Ini Harimu
Selamat malam.
Bagaimana harimu hari ini? Menyenangkan kah? Bahagia kah di sekian kali melewati tanggal ini di bulan ini? Jangan bergurau, harusnya kan kamu bahagia.
Tapi, bahagianya kamu atau tidak, kamu tetaplah alasan senyumku hari ini. Seandainya saja kamu bisa melihatku dari tempat kamu berada. Dimanapun kamu, aku disini selalu menatap ruang percakapan kita, selalu menunggu "online" berubah menjadi "typing".
Lupakanlah.
Entah sudah berapa kali aku bicara mundur. Nyatanya, rasa itu masih melekat, mungkin sudah mulai mendarah daging. Berkali-kali berdarah, rupanya tidak membuatku benar-benar menyelesaikan semuanya. Menyelesaikan perasaanku. Menyingkirkan kamu dari pikiran.
Iya, aku yang salah. Tapi salah atau benar, kamu tidak akan peduli.
Bisakah kita bicara lewat tulisan? Percayalah, dari tulisanmu dalam percakapan, aku selalu menghayalkan suaramu, membayangkan wajahmu disaat kamu bicara seperti dalam tulisan. Iya, aku terlanjur menggilaimu.
Mungkin aku masih menjadi tokoh baru dalam cerita hidupmu. Begitupun kamu. Kamu kutulis dalam judul baru cerita bersambungku. Kujadikan kamu sebagai tokoh utama yang mencuri setiap part dalam narasi. Kamu terlalu naif, Kak.
Sebelum ku akhiri hari ini, aku cuma mau bilang, pergunakanlah waktumu untuk melakukan hal yang pasti. Usiamu bukan lagi remaja, ini sudah waktunya kamu berpikir masa depan. Kalau kita memang tidak ditakdirkan untuk bersama, setidaknya aku pernah menempatknmu di bagian terpenting, dan kamu pernah menjadikanku "pengganggu" harimu.
Selamat berpijak di usia yang baru, Kak.
Bagaimana harimu hari ini? Menyenangkan kah? Bahagia kah di sekian kali melewati tanggal ini di bulan ini? Jangan bergurau, harusnya kan kamu bahagia.
Tapi, bahagianya kamu atau tidak, kamu tetaplah alasan senyumku hari ini. Seandainya saja kamu bisa melihatku dari tempat kamu berada. Dimanapun kamu, aku disini selalu menatap ruang percakapan kita, selalu menunggu "online" berubah menjadi "typing".
Lupakanlah.
Entah sudah berapa kali aku bicara mundur. Nyatanya, rasa itu masih melekat, mungkin sudah mulai mendarah daging. Berkali-kali berdarah, rupanya tidak membuatku benar-benar menyelesaikan semuanya. Menyelesaikan perasaanku. Menyingkirkan kamu dari pikiran.
Iya, aku yang salah. Tapi salah atau benar, kamu tidak akan peduli.
Bisakah kita bicara lewat tulisan? Percayalah, dari tulisanmu dalam percakapan, aku selalu menghayalkan suaramu, membayangkan wajahmu disaat kamu bicara seperti dalam tulisan. Iya, aku terlanjur menggilaimu.
Mungkin aku masih menjadi tokoh baru dalam cerita hidupmu. Begitupun kamu. Kamu kutulis dalam judul baru cerita bersambungku. Kujadikan kamu sebagai tokoh utama yang mencuri setiap part dalam narasi. Kamu terlalu naif, Kak.
Sebelum ku akhiri hari ini, aku cuma mau bilang, pergunakanlah waktumu untuk melakukan hal yang pasti. Usiamu bukan lagi remaja, ini sudah waktunya kamu berpikir masa depan. Kalau kita memang tidak ditakdirkan untuk bersama, setidaknya aku pernah menempatknmu di bagian terpenting, dan kamu pernah menjadikanku "pengganggu" harimu.
Selamat berpijak di usia yang baru, Kak.
Komentar
Posting Komentar