Parvez.
“Woy, Vez, duluan ya” ucap Yasha.
“Iya, Yas” kata Parvez.
Yasha mengantar Nayla hanya sampai depan komplek rumahnya,
karena rumahnya tidak begitu jauh dari gerbang komplek rumah Nayla.
“Si, makasih ya. Kak Yasha, makasih ya” ucap Nayla sebelum
turun dari mobil Yasha.
“Sama-sama Nay” jawab Sisi sambil tersenyum, Yasha juga hanya melempar senyum sambil mengangguk.
“Cepet sembuh ya, Si” kata Nayla.
“Sama-sama Nay” jawab Sisi sambil tersenyum, Yasha juga hanya melempar senyum sambil mengangguk.
“Cepet sembuh ya, Si” kata Nayla.
Nayla turun dari mobil Yasha, dan Yasha segera memutar balik
untuk pulang. Sisi masih memijat kepalanya.
“Masih pusing?” tanya Yasha.
“Lumayan” jawab Sisi singkat sambil sesekali memejamkan matanya.
“Mau ke rumah sakit dulu nggak?” tawar Yasha.
“Nggak usahlah kak, pusing biasa doang kok”
“Nanti kalo kenapa-napa gimana? Takutnya nanti otak lo jadi geser lagi”
“Ihhh, awalnya sih enak, akhirnya ngeselin” kata Sisi.
“Hahahahaha. Kalo mami tau tadi lo kena senteran bola futsal sih, pasti besok mami nyuruh gue buat nebengin lo lagi nih” kata Yasha.
“Ya bagus dong. Lagian kenapa sih gamau nebengin gue?”
“Atris males ngendarain mobil sendiri, jadi yaa gue harus jemput dia”
“Dia lagi dia lagi. Manja banget sih tuh cewek”
“Gitu-gitu kan tetep cewek gue, Si”
“Lumayan” jawab Sisi singkat sambil sesekali memejamkan matanya.
“Mau ke rumah sakit dulu nggak?” tawar Yasha.
“Nggak usahlah kak, pusing biasa doang kok”
“Nanti kalo kenapa-napa gimana? Takutnya nanti otak lo jadi geser lagi”
“Ihhh, awalnya sih enak, akhirnya ngeselin” kata Sisi.
“Hahahahaha. Kalo mami tau tadi lo kena senteran bola futsal sih, pasti besok mami nyuruh gue buat nebengin lo lagi nih” kata Yasha.
“Ya bagus dong. Lagian kenapa sih gamau nebengin gue?”
“Atris males ngendarain mobil sendiri, jadi yaa gue harus jemput dia”
“Dia lagi dia lagi. Manja banget sih tuh cewek”
“Gitu-gitu kan tetep cewek gue, Si”
Sisi hanya bisa geleng-geleng kepala mendengar jawaban
kakaknya. Yasha terlalu keras untuk dibilangin kalo Atrisa itu bukan cewek yang
baik buat dijadiin pacar. Bahkan Sisi pernah melihat Atris jalan sama cowok
lain sambil gandengan mesra, ya memang sih itu waktu Yasha sempat putus. Tapi
kenapa Yasha susah banget buat dibilangin!
Sesampainya di rumah, Sisi masuk masih memijat kepalanya dan
dengan wajah yang pucat. Mami yang menyambut dari ruang tv, langsung menanyakan
keadaan Sisi.
“Anin kamu kenapa? Ko muka kamu pucet gitu sayang?” tanya
mami sambil memegang wajah Sisi.
“Nggak, mi, aku ngga papa. Cuma—“
“Cuma kesenter bola futsal” ucap Yasha sambil memainkan kunci mobilnya.
“APA?! Kamu kesenter bola futsal? Siapa yang ngelakuin itu ke kamu? Siapa?!”
“Mi udah mi, aku ngga papa kok. Udah mami jangan terlalu panik gitu. Aku cuma butuh tidur aja kok, palingan nanti setelah bangun, kepala aku udah mendingan”
“Kamu minum obat dulu ya sayang? Apa mau mami pijetin kepalanya?”
“Mamiku yang cantik, aku ngga kenapa-napa kok. Aku mau langsung ke kamar ya, mau tidur” ucap Sisi yang lalu mencium pipi maminya, setelah itu naik ke lantai dua, ke kamarnya.
“Nggak, mi, aku ngga papa. Cuma—“
“Cuma kesenter bola futsal” ucap Yasha sambil memainkan kunci mobilnya.
“APA?! Kamu kesenter bola futsal? Siapa yang ngelakuin itu ke kamu? Siapa?!”
“Mi udah mi, aku ngga papa kok. Udah mami jangan terlalu panik gitu. Aku cuma butuh tidur aja kok, palingan nanti setelah bangun, kepala aku udah mendingan”
“Kamu minum obat dulu ya sayang? Apa mau mami pijetin kepalanya?”
“Mamiku yang cantik, aku ngga kenapa-napa kok. Aku mau langsung ke kamar ya, mau tidur” ucap Sisi yang lalu mencium pipi maminya, setelah itu naik ke lantai dua, ke kamarnya.
Malamnya, Sisi turun untuk makan malam. Ternyata Sisi sudah
ditinggal kedua kakaknya kebawah. Memang, kamar anak-anak mami dan papinya di
lantai dua semua. Di lantai satu hanya kamar mami dan papi, Bi Sarti, Pak
Karyo, dan kamar tamu. Oh iya, bi Sarti itu pembantu di rumah ini sejak kak
Ricky baru lahir, tentu dia sudah sangat dipercaya sama mami dan papi. Kalo pak
Karyo itu satpam di rumah.
“Kak Ricky…. Kak Yasha…. Kenapa ninggalin—eh, ada kak Lia”
ucap Sisi sambil berjalan menuju ruang makan, ternyata semua sudah berkumpul
disitu, dan ada Lia juga disitu. Dahlia atau biasa disapa Lia, adalah kekasih
Ricky.
“Hai, Nin” sapa gadis blasteran itu.
“Hai juga kakak cantik” kata Sisi yang duduk disebelah maminya, ditengah antara mami dan Yasha.
“Bisa aja kamu. Eh, gimana mosnya?” basa-basi Lia.
“Seru kak, cuman tadi ada incident aja”
“Oh iya, Nin, kepala kamu masih pusing?” tanya papi.
“Udah enggak, pi”
“Insiden apa, Nin?” tanya Lia.
“Kepalaku kesenter bola futsal”
“Serius, Nin? Wah, semoga lo bisa jadi pinter ya” ledek Ricky.
“Harapan lo sama kaya gue, Rick hahahaha” kata Yasha.
“Mi.. Pi..” gumam Sisi, meminta pembelaan.
“Sudah.. sudah, ayo makan dulu” kata mami.
“Hai juga kakak cantik” kata Sisi yang duduk disebelah maminya, ditengah antara mami dan Yasha.
“Bisa aja kamu. Eh, gimana mosnya?” basa-basi Lia.
“Seru kak, cuman tadi ada incident aja”
“Oh iya, Nin, kepala kamu masih pusing?” tanya papi.
“Udah enggak, pi”
“Insiden apa, Nin?” tanya Lia.
“Kepalaku kesenter bola futsal”
“Serius, Nin? Wah, semoga lo bisa jadi pinter ya” ledek Ricky.
“Harapan lo sama kaya gue, Rick hahahaha” kata Yasha.
“Mi.. Pi..” gumam Sisi, meminta pembelaan.
“Sudah.. sudah, ayo makan dulu” kata mami.
///
Selesai makan malam, Sisi, Lia, Ricky, dan Yasha bersantai di
taman belakang rumah. Ditemani arus kolam renang yang tenang. Ricky yang
memainkan gitar, diiringi suara merdu Yasha.
“Nin, emang yang nyenter bola siapa?” tanya Lia.
“Kalo aku tau sih, aku langsung marahin dia kak” jawab Sisi.
“Gaya lo, Nin. Baru nyampe rumah aja masih keliyengan, sok-sokan mau marah-marah” ucap Yasha.
“Nin, mau gue anterin ke rumah sakit gak? Gue khawatir otak lo tabalik” ledek Ricky.
“Apaan sih lo kak! Kak Lia, kakak kadang suka kesel gak sih sama kak Ricky? Nyebelin banget!”
“Hahaha, kadang sih kesel. Tapi gimana lagi, mungkin emang udah cetakannya gitu kali, hahahaha”
“Yang penting ganteng” ucap Ricky.
“Eh iya, kenapa nggak gue tanya si Parvez ya, dia kan anak futsal. Besok gue tanyain deh” gumam Yasha.
“Yahelah kak, gue udah sehat, udahlah jangan diperpanjang urusannya” kata Sisi.
“Emang KTP diperpanjang” sahut Ricky.
“Nyambung aja lo kaya petir” kata Sisi.
“Hahahaha udah.. udah jangan ribut” ucap Lia.
“Kalo aku tau sih, aku langsung marahin dia kak” jawab Sisi.
“Gaya lo, Nin. Baru nyampe rumah aja masih keliyengan, sok-sokan mau marah-marah” ucap Yasha.
“Nin, mau gue anterin ke rumah sakit gak? Gue khawatir otak lo tabalik” ledek Ricky.
“Apaan sih lo kak! Kak Lia, kakak kadang suka kesel gak sih sama kak Ricky? Nyebelin banget!”
“Hahaha, kadang sih kesel. Tapi gimana lagi, mungkin emang udah cetakannya gitu kali, hahahaha”
“Yang penting ganteng” ucap Ricky.
“Eh iya, kenapa nggak gue tanya si Parvez ya, dia kan anak futsal. Besok gue tanyain deh” gumam Yasha.
“Yahelah kak, gue udah sehat, udahlah jangan diperpanjang urusannya” kata Sisi.
“Emang KTP diperpanjang” sahut Ricky.
“Nyambung aja lo kaya petir” kata Sisi.
“Hahahaha udah.. udah jangan ribut” ucap Lia.
“Sayang, kamu mau aku anterin pulang jam berapa? Ini udah
malem loh” ucap Ricky.
“Kak Lia, pertanyaannya kak Ricky itu sebenernya ngusir yang diperhalus” bisik Sisi, namun semua mendengar. Lia hanya tertawa.
“Eh, bukan ngusir. Mau gue juga Lia nginep disini. Cuman kan belom muhrim, hehehe, ya nggak say” ucap Ricky sambil mencolek dagu Lia.
“Woy, gue masih polos nih” ucap Sisi.
“Gue juga berasa polos Nin jadinya” kata Yasha.
“Udah ngga polos lo mah hahahahaha” ledek Sisi.
“Aku pulang sekarang aja deh Rick” ucap Lia.
“Yaudah yuk” kata Ricky yang bangun dari duduknya dan memberi gitar ke Yasha.
“Anin aku pulang ya” ucap Lia.
“Iya kak Lia hati-hati ya” ucap Sisi.
“Yasha, balik ya”
“Iya kak”
“Kak Lia, pertanyaannya kak Ricky itu sebenernya ngusir yang diperhalus” bisik Sisi, namun semua mendengar. Lia hanya tertawa.
“Eh, bukan ngusir. Mau gue juga Lia nginep disini. Cuman kan belom muhrim, hehehe, ya nggak say” ucap Ricky sambil mencolek dagu Lia.
“Woy, gue masih polos nih” ucap Sisi.
“Gue juga berasa polos Nin jadinya” kata Yasha.
“Udah ngga polos lo mah hahahahaha” ledek Sisi.
“Aku pulang sekarang aja deh Rick” ucap Lia.
“Yaudah yuk” kata Ricky yang bangun dari duduknya dan memberi gitar ke Yasha.
“Anin aku pulang ya” ucap Lia.
“Iya kak Lia hati-hati ya” ucap Sisi.
“Yasha, balik ya”
“Iya kak”
Setelah itu, Lia pamit pada mami dan papi yang sedang
mengobrol di ruang tv. Ricky mengantarkan Lia pulang dengan Toyota yaris putih
miliknya.
Yasha memetik senar gitar sambil bergumam.
“Kenapa lagi, Nin?” tanya Yasha yang melihat adiknya diam seperti memikirkan sesuatu.
“Kira-kira, gue masuk kelas sepuluh Ips berapa ya kak? Gue ngeri ngga sekelas sama Nayla”
“Mikirin itu? Temen lo kan ngga cuma dia, kalopun lo ngga sekelas sama dia, ya lo tetep punya temen kan?”
“Bukan gitu, gue males beradaptasi lagi kak”
“Kenapa lagi, Nin?” tanya Yasha yang melihat adiknya diam seperti memikirkan sesuatu.
“Kira-kira, gue masuk kelas sepuluh Ips berapa ya kak? Gue ngeri ngga sekelas sama Nayla”
“Mikirin itu? Temen lo kan ngga cuma dia, kalopun lo ngga sekelas sama dia, ya lo tetep punya temen kan?”
“Bukan gitu, gue males beradaptasi lagi kak”
‘Anin.. Anin.. mau sampe kapan sih lo kaya gini? Jadi yang
tertutup sama orang baru, ngga mau beradaptasi. Seandainya gue bisa lakuin
sesuatu supaya lo bisa ketemu lagi sama Dygta’ benak Yasha sambil memperhatikan
Sisi.
“Udah jam setengah sepuluh, lo nggak tidur?” tanya Yasha yang
mengecek ponselnya dan melihat jam.
“Yaudah deh, gue masuk duluan ya kak” kata Sisi. Yasha mengangguk tersenyum
“Yaudah deh, gue masuk duluan ya kak” kata Sisi. Yasha mengangguk tersenyum
///
Dengan rok abu-abu bercorak kotak-kotak selutut dan kemeja
putih dengan dasi yang serupa dengan rok, Sisi turun dari mobil Yasha.
Sekarang, penampilan Sisi sudah sama seperti anak kelas sebelas dan dua belas.
Ada mata yang terpaku melihat Sisi dari dalam mobilnya.
“Kenapa gue ngerasa dia bukan orang baru buat gue” gumam seseorang.
“Kenapa gue ngerasa dia bukan orang baru buat gue” gumam seseorang.
“Lo liat madding dulu gih, lo masuk sepuluh Ips berapa” ucap
Yasha.
“Temenin gue” ucap Sisi sambil menarik dasi Yasha.
“Nin jangan narik dasi gue ahh, berantakan tau nggak!” kata Yasha yang berusaha melepas tangan Sisi dari dasinya.
“Kak, gue mohooooon banget. Gue ini udah SMA, jadi jangan manggil gue Anin lagi, oke?” pinta Sisi.
“Ya tapi gue kan biasa manggil lo Anin. Emang kenapa sih?”
“Udah ah jangan banyak nanya, pokoknya di sekolah lo panggil gue Sisi”
“Iya.. iya..”
“Temenin gue” ucap Sisi sambil menarik dasi Yasha.
“Nin jangan narik dasi gue ahh, berantakan tau nggak!” kata Yasha yang berusaha melepas tangan Sisi dari dasinya.
“Kak, gue mohooooon banget. Gue ini udah SMA, jadi jangan manggil gue Anin lagi, oke?” pinta Sisi.
“Ya tapi gue kan biasa manggil lo Anin. Emang kenapa sih?”
“Udah ah jangan banyak nanya, pokoknya di sekolah lo panggil gue Sisi”
“Iya.. iya..”
Sisi sudah berdiri di depan madding, bersama beberapa siswa
lainnya yang juga ingin tahu mereka masuk di kelas mana.
“Hai Anin” sapa seseorang.
“Nayla?” Sisi menoleh dari madding. “Lo udah mulai ketularan kak Yasha ya? Awas aja manggil gue Anin”
“Hahahahaha, ngga papa kali gue manggil lo Anin” ledek Nayla.
“Ihhh awas aja!”
“Oke.. oke.. eh, lo masuk kelas berapa?” tanya Nayla.
“Nih gue lagi nyari nama gue”
“Nayla?” Sisi menoleh dari madding. “Lo udah mulai ketularan kak Yasha ya? Awas aja manggil gue Anin”
“Hahahahaha, ngga papa kali gue manggil lo Anin” ledek Nayla.
“Ihhh awas aja!”
“Oke.. oke.. eh, lo masuk kelas berapa?” tanya Nayla.
“Nih gue lagi nyari nama gue”
Sisi melihat daftar kelas 10 Ips 1 sampai 10 Ips 4.
“Nah, Sisi Anindita ada di dafatar kelas sepuluh Ips 4. Lo….. Nay kita sekelas! Hahahaha asik” Sisi langsung kegirangan dan memeluk Nayla.
“Nah, Sisi Anindita ada di dafatar kelas sepuluh Ips 4. Lo….. Nay kita sekelas! Hahahaha asik” Sisi langsung kegirangan dan memeluk Nayla.
Setelah itu, Sisi melihat sosok yang taka sing sedang
berjalan kearahnya. Dia tersenyum, dan Sisi membalas senyumnya. Dia melihat
madding.
“Hem, masuk kelas mana?” tanya Sisi.
“Ips 4. Lo sendiri?”
“Sama dong, gue sama temen gue ini juga masuk Ips 4”
“Eh, gue Nayla, ini Sisi namanya” kata Nayla memperkenalkan diri.
“Gue Digo, yaudah mendingan ke kelas yuk” ajak Digo.
“Ips 4. Lo sendiri?”
“Sama dong, gue sama temen gue ini juga masuk Ips 4”
“Eh, gue Nayla, ini Sisi namanya” kata Nayla memperkenalkan diri.
“Gue Digo, yaudah mendingan ke kelas yuk” ajak Digo.
‘Digo. Seandainya lo disini, Dygta. Kenapa gue ngerasa kalo
lo ada di deket gue’ benak Sisi.
“Si, ko bengong? Ayooo” ajak Nayla.
“Iya” kata Sisi.
“Iya” kata Sisi.
Mereka sampai di lantai 4. Digo, Sisi, dan Nayla berbelok ke
kiri dan menuju kelas paling ujung. Tangga sekolah mereka berada ditengah
antara empat kelas di kanan, dan empat kelas di kiri. Sebelah kanan kawasan
Ipa, dan sebelah kiri kawasan Ips.
Sudah ada beberapa siswa di kelas 11 Ips 4. Sisi dan Nayla
langsung menuju barisan kedua dari pintu, dan duduk di kursi nomor 3 ke
belakang. Sedangkan Digo memilih duduk tepat di meja sebelah meja Sisi dan
Nayla.
“Eh, lo duduk disebelah gue hehehe” ucap Sisi seraya
cengengesan.
“Iya, kebetulan gue udah kenal sama Tino” ucap Digo seraya memperkenalkan teman semejanya pada Sisi dan Nayla.
“Emang lo dari gugus mana, Go?” tanya Nayla.
“Gue dari gugus London. Lo?” tanya Digo balik.
“Gue sama Sisi dari gugus Amsterdam” jawab Nayla.
“Iya, kebetulan gue udah kenal sama Tino” ucap Digo seraya memperkenalkan teman semejanya pada Sisi dan Nayla.
“Emang lo dari gugus mana, Go?” tanya Nayla.
“Gue dari gugus London. Lo?” tanya Digo balik.
“Gue sama Sisi dari gugus Amsterdam” jawab Nayla.
Setelah itu, Bu Syahrini, guru sosiologi yang juga wali kelas
10 Ips 4 masuk.
“Selamat pagi anak-anak. Perkenalkan, nama saya Syahrini, saya yang akan menjadi wali kelas Ips empat. Oh iya, jangan panggil saya Syahrini, tapi panggil Bu Syahrini. Oke” ucap guru berumur tiga puluh-an itu.
“Selamat pagi anak-anak. Perkenalkan, nama saya Syahrini, saya yang akan menjadi wali kelas Ips empat. Oh iya, jangan panggil saya Syahrini, tapi panggil Bu Syahrini. Oke” ucap guru berumur tiga puluh-an itu.
“Sekarang ini kita belum efektif belajar, karena jadwal
pelajaran masih diurus. Sekarang, ibu mau mengabsen kalian dulu” ucap bu
Syahrini.
Bu Syahrini mulai mengabsen.
“Nay, kita kan belum efektif belajar nih, otomatis belum ada tugas dong, nanti mampir ke PIM yuk?” ajak Sisi.
“Hah? Mau ngapain?” tanya Nayla.
“Jalan-jalan aja. mau kan temenin gue?”
“Hem, terus kita dianterin kakak lo gitu?”
“Ya ngapain ngajak ka Yasha, dia juga belom tentu mau. Eh, tunggu deh, ko tiba-tiba lo nanyain ka Yasha? Lo…..” selidik Sisi.
“Eh, enggak kok, yak an kirain”
“Hem, ngaku—“
“Nay, kita kan belum efektif belajar nih, otomatis belum ada tugas dong, nanti mampir ke PIM yuk?” ajak Sisi.
“Hah? Mau ngapain?” tanya Nayla.
“Jalan-jalan aja. mau kan temenin gue?”
“Hem, terus kita dianterin kakak lo gitu?”
“Ya ngapain ngajak ka Yasha, dia juga belom tentu mau. Eh, tunggu deh, ko tiba-tiba lo nanyain ka Yasha? Lo…..” selidik Sisi.
“Eh, enggak kok, yak an kirain”
“Hem, ngaku—“
“……Pradygta” ucap bu Syahrini yang membuat omongan Sisi
berhenti. Mata Sisi berusaha mencari pemilik nama itu.
“Si, lo ngga papa?” tanya Nayla yang membuyarkan lamunan
Sisi.
“Ha? Ng.. enggak, ngga papa” kata Sisi.
“Ha? Ng.. enggak, ngga papa” kata Sisi.
Sisi melihat seluruh siswa, berusaha mencari siapa pemilik
nama belakang Pradygta. Mata Sisi berhenti di mata Digo.
“Kenapa?” tanya Digo.
“Tadi lo denger ngga pas Bu Syahrini ngabsen?”
“Denger, kenapa?”
“Yang punya nama Pradygta siapa?”
“Tadi lo denger ngga pas Bu Syahrini ngabsen?”
“Denger, kenapa?”
“Yang punya nama Pradygta siapa?”
“Sisi Anindita” absen Bu Syahrini.
“Saya bu” Sisi mengangkat tangan.
“Saya bu” Sisi mengangkat tangan.
Digo kaget mendengar Bu Syahrini mengabsen Sisi.
“Siapa, Go? Lo tau nggak?” tanya Sisi. “Lo kenapa? Ko melongo gitu?” tanya Sisi.
“Lo—“
“Oke anak-anak, ibu sudah mengabsen anak murid ibu. Sekarang kalian bebas dan menunggu bapak atau ibu guru yang masuk ke kelas ini. Selamat pagi” ucap Bu Syahrini yang setelah itu keluar kelas.
“Siapa, Go? Lo tau nggak?” tanya Sisi. “Lo kenapa? Ko melongo gitu?” tanya Sisi.
“Lo—“
“Oke anak-anak, ibu sudah mengabsen anak murid ibu. Sekarang kalian bebas dan menunggu bapak atau ibu guru yang masuk ke kelas ini. Selamat pagi” ucap Bu Syahrini yang setelah itu keluar kelas.
“Tadi kenapa Go?” tanya Sisi menyambung omongannya dengan
Digo.
Digo memegang kedua tangan Sisi, Sisi memasang tatapan risih.
Digo mengajak Sisi berdiri, lalu Digo memeluk Sisi. Beberapa siswa di kelas
melihat kejadian itu aneh, beberapa lagi sibuk berbincang dengan teman baru.
“Lo kenapa sih?” tanya Sisi langsung melepas pelukan Digo.
“Anin. Lo Anin kan?” tanya Digo. Sisi menatap Digo menyelidik. “Gue Dygta, Nin, gue Dygta” ucap Digo.
“Dy.. Dygta?” gumam Sisi dengan mata berkaca-kaca.
“Anin. Lo Anin kan?” tanya Digo. Sisi menatap Digo menyelidik. “Gue Dygta, Nin, gue Dygta” ucap Digo.
“Dy.. Dygta?” gumam Sisi dengan mata berkaca-kaca.
Cowok beralis tebal itu mengangguk mantap, lalu Sisi memeluk
Digo.
“Gue kangen lo, Dygta” ucap Sisi.
“Gue juga kangen lo, Nin. Maafin gue pernah ninggalin lo” ucap Digo.
“Gue kangen lo, Dygta” ucap Sisi.
“Gue juga kangen lo, Nin. Maafin gue pernah ninggalin lo” ucap Digo.
Mereka melepas pelukan, melihat ke seisi kelas.
“Si, Go, lo berdua kenapa deh?” tanya Nayla yang keheranan melihat mereka berdua.
“Nay, Dygta ini sahabat kecil gue” ucap Nayla sambil menghapus air matanya.
“Dulu gue pernah ninggalin Anin, tapi sekarang gue janji, ngga akan pernah ninggalin Anin lagi” ucap Digo yang merangkul Sisi.
“Gue pegang omongan lo!” kata Sisi melirik sinis Digo.
“Si, Go, lo berdua kenapa deh?” tanya Nayla yang keheranan melihat mereka berdua.
“Nay, Dygta ini sahabat kecil gue” ucap Nayla sambil menghapus air matanya.
“Dulu gue pernah ninggalin Anin, tapi sekarang gue janji, ngga akan pernah ninggalin Anin lagi” ucap Digo yang merangkul Sisi.
“Gue pegang omongan lo!” kata Sisi melirik sinis Digo.
to be continue...
Komentar
Posting Komentar