Seharusnya


Hari ini tepat jatuh hari Kamis. Sama seperti bulan lalu. Di mana kamu dan aku saling mendoakan akan ada tanggal yang sama di bulan depan. Memang, setiap bulan akan ada tanggal itu, tapi yang membedakan adalah tanggal yang akan memperingati lamanya hubungan kita. Ya, harusnya bulan ini. Tapi kita tidak lagi berdoa untuk tanggal ini.

Berdoa untuk tanggal ini? Harusnya. Tapi dalam kenyataan yang kita hadapi, ku rasa kita tak harus berdoa untuk tanggal ini. Seharusnya bukan hanya tanggal ini, tapi setiap tanggal. Setiap tanggal? Untuk apa lagi? Sudah tak ada lagi yang harus kita doakan. Karena memang begitu adanya.

Dua bulan yang lalu kamu menyatakan yang ku rasa sangat ingin kamu katakan sebelum tanggal ini, dua bulan yang lalu. Tapi kamu masih ragu untuk menyatakan, hingga sampainya kamu katakan di tanggal ini, dua bulan yang lalu.

Sebelum tanggal ini, dua bulan yang lalu, kita sama-sama menikmati ketidakjelasan yang kita lakukan. Entah apa namanya, hingga ditanggal ini, dua bulan yang lalu, kamu memperjelas semuanya. Terutarakan semuanya. Kejujuran yang terungkap, membuat kita mengulang semua dari awal.

Aku bahagia. Perubahanmu, perubahan kita. Membuatku yakin akan sikapmu. Tapi aku merasakan perbedaan ditanggal ini, sebulan kemudian. Manis yang berubah jadi pahit. Aku tak mengerti. Seandainya kamu tau, sebiasa apapun sikapku didepanmu, aku memiliki rasa cinta yang lebih dari yang kamu tau.

Semakin hari, hubungan ini semakin renggang. Entah aku atau kamu yang membuatnya menjadi seperti ini. Aku tak mengenal kamu yang dulu, tak ku rasakan lagi perhatianmu. Perhatianmu tertuang untuk mereka yang hanya sebatas teman untukmu. Aku? Seperti musuhmu.

Sampai saatnya terjadi. Hanya berjarak sepuluh hari setelah tanggal yang sempat membuatku bahagia. Kamu melepasku tanpa memutar otakmu lagi. Kamu merelakanku tanpa berpikir susahnya untuk mengutarakan semuanya padaku. Kamu memutuskanku tanpa alasan yang logis.

Iya, aku memang salah. Tidakkah kamu berpikir sedikit saja penyebab yang membuatku salah? Aku begini karenamu. Tapi apa? Kamu selalu mengabaikan penjelasanku. Kamu selalu berpikir dengan logikamu, tidak menggunakan perasaan!

Dulu aku sempat berpikir, tidak selamanya seseorang yang pernah salah, akan selamanya salah. Bagiku, kamu sudah berubah menjadi lebih baik. tapi kenyataannya berlawanan. Kamu masih sama seperti dulu. Dan harusnya aku paham itu.

Meskipun sudah tak harus mengucap apa-apa ditanggal ini, namun perasaan ini masih sangat merindukanmu. Masih sangat menyayangimu. Masih mencintaimu. Tapi aku sudah tidak membutuhkanmu, dan aku sudah tidak mengharapkanmu. Bukan tak ingin, rasanya sudah tidak mungkin mengharap seseorang yang entah hatinya sudah milik siapa. Dan bukan tidak membutuhkanmu, hanya saja siapa aku bisa-bisanya punya keinginan seperti itu.

Bayanganmu masih sering berkeliaran diotakku. Aku tidak bisa benar-benar melupakanmu. Aku masih memikirkanmu. Masih mengingat segala kejadian yang pernah kita lalui. Mengenang segalanya yang terlibat padamu.

Aku tidak benar-benar bisa melupakanmu. Wajahmu masih bisa kulihat, dan telingaku masih mampu untuk mendengarmu, mendengar suaramu. Mendengarmu memanggil nama mereka. Entah kesakitan jenis apa yang kamu berikan. Entah berapa lama yang ku butuhkan untuk benar-benar sembuh dari kesakitan ini.

Mengapa semua berakhir di saat aku telah berjalan di hatimu terlalu jauh? Mengapa kamu katakan “Stop sampai disini” di saat aku tak letih untuk berlari? Mengapa kamu putuskan di saat aku mulai erat menggenggam tali yang kau beri? Tali yang kamu berikan untuk kita, dua bulan yang lalu.

Menyesalkah kamu? Mungkin tidak. Kamu hanya bilang, jika ini dilanjutkan, akan sakit nantinya. Tapi dengan begini, kamu sudah membuatku hancur. Alasan bodoh macam apa yang kamu rangkai untuk tetap melepaskanku? Ucapan tolol seperti apa yang kamu ucap untuk tetap merelakanku?

Aku masih disini, tapi aku tak akan berjalan menujumu jika kamu memanggilku. Aku masih mencintaimu, tapi aku tak akan berlari ke arahmu lagi. Keberadaanku hanya untuk melihatmu bersenang senang denga apa yang kamu lakukan, bukan untuk melebur dalam suasana itu.

Dan seharusnya, ditanggal ini masih ada doa terselip. Masih ada harapan yang harusnya terkabul. Namun segala doa sudah tak akan kau ucap lagi. Dan sudah tak ada yang diharapkan dari tanggal 14.
Entah apa yang harus ku katakan. Terimakasih untuk segalanya? Segalanya? Termasuk rasa sakitnya? Mungkin. Terimakasih untuk segalanya. Untuk dua tanggal yang berujung sama dari orang yang sama juga. Aku masih menyayangimu.

---

Kalimat diatas aku buat satu tahun yang lalu, tepat hari Kamis, tanggal 14 Maret 2013. Lama yah. Kalau tulisan di atas umurnya sudah setahun, kira-kira perasaan ini umurnya sudah berapa lama ya?
Setahun ataupun menjelang dua tahun, perasaan ini ngga pernah berubah. Pernah sesekali hilang tanpa pernah di suruh pergi, dan hadir lagi tanpa aku suruh pulang. Kenapa aku sebegini pedulinya, padahal yang ku maksud dari setiap tulisan aja belum tentu mikirin.

Tapi ya namanya juga cinta dan ketulusan menemani lamanya perasaan ini, sampai aku harus bersahabat dengan penantian, kesakitan, dan kegalauan selalu jadi makanan pokokku.
Melihatmu tertawa, rasanya seperti ingin memiliki kebahagianmu lagi. Bagiku, ngga perlu menemani bahagiamu. Keinginanku sekarang adalah menemanimu dengan kesedihanmu. Kenapa harus kesedihan? Aku ingin kesedihan kita berteman, aku mau kita merasakan sedih dengan akibat yang sama.

Tapi aku paham kamu. Jangankan air mata, raut wajah penyesalan pun ngga akan kamu tunjukan. Kamu selalu bisa menemukan kebahagiaan, yang jelas bukan aku. Kamu selalu bisa berada di titik tertinggi, di keadaan yang tidak pernah ada di bawah. Serasa kebahagiaan adalah paten milikmu.

Aku? Aku masih di titik terendah, di keadaan tragis, menyedihkan sekalipun ku balut dengan tawa yang semu. Akulah pemilik kesedihan seutuhnya selama kebahagiaan terus-menerus kamu rasakan.
Tolong tengok perasaan ini, sapalah untuk yang terakhir kalinya. Pergilah kalau memang bahagiamu bukan ada padaku. Mungkin bahagiaku adalah kamu, tapi terlalu egois untuk memaksamu tetap untukku kalau kamu tidak bahagia.

Semoga kisah barumu menyenangkan dan tidak semalang bersamaku. Semoga kamu menemukan bahagia yang selama ini kamu cari. Aku cuma selembar kertas yang sudah robek dengan banyak goresan cerita-cerita kita dulu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makna Rasa Dibalik Lirik Lagu

Cerpen: At The Past

About SCIGENCE [Part 1]